Share

Hukuman

Author: Widanish
last update Huling Na-update: 2021-09-18 11:39:18

Beruntung, Harum tak mengunci pintu kamarnya sehingga aku dapat membukanya dengan mudah.

 

 

Mereka terkapar di lantai dengan posisi telungkup dan hanya pakaian dalam yang menutupi tubuh mereka.

 

 

"Bangun!" teriakku.

 

 

Mata kedua penghianat itu mengerjap. Bibir mereka pucat. Ada bekas cakaran binatang buas di punggung mereka, dengan darah kering yang menempel di kulit—meski tak banyak. Aku terkejut, semalam Nyimas dan Mbah hampir saja membunuh mereka!

 

 

Kulihat Mas Wira mulai menggerakkan jari tangannya. Sementara Harum hanya bisa mengerjapkan mata, mungkin dia sedang mengalami ketindihan.

 

 

"Nyimas dan Mbah-ku, sudahi hukumanmu. Aku ingin mereka tetap hidup," bisikku, lalu meniupkan permohonan itu ke arah tubuh Mas Wira dan Harum.

 

 

Tak butuh waktu lama mereka berhenti bergerak. Kini mereka dapat bernapas. Dan Mas Wira lah yang pertama bangun. Matanya langsung melotot ketika melihatku.

 

 

"Manis! Setan apa yang kau pelihara di rumah ini? Dia hampir saja membunuhku dan juga Harum!" 

 

 

Itu adalah kata-kata yang pertama kali keluar dari bibir suamiku.

 

 

"Aku tak memelihara setan apa pun, Mas. Apa yang kalian alami semalam, adalah bentuk dari perbuatan jelek kalian. Setan-setan itu berasal dari dalam diri kalian sendiri!" jawabku.

 

 

Mas Wira memang tidak mengetahui tentang leluhurku. Dia hanya tahu rumah ini angker, sering mengalami kejadian mistis, dan Mas Wira menganggapnya sebagai hal gaib.

 

 

"Beberapa kali aku mengalami kejadian aneh di rumah ini, dan kali ini adalah yang terparah! Setan itu mengirimkan dua ekor harimau yang mencakar punggung kami. Kau lihat sendiri, Manis!" tunjuk Mas Wira pada luka cakaran di punggungnya, juga punggung Harum. Seolah-olah dia sedang meminta pertanggungjawaban dariku. "Aku tahu harimau-harimau itu gaib, tapi kenapa cakarannya sangat nyata, Manis?!" lanjutnya bertanya.

 

 

 

Sebelah sudut bibirku terangkat sedikit, sehingga Mas Wira dapat melihatku tengah menyeringai.

 

 

"Bukankah sudah kuingatkan, bahwa rumah ini akan menghukum setiap orang yang berniat jahat dan menyakitiku? Semakin kau berbuat jahat, semakin kau menyakitiku, dan semakin dalam aku merasa tersakiti, maka hukuman yang akan kau terima pun akan lebih menyakitkan. Sekarang, lebih baik tanyakan pada dirimu, apa yang kau perbuat dengan Harum di kamar ini tadi malam? Itulah alasannya. Kau celaka akibat ulahmu sendiri!" jawabku.

 

 

"Aku tahu kau bermain ilmu hitam, Manis! Kekayaanmu yang fantastis ini juga kau dapat berkat menggeluti ilmu itu, kan?" 

 

 

"Aku sudah kaya bahkan sebelum aku dilahirkan, Mas."

 

 

"Dengar, Manis. Jangan sekali-kali kau berniat untuk membunuhku ataupun Harum!" ancamnya.

 

 

"Hahaha." Aku tertawa mendengarnya. Lelaki bodoh itu mau mengancamku? Memangnya dia bisa apa?! "Mas Wira-ku sayang, manusia hanya akan celaka akibat ulahnya sendiri. Jangan pernah menyalahkan orang lain."

 

 

Mas Wira mencoba bangkit. Dia berpegangan ke kaki ranjang dan perlahan-lahan berhasil berdiri, melangkah mendekat hendak melakukan sesuatu.

 

 

"Berhenti!" cegahku. "Turunkan telapak tangan yang kau angkat ke udara itu. Kau tak akan bisa menamparku. Seumur hidupmu, sebanyak apapun kau mencoba, kau tak akan pernah berhasil melakukan kekerasan fisik padaku."

 

 

"Dasar kau wanita jahat!" hardiknya. "Tak sudi aku memiliki istri sepertimu. Apa kau tak sadar, Manis. Sifat angkuh dan kasarmu itulah yang membuatku berpaling hingga kini aku lebih mencintai Harum!" ucapnya. "Aku berubah pikiran, aku akan segera menceraikanmu! Persetan dengan harta yang kau janjikan!"

 

 

Mengeluarkan sesak di dada, aku berteriak pada lelaki yang baru saja bicara akan menceraikanku itu. "Tidak bisa, Mas! Kau telah memohon padaku untuk menikah lagi dan aku mengizinkan dengan hati tercabik-cabik! Hatiku terlanjur koyak! Kau harus tetap menikah tanpa menceraikanku. Karena aku ingin melihat bagaimana kehidupan rumah tangga kalian, aku ingin melihat sejauh mana kalian bertahan! Sebelum hatiku kembali utuh, aku tak akan membiarkan kalian pergi dari rumah ini," tegasku penuh dendam. "Lihatlah di aula sana, semua orang sedang menghias pelaminan. Sekarang bersiaplah. Bangunkan Harum. Kalian harus tetap bugar untuk acara pernikahan besok. Aku akan pergi bersama Bilqis, dan akan pulang lusa."

 

 

Kuputar kursi roda, meninggalkan Mas Wira dan Harum yang tak berdaya di dalam kamar peraduan mereka.

 

 

*

 

 

Dua jam setengah yang dibutuhkan untuk sampai di rumah singgah milik keluargaku yang sudah turun-temurun ini. Sebuah rumah panggung terbuat dari kayu sebagai bahan utamanya. Aku dan Bilqis memasuki ruangan utama dengan banyak benda pusaka terpajang, juga bau dupa yang senantiasa semerbak setiap kali memasuki ruangan ini.

 

 

Aku menyalakan dua buah damar, sementara Bilqis duduk di lantai kayu. Tangannya sibuk merogoh isi tas. Dia adalah seorang dokter yang sudah menjadi sahabat karibku sedari aku kecil. Persahabatan kami tak bisa terpisahkan oleh apapun. Kami sudah teruji oleh waktu dan juga berbagai rintangan yang menghadang, kami juga sudah saling mengetahui keburukan masing-masing. Sehingga, tak perlu ada lagi yang disembunyikan.

 

 

"Kau membawa barangnya?" tanyaku.

 

Bilqis mengeluarkan tangannya dari tas dengan kondisi mengepal, kemudian perlahan-lahan membuka kepalan tangannya dan terlihatlah lima bungkus barang yang kupesan.

 

 

"Ada lima jenis racun mematikan yang kubawa. Kau mau pilih yang mana?" Bilqis menatapku, bertanya seraya mengangkat sebelah alis.

 

 

 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Kemenangan

    Entah siasat apalagi yang dilakukannya. Harum begitu mudah mengecohku. Tapi aku yakin, yang berada dalam dirinya itu bukanlah sosok Bilqis—temanku—yang sesungguhnya. Wanita itu pasti memiliki ilmu untuk merubah dirinya menjadi orang lain dan bahkan makhluk lain. Dia benar-benar nenek sihir!“Tolong!”Kudengar suara teriakan minta tolong lagi dari dalam diri Harum, kali ini suara itu juga diiringi raungan kesakitan. Jelas bukan Harum yang berteriak, karena mulutnya tertutup rapat. Apalagi suara itu terdengar seperti suara Bilqis, tapi mungkinkah yang berada dalam diri Harum itu adalah Bilqis?Pikiranku kembali bimbang untuk memutuskan apa yang akan kulakukan. Bisa saja Bilqis memang berada dalam diri Harum, tetapi bisa saja itu adalah tipuan.Kutarik kembali pedang yang tadinya kuarahkan ke Harum, lebih baik kuulur waktu untuk menemukan jawaban

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Melenyapkan Harum

    “Tolong temanmu itu!” seru Harum bernada mengejek. “Kau pasti mengira, temanmu itu yang sejak tadi berteriak minta tolong, bukan?” lanjutnya diiringi tawa jahat.“Katakan di mana dia!” cecarku.Harum malah tertawa semakin keras, menunjukkan gigi putihnya yang derderet rapi, hingga rongga mulutnya terbuka lebar. Ingin rasanya kuhunuskan pedang pusaka ke mulutnya itu, namun dia belum memberitahuku di mana keberadaan Bilqis sekarang. Temanku itu pasti sedang dalam bahaya!“Aku tidak akan memberitahumu,” jawabnya. “Silakan kau ancam aku, aku tak merasa takut sedikit pun, karena ternyata kemampuanmu tidak ada apa-apanya dibanding aku. Rumor yang beredar di luar sana rupanya hanya omong kosong belaka, mereka bilang kamu jahat dan pandai bermain ilmu hitam tapi kenyataannya kau tak bisa apa-apa selain minta tolong leluhurmu itu. Dan lebih parahnya l

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Permainan Harum

    "Apa yang terjadi?" tanyaku"Katanya, Harum tiba-tiba gusar dan mengajak Mas Wira pulang. Dia menutup perusahaan selama beberapa hari.""Berani sekali dia!" Kupukul dinding tempatku bersandar."Aku langsung mendatangi rumah penjaga keamanan untuk meminta kunci kantor, dan pabrik. Setelah kembali ke kantor, kuperiksa semua dokumen di ruangan Wira. Dan aku menemukan beberapa berkas penjualan kebun dan pabrik. Berkas itu tinggal menunggu tanda tangan darimu," lanjut Bilqis."Itu semua tidak akan terjadi. Aku tak akan pernah menandatangani berkas itu," kataku."Tentu saja, karena aku pun sudah merobeknya!"Aku mendekat, duduk di samping Bilqis. "Lagipula Mas Wira sudah mati dibunuh Harum," kataku.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Malam Mencekam

    “Kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, bukan?” lanjutnya menebak dengan benar. “Bagaimana perjalananmu ke Jurang Cilaka? Aku cukup terkejut melihatmu pulang dengan selamat. Tapi sayang sekali kau datang terlambat, jadi aku harus mengganti tumbal ajianku dengan mengorbankan Mas Wira. Padahal, aku berniat menumbalkan nyawamu, Manis! Dan kau malah terlambat datang, sementara waktu persembahan sudah sangat mendesak. Dan sayangnya lagi … suamimu ini harus mati percuma, karena kau telah membunuh Tengkorak sialan itu. Baguslah, aku jadi tak perlu berurusan dengannya lagi.”Harum menatap dengan tatapan merendahkanku. Dia melihatku yang terduduk di kursi roda, dari ujung kaki hingga ujung kepala. Rupanya dia sudah tahu apa saja yang kulakukan di Jurang Cilaka. Tapi bagaimana dia bisa mengetahuinya?“Sekarang giliranmu yang dikubur di sini, Manis,” tambah Harum dengan tawa jahatnya. &ldquo

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Kuburan Siapa?

    "Bagaimana kalau aku tak mau membantumu?""Aku tak akan membiarkanmu keluar dari tempat ini. Matilah kau perlahan di dasar jurang sana!" Ancam Kakek Tengkorak, dari lubang bola matanya memancarkan api kuning kemerahan."Aku juga sangat membutuhkan wanita bernama Harum. Tak mungkin kuserahkan dia padamu," balasku jujur.Api itu masih belum padam, kini kobarannya keluat dari lubang dan hampir menyambar wajahku. Beruntung aku dapat menghindar."Akulah yang pertama kali mengikat jiwanya. Tak ada yang bisa merebutnya!" ujar Kakek Tengkorak.Aku berpikir sejenak. Mencari jalan terbaik untuk memecahkan permasalahan ini. Wanita yang dimaksud itu pasti Harum maduku, tak ada lagi wanita licik penganut ilmu hitam selain dirinya.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Permintaan yang Sulit

    “Bastian, aku tahu tempat ini sangat mematikan. Tapi percayalah, aku bisa keluar dari tempat ini dengan selamat. Kumohon, jangan persulit situas. Kau tak butuh pedangmu lagi, lebih baik berikan padaku. Aku membutuhkan pedang itu untuk menyelamatkan orang-orang terdekat kita!” balasku setengah berteriak dan menekankan nada pembicaraan.Aku mulai kesal dengan arwah Bastian yang sangat keras kepala.“Tidak mungkin kau bisa selamat, Manis!” bantahnya.Kesabaranku mulai habis. Saat masih hidup maupun sudah mati, Bastian selalu menyebalkan. Dia selalu berpikiran buruk tentangku. Tak hanya dia, bahkan semua orang selalu menilaiku dengan buruk. Hanya karena aku memiliki kelebihan spiritual, mereka kira aku penyihir. Kenapa tidak ada satu orang pun yang percaya bahwa aku ini manusia biasa seperti mereka? Aku hanya memiliki sedikit ‘kelebihan’ yang berbeda dari me

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status