Share

Leluhur

Penulis: Widanish
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-18 11:26:13

Harum melepas tangan Mas Wira yang merangkulnya, kemudian dia maju selangkah ke arahku. Sambil melipat tangan di dada dan mendongakkan kepala dengan congkak, dia berkata, "tenang saja, Kak Manis. Kami tidak akan berbuat seperti yang kau pikirkan. Suamimu hanya khawatir membiarkanku tidur sendirian, jadi dia akan menemaniku."

 

 

Aku mendelik di detik yang tak disadari Harum, lalu secepat mungkin mengubah delikan menjadi tatapan penuh kasih sayang saat Harum kembali menatapku. Wanita itu belum tahu bagaimana munafiknya diriku.

 

 

"Terserah kalian saja, aku hanya mengingatkan. Bahwa di rumah ini tak boleh ada satu orang pun yang berniat jahat apalagi berbuat asusila, karena ada sesosok makhluk yang siap menghukum kalian jika melanggar peraturan," ucapku.

 

 

Tak boleh ada yang berniat jahat di rumah ini, kecuali aku. Begitulah maksudku.

 

 

"Omong kosong!" balas Harum seraya berbalik arah, memunggungiku, dan menggandeng tangan suamiku menuju kamar.

 

 

Kupencet tombol 'On' pada pegangan kursi roda sebelah kanan, seketika kursi roda melaju menuju tangga khusus. Aku akan menuju kamarku di lantai dua ketika baru sampai di ujung tangga, terdengar suara Harum merayu Mas Wira. Kuhentikan kursi roda untuk mendengar percakapan mereka.

 

 

"Sabar saja, Mas Wira-ku sayang. Sebentar lagi kau akan terbebas dari kungkungan istri lumpuh itu. Nahas sekali nasib Si Manis, wajah cantik dengan rambut ikal bergelombang, memiliki kekayaan yang tak terhitung ... tapi lumpuh! Haha," ucapnya bernada mengejek.

 

 

"Itulah sebabnya aku ingin menikahimu, Harum. Kau sempurna. Aku sangat mencintaimu," balas Mas Wira. Sedetik kemudian, terdengar suara kecupan dari sepasang calon pengantin itu.

 

 

Percakapan mereka menggelitik hati ini. Kursi roda melaju kembali, kini berhasil mendarat di dalam kamarku—tepat pukul delapan malam.

 

 

Jendela kamar yang tadi pagi kubuka, menampakkan hamparan tanah yang luas di bawah langit gelap gulita. Kini aku kembali menatap dengan perasaan tak sabar pada tanah yang lapang itu. Sebentar lagi, rumah untuk mereka akan segera dibangun. Entah itu Mas Wira atau Harum yang lebih dulu, atau bahkan mungkin keduanya akan mati bersamaan lalu dikubur di sana—di rumah keabadian. Aku berjanji, akan menghias kuburan mereka dengan dinding-dinding dan atap yang indah selayaknya rumah. Dan setiap malam, bahkan setiap saat ... aku dapat menonton mereka dari dalam kamar ini. Hanya perlu membuka jendela ini lebar-lebar saja untuk bertemu dengan kuburan mereka nantinya!

 

 

"Ha ha ha ...."

 

 

Tawaku menggema ke setiap penjuru rumah.Aku dapat mendengar getaran suara tawaku sendiri di udara yang memantul ke dinding. Gelak tawa yang mengandung emosi ini membuat foto pernikahanku dengan Mas Wira bergetar di atas nakas samping tempat tidur. Di luar sana, kepak sayap kelelawar dan suara burung hantu mengiringi getirnya luka hati dalam tawa ini.

 

 

Suami dan wanita perebut suamiku itu ingin berkuasa di rumahku bahkan tak segan menghina cacat yang kuderita! Sebelum mereka menyingkirkanku, aku akan lebih dulu menyingkirkan salah satu diantara mereka, atau mungkin keduanya!

 

 

Angin malam bertiup mengenai daun pintu jendela, membuatnya menutup dengan sendirinya. Kumajukan kursi roda lalu mengunci jendela.

 

Di kamar bawah tangga sana terdengar suara jeritan seiring berlalunya angin malam barusan. Harum menjerit kesakitan karena ulahnya sendiri, dia pasti tak mengindahkan peringatan tentang perbuatan asusila, hingga hal itu membangunkan leluhurku yang tinggal di rumah ini. 

 

 

Leluhurku saat ini pasti sedang memberikan hukuman pada Harum dan Mas Wira atas apa yang sedang mereka lakukan di dalam kamar sana.

 

"Tidurlah, Manis-ku sayang .... Nyimas dan Mbah-mu sudah menghukum mereka. Tak ada satu orang pun yang boleh menyakiti keturunanku! Sekarang tidurlah ... tidurlah ...," bisik Nyimas dan Mbah-ku. Mereka adalah leluhur yang sudah meninggal dunia ratusan tahun lalu, namun ruh-nya masih tinggal di rumah ini dan selalu menjagaku.

 

 

Tubuhku melayang, leluhurku memindahkanku dari kursi roda ke atas kasur. Dia tahu aku selalu kesulitan untuk berpindah dari kursi roda ini. 

 

 

Diiringi lantunan kawih-kawih Sunda kuno dari leluhurku, aku pun akhirnya dapat tertidur lelap.

 

 

*

 

 

Bilqis—temanku satu-satunya—sudah memencet klakson mobil berkali-kali, suara berisiknya terdengar hingga ke kamarku di lantai dua. Aku pun sudah bersiap untuk pergi bersamanya, menuju suatu tempat rahasia yang akan menjadi peristirahatanku hingga acara pernikahan Harum dan Mas Wira selesai dilangsukan. 

 

 

Seperti biasa, untuk turun ke bawah, kursi rodaku ini harus menuruni tangga khusus. Namun ada satu hal yang kurasa aneh, sejak dini hari tadi tak kudengar suara Mas Wira maupun Harum. Apakah Nyimas dan Mbah-ku terlalu keras menghukum mereka malam tadi, hingga kini mereka tak berkutik lagi?

 

 

Tidak!

 

 

Aku belum selesai bermain-main dengan mereka, mereka harus tetap bernapas, aku belum puas membalas kelancangan mereka!

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Kemenangan

    Entah siasat apalagi yang dilakukannya. Harum begitu mudah mengecohku. Tapi aku yakin, yang berada dalam dirinya itu bukanlah sosok Bilqis—temanku—yang sesungguhnya. Wanita itu pasti memiliki ilmu untuk merubah dirinya menjadi orang lain dan bahkan makhluk lain. Dia benar-benar nenek sihir!“Tolong!”Kudengar suara teriakan minta tolong lagi dari dalam diri Harum, kali ini suara itu juga diiringi raungan kesakitan. Jelas bukan Harum yang berteriak, karena mulutnya tertutup rapat. Apalagi suara itu terdengar seperti suara Bilqis, tapi mungkinkah yang berada dalam diri Harum itu adalah Bilqis?Pikiranku kembali bimbang untuk memutuskan apa yang akan kulakukan. Bisa saja Bilqis memang berada dalam diri Harum, tetapi bisa saja itu adalah tipuan.Kutarik kembali pedang yang tadinya kuarahkan ke Harum, lebih baik kuulur waktu untuk menemukan jawaban

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Melenyapkan Harum

    “Tolong temanmu itu!” seru Harum bernada mengejek. “Kau pasti mengira, temanmu itu yang sejak tadi berteriak minta tolong, bukan?” lanjutnya diiringi tawa jahat.“Katakan di mana dia!” cecarku.Harum malah tertawa semakin keras, menunjukkan gigi putihnya yang derderet rapi, hingga rongga mulutnya terbuka lebar. Ingin rasanya kuhunuskan pedang pusaka ke mulutnya itu, namun dia belum memberitahuku di mana keberadaan Bilqis sekarang. Temanku itu pasti sedang dalam bahaya!“Aku tidak akan memberitahumu,” jawabnya. “Silakan kau ancam aku, aku tak merasa takut sedikit pun, karena ternyata kemampuanmu tidak ada apa-apanya dibanding aku. Rumor yang beredar di luar sana rupanya hanya omong kosong belaka, mereka bilang kamu jahat dan pandai bermain ilmu hitam tapi kenyataannya kau tak bisa apa-apa selain minta tolong leluhurmu itu. Dan lebih parahnya l

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Permainan Harum

    "Apa yang terjadi?" tanyaku"Katanya, Harum tiba-tiba gusar dan mengajak Mas Wira pulang. Dia menutup perusahaan selama beberapa hari.""Berani sekali dia!" Kupukul dinding tempatku bersandar."Aku langsung mendatangi rumah penjaga keamanan untuk meminta kunci kantor, dan pabrik. Setelah kembali ke kantor, kuperiksa semua dokumen di ruangan Wira. Dan aku menemukan beberapa berkas penjualan kebun dan pabrik. Berkas itu tinggal menunggu tanda tangan darimu," lanjut Bilqis."Itu semua tidak akan terjadi. Aku tak akan pernah menandatangani berkas itu," kataku."Tentu saja, karena aku pun sudah merobeknya!"Aku mendekat, duduk di samping Bilqis. "Lagipula Mas Wira sudah mati dibunuh Harum," kataku.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Malam Mencekam

    “Kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, bukan?” lanjutnya menebak dengan benar. “Bagaimana perjalananmu ke Jurang Cilaka? Aku cukup terkejut melihatmu pulang dengan selamat. Tapi sayang sekali kau datang terlambat, jadi aku harus mengganti tumbal ajianku dengan mengorbankan Mas Wira. Padahal, aku berniat menumbalkan nyawamu, Manis! Dan kau malah terlambat datang, sementara waktu persembahan sudah sangat mendesak. Dan sayangnya lagi … suamimu ini harus mati percuma, karena kau telah membunuh Tengkorak sialan itu. Baguslah, aku jadi tak perlu berurusan dengannya lagi.”Harum menatap dengan tatapan merendahkanku. Dia melihatku yang terduduk di kursi roda, dari ujung kaki hingga ujung kepala. Rupanya dia sudah tahu apa saja yang kulakukan di Jurang Cilaka. Tapi bagaimana dia bisa mengetahuinya?“Sekarang giliranmu yang dikubur di sini, Manis,” tambah Harum dengan tawa jahatnya. &ldquo

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Kuburan Siapa?

    "Bagaimana kalau aku tak mau membantumu?""Aku tak akan membiarkanmu keluar dari tempat ini. Matilah kau perlahan di dasar jurang sana!" Ancam Kakek Tengkorak, dari lubang bola matanya memancarkan api kuning kemerahan."Aku juga sangat membutuhkan wanita bernama Harum. Tak mungkin kuserahkan dia padamu," balasku jujur.Api itu masih belum padam, kini kobarannya keluat dari lubang dan hampir menyambar wajahku. Beruntung aku dapat menghindar."Akulah yang pertama kali mengikat jiwanya. Tak ada yang bisa merebutnya!" ujar Kakek Tengkorak.Aku berpikir sejenak. Mencari jalan terbaik untuk memecahkan permasalahan ini. Wanita yang dimaksud itu pasti Harum maduku, tak ada lagi wanita licik penganut ilmu hitam selain dirinya.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Permintaan yang Sulit

    “Bastian, aku tahu tempat ini sangat mematikan. Tapi percayalah, aku bisa keluar dari tempat ini dengan selamat. Kumohon, jangan persulit situas. Kau tak butuh pedangmu lagi, lebih baik berikan padaku. Aku membutuhkan pedang itu untuk menyelamatkan orang-orang terdekat kita!” balasku setengah berteriak dan menekankan nada pembicaraan.Aku mulai kesal dengan arwah Bastian yang sangat keras kepala.“Tidak mungkin kau bisa selamat, Manis!” bantahnya.Kesabaranku mulai habis. Saat masih hidup maupun sudah mati, Bastian selalu menyebalkan. Dia selalu berpikiran buruk tentangku. Tak hanya dia, bahkan semua orang selalu menilaiku dengan buruk. Hanya karena aku memiliki kelebihan spiritual, mereka kira aku penyihir. Kenapa tidak ada satu orang pun yang percaya bahwa aku ini manusia biasa seperti mereka? Aku hanya memiliki sedikit ‘kelebihan’ yang berbeda dari me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status