Share

Hukuman

Beruntung, Harum tak mengunci pintu kamarnya sehingga aku dapat membukanya dengan mudah.

 

 

Mereka terkapar di lantai dengan posisi telungkup dan hanya pakaian dalam yang menutupi tubuh mereka.

 

 

"Bangun!" teriakku.

 

 

Mata kedua penghianat itu mengerjap. Bibir mereka pucat. Ada bekas cakaran binatang buas di punggung mereka, dengan darah kering yang menempel di kulit—meski tak banyak. Aku terkejut, semalam Nyimas dan Mbah hampir saja membunuh mereka!

 

 

Kulihat Mas Wira mulai menggerakkan jari tangannya. Sementara Harum hanya bisa mengerjapkan mata, mungkin dia sedang mengalami ketindihan.

 

 

"Nyimas dan Mbah-ku, sudahi hukumanmu. Aku ingin mereka tetap hidup," bisikku, lalu meniupkan permohonan itu ke arah tubuh Mas Wira dan Harum.

 

 

Tak butuh waktu lama mereka berhenti bergerak. Kini mereka dapat bernapas. Dan Mas Wira lah yang pertama bangun. Matanya langsung melotot ketika melihatku.

 

 

"Manis! Setan apa yang kau pelihara di rumah ini? Dia hampir saja membunuhku dan juga Harum!" 

 

 

Itu adalah kata-kata yang pertama kali keluar dari bibir suamiku.

 

 

"Aku tak memelihara setan apa pun, Mas. Apa yang kalian alami semalam, adalah bentuk dari perbuatan jelek kalian. Setan-setan itu berasal dari dalam diri kalian sendiri!" jawabku.

 

 

Mas Wira memang tidak mengetahui tentang leluhurku. Dia hanya tahu rumah ini angker, sering mengalami kejadian mistis, dan Mas Wira menganggapnya sebagai hal gaib.

 

 

"Beberapa kali aku mengalami kejadian aneh di rumah ini, dan kali ini adalah yang terparah! Setan itu mengirimkan dua ekor harimau yang mencakar punggung kami. Kau lihat sendiri, Manis!" tunjuk Mas Wira pada luka cakaran di punggungnya, juga punggung Harum. Seolah-olah dia sedang meminta pertanggungjawaban dariku. "Aku tahu harimau-harimau itu gaib, tapi kenapa cakarannya sangat nyata, Manis?!" lanjutnya bertanya.

 

 

 

Sebelah sudut bibirku terangkat sedikit, sehingga Mas Wira dapat melihatku tengah menyeringai.

 

 

"Bukankah sudah kuingatkan, bahwa rumah ini akan menghukum setiap orang yang berniat jahat dan menyakitiku? Semakin kau berbuat jahat, semakin kau menyakitiku, dan semakin dalam aku merasa tersakiti, maka hukuman yang akan kau terima pun akan lebih menyakitkan. Sekarang, lebih baik tanyakan pada dirimu, apa yang kau perbuat dengan Harum di kamar ini tadi malam? Itulah alasannya. Kau celaka akibat ulahmu sendiri!" jawabku.

 

 

"Aku tahu kau bermain ilmu hitam, Manis! Kekayaanmu yang fantastis ini juga kau dapat berkat menggeluti ilmu itu, kan?" 

 

 

"Aku sudah kaya bahkan sebelum aku dilahirkan, Mas."

 

 

"Dengar, Manis. Jangan sekali-kali kau berniat untuk membunuhku ataupun Harum!" ancamnya.

 

 

"Hahaha." Aku tertawa mendengarnya. Lelaki bodoh itu mau mengancamku? Memangnya dia bisa apa?! "Mas Wira-ku sayang, manusia hanya akan celaka akibat ulahnya sendiri. Jangan pernah menyalahkan orang lain."

 

 

Mas Wira mencoba bangkit. Dia berpegangan ke kaki ranjang dan perlahan-lahan berhasil berdiri, melangkah mendekat hendak melakukan sesuatu.

 

 

"Berhenti!" cegahku. "Turunkan telapak tangan yang kau angkat ke udara itu. Kau tak akan bisa menamparku. Seumur hidupmu, sebanyak apapun kau mencoba, kau tak akan pernah berhasil melakukan kekerasan fisik padaku."

 

 

"Dasar kau wanita jahat!" hardiknya. "Tak sudi aku memiliki istri sepertimu. Apa kau tak sadar, Manis. Sifat angkuh dan kasarmu itulah yang membuatku berpaling hingga kini aku lebih mencintai Harum!" ucapnya. "Aku berubah pikiran, aku akan segera menceraikanmu! Persetan dengan harta yang kau janjikan!"

 

 

Mengeluarkan sesak di dada, aku berteriak pada lelaki yang baru saja bicara akan menceraikanku itu. "Tidak bisa, Mas! Kau telah memohon padaku untuk menikah lagi dan aku mengizinkan dengan hati tercabik-cabik! Hatiku terlanjur koyak! Kau harus tetap menikah tanpa menceraikanku. Karena aku ingin melihat bagaimana kehidupan rumah tangga kalian, aku ingin melihat sejauh mana kalian bertahan! Sebelum hatiku kembali utuh, aku tak akan membiarkan kalian pergi dari rumah ini," tegasku penuh dendam. "Lihatlah di aula sana, semua orang sedang menghias pelaminan. Sekarang bersiaplah. Bangunkan Harum. Kalian harus tetap bugar untuk acara pernikahan besok. Aku akan pergi bersama Bilqis, dan akan pulang lusa."

 

 

Kuputar kursi roda, meninggalkan Mas Wira dan Harum yang tak berdaya di dalam kamar peraduan mereka.

 

 

*

 

 

Dua jam setengah yang dibutuhkan untuk sampai di rumah singgah milik keluargaku yang sudah turun-temurun ini. Sebuah rumah panggung terbuat dari kayu sebagai bahan utamanya. Aku dan Bilqis memasuki ruangan utama dengan banyak benda pusaka terpajang, juga bau dupa yang senantiasa semerbak setiap kali memasuki ruangan ini.

 

 

Aku menyalakan dua buah damar, sementara Bilqis duduk di lantai kayu. Tangannya sibuk merogoh isi tas. Dia adalah seorang dokter yang sudah menjadi sahabat karibku sedari aku kecil. Persahabatan kami tak bisa terpisahkan oleh apapun. Kami sudah teruji oleh waktu dan juga berbagai rintangan yang menghadang, kami juga sudah saling mengetahui keburukan masing-masing. Sehingga, tak perlu ada lagi yang disembunyikan.

 

 

"Kau membawa barangnya?" tanyaku.

 

Bilqis mengeluarkan tangannya dari tas dengan kondisi mengepal, kemudian perlahan-lahan membuka kepalan tangannya dan terlihatlah lima bungkus barang yang kupesan.

 

 

"Ada lima jenis racun mematikan yang kubawa. Kau mau pilih yang mana?" Bilqis menatapku, bertanya seraya mengangkat sebelah alis.

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status