Beruntung, Harum tak mengunci pintu kamarnya sehingga aku dapat membukanya dengan mudah.Mereka terkapar di lantai dengan posisi telungkup dan hanya pakaian dalam yang menutupi tubuh mereka."Bangun!" teriakku.Mata kedua penghianat itu mengerjap. Bibir mereka pucat. Ada bekas cakaran binatang buas di punggung mereka, dengan darah kering yang menempel di kulit—meski tak banyak. Aku terkejut, semalam Nyimas dan Mbah hampir saja membunuh mereka!Kulihat Mas Wira mulai menggerakkan jari tangannya. Sementara Harum hanya bisa mengerjapkan mata, mungkin dia sedang mengalami ketindihan."Nyimas dan Mbah-ku, sudahi hukumanmu. Aku ingin mereka tetap hidup," bisikku, lalu meniupkan permohonan itu ke arah tubuh Mas Wira dan Harum.
"Bungkusan ini berisi arsen—""Cukup. Aku sudah tahu nama-nama racun itu. Simpanlah kembali ke dalam tas-mu," ucapku menghentikan Bilqis yang hendak menjelaskan tentang racun-racun itu."Tapi kenapa?""Aku berubah pikiran. Racun berbahan kimia tidak aman untuk digunakan. Itu akan meninggalkan jejak, orang pasti mudah curiga jika Mas Wira meninggal secara tiba-tiba. Terutama para pegawaiku, mereka pasti langsung bisa menebak akulah pelakunya. Apalagi setelah sebulan lalu mereka memergokiku tengah mengubur jasad Mang Diman di pekarangan belakang aula," jawabku."Oh ya, baru sebulan yang lalu kau menghilangkan nyawa seseorang. Lantas, bagaimana dengan rencanamu meracuni Wira? Kita sudah pikirkan ini matang-matang, dan aku sudah bersedia membantumu sejak awal."
"Tidak, Manis! Kau tidak boleh berpikiran seperti itu! Jangan bilang kau mulai jatuh cinta pada suamimu! Dengarkan aku, Manis, cinta itu sampah! Cinta hanya akan melemahkan hatimu. Kau lihat aku, bagaimana dulu aku begitu mengagungkan cinta pada seorang lelaki hingga aku memberikan segalanya, tapi dia malah mencampakkanku dan pergi dengan wanita lain. Itulah yang saat ini sedang direncanakan Wira terhadapmu. Dia akan menguras habis hartamu, lalu setelah dapat, dia akan pergi bersama istri barunya dan mencampakkanmu. Tidak, Manis! Jangan pernah percaya cinta, buanglah rasa cemburu itu."Bilqis berteriak tepat di depan wajahku, dia mengguncang bahuku dengan keras. Angin malam masuk ke dalam ruangan, menyibak ujung rambutku hingga menyentuh bibir."Neng geulis, geura hudang, bageur ...." Tiba-tiba kudengar suara leluhur berbisik di telingaku, mereka mencoba menyelamatkanku dari pera
"Air susu ini bernama poison," jawab Mbah seraya meniup botol bening berisi poison hingga terangkat ke udara, dan berputar-putar di atas telapak tanganku.Aku memperhatikan air berwarna putih yang seperti menyehatkan ini. Hanya setetes saja, dan itu membentuk bulatan sempurna yang mengapung di dalam botol. "Racun?" mataku terbelalak melihatnya."Ya.""Aku butuh yang lebih banyak dari ini, Mbah. Ini kan hanya setetes," ucapku."Mbah dan Nyimas hanya bisa memberimu setetes. Poison itu tidak akan langsung mematikan korban, tetapi akan membuatnya menderita perlahan-lahan sampai kau puas. Kamu jangan khawatir, nanti setiap madumu meneteskan air mata, botol bening itu akan terisi lagi oleh setetes poison. Dan kau bisa gunakan keesokan harinya. Begitu seterusnya, sampai kau puas mempermainkan pend
Senyumku terlempar begitu saja. "Kemarilah, dorong kursi roda berlapis emas ini menuju meja makan," kataku.Harum mengabaikan, dia memilih duduk di kursi dan hendak menyantap hidangan."Ingat, untuk duduk di kursi mewahku itu, kamu harus menuruti perintahku. Apa kau lupa tentang persyaratanku, Harum? Cepat kau dorong kursi roda berlapis emas ini menuju meja makan!" Aku mulai meninggikan suara dan menajamkan intonasi, hingga wanita itu tak jadi duduk dan dengan kesal dia menghampiriku.Sambil memurar bola mata malas, Harum menghampiriku. Dia memegang pegangan kursi roda di belakang pundakku lalu menjerit sebentar."Aw!" pekiknya."Hati-hati, pasti rasanya dingin, bukan? Pegangan itu berlapis emas yang akan terasa dingin menusuk kulit
Kedua kelopak mata berhias eyeshadow warna gold itu memicing, Harum tampak hati-hati sekali menebak maksudku memberinya air susu ini."Air susu penyubur?" tanyanya."Tentu saja. Kalian akan menghabiskan malam pertama, kan? Aku ingin usaha kalian menghasilkan keturunan untuk keluarga ini. Maka dari itu, dengan suka hati kubuatkan susu ini untukmu. Kau tahu, di dunia ini tidak ada Kakak madu sebaik aku! Ayo, terimalah gelas ini dan minum susunya!" bujukku.Harum menepis tanganku. Wanita yang memakai kimono lingerie itu menatapku tak suka."Seseorang yang ingin mendapatkan ikan, harus memberi umpan agar dia mendapat hasil. Aku tahu apa yang sedang kau lakukan, Kak. Kau menginginkan sesuatu dariku, makanya kau bersikap baik seperti ini. Tapi aksal kau tahu, aku tak mau memberikan apapun padamu. Dan asal kau tahu juga, di dunia ini tidak akan ada istri p
"Wanita itu lumayan cerdik juga," jawabku lantas mengajak Bilqis naik ke lantai dua, ke kamarku.Aku memperlihatkan tanah luas di pinggir kamarku pada Bilqis."Luas sekali tanah ini. Untuk apa?" tanyanya."Kuburan mereka."Bilqis tampak merinding."Karena itu, kau jangan cepat-cepat khawatir. Aku telah menyiapkan rumah keabadian mereka, jadi akan kupastikan rencanaku berhasil," lanjutku."Tapi poison itu kan—"Ucapan Bilqis terhenti saat melihat botol bening berisi setetes poison melayang di atas telapak tanganku. Dia cukup terkejut sekaligus lega. "Jadi kau belum menggunakannya? Syukurlah," ucap Bilqis.
"Aku sudah banyak mendengar rumor tentangmu. Bahkan sebelum bertemu dengan Mas Wira, nama keluarga besarmu sudah terkenal sampai ke kampungku," kata Harum. Dia mulai tertarik dengan ceritaku.Saat Harum mengatakannya, timbul rasa ingin tahu dalam diriku. Kapan dan bagaimana Harum dapat bertemu dengan Mas Wira. Dan jika dia sudah tahu tentang rumor keluargaku, kenapa dia malah mau masuk ke dalam keluarga ini? Padahal aku yakin, rumor yang dia dengar itu adalah rumor tentang kejahatan keluargaku di masa lalu. Namun, kusimpan dulu semua pertanyaan itu."Keluargamu menganut ilmu hitam, mereka pemuja setan," lanjut Harum."Tidak, Harum. Bukan seperti itu. Kau salah menilai. Keluargaku bukanlah pemuja setan, tetapi mereka berguru dan berteman dengan makhluk dari alam lain untuk meminta petunjuk dan mendapat dukungan. Waktu itu, nenek moyangku