“Sumpah gue nggak nyangka lo bakal merusak pesta pernikahan si berengsek itu.”
Anton tidak berpikir Ayumie akan senekat itu menghajar Jo di depan tamu undangan sampai berdarah-darah sampai aksi Ayumie membuat heboh para tamu undangan. Jelas perbuatan Ayumie itu mereka digiring keluar oleh pihak security hotel.
“Kalau membunuh tidak lah berdosa, mungkin tersisa hanya nama saja!”
Anton dibuat merinding dengan jawaban Ayumie, dia menatap Ayumie dengan seksama. Tidak ada gurat ketakutan apa lagi kesedihan di wajah cantiknya seolah aksinya tadi melupakan luka dihatinya atas perbuatan Jo.
“Serem banget anaknya pak Suga kalo lagi ngamuk,” kata Anton dengan tawa. Sedikit candaan agar mereka tidak setegang ini. Dia pikir setelah Ayumie membuat pria itu babak belur dia akan lega tapi kenyataanya tidak, dari tatapan Ayumie yang kosong seolah masih ada yang mengganjal yang entah apa.
“Sepertinya lo belum puas?”
“Belum,” jawab Ayumie pendek dan hal itu membuat Anton salah menilai Ayumie. “Si berengsek itu bukan menggagalkan pernikahan gue aja tapi juga sudah membuat keluarga gue kecewa terutama ibu gue.” Ayumie melirik sekilas. “Jo calon menantu kesayangan ibu gue.”
“Apa karena Jo aparat polisi sampai ibu lo sayang banget?”
Ayumie menggeleng tidak, ibunya menyukainya karena sikap Jo yang ramah dan sopan pada orang tuanya sementara pikiran Anton tidak kesana. Menurutnya, sebagian orang di kampungnya akan senang dan merasa terpandang jika salah satu putrinya menikah dengan anggota polisi.
Anton menoleh ke belakang ketika tidak mendengar jawabannya, Ayumie berhenti dan menatap bangunan besar di sampingnya.
“Ayo jalan lagi, apart gue masih jauh.”
“Gue pengen kesini.”
Ayumie menunjukkan bangunan besar club malam yang cukup ternama di Orchard.
“Lo yakin mau ke sini?” Anton ragu, dia memang bukan teman dekatnya tapi Anton tahu keseharian Ayumie sebagai wanita baik dan alim jauh dari tempat seperti ini.
Lagi, lagi Ayumie tak memberi jawaban namun menarik satu tangan Anton untuk segera masuk kedalam untuk menemaninya. Ayumie butuh sedikit alkohol untuk menenangkan hati dan pikirannya yang kacau. Ayumie ingin melupakan Jo begitu juga pernikahanya yang kacau.
“Cukup Ayumie.” Anton mengambil paksa gelas kecil berisi cairan hitam yang entah keberapa telah di tenggak wanita berusia 20 tahun itu. “Gue tahu lo lagi patah hati tapi otak lo juga jangan sempit kayak gini dong sampai meracuni tubuh lo sama minuman keras kayak gini.”
“Nggak usah banyak bacot lo, Ton,” Ayumie bersungut marah sambil merebut gelas kecilnya. Minuman keras yang membakar tenggorokannya ini sedikitnya bisa membantunya. “Nggak usah banyak komentarin gue.”
“Bukan git—“
Ayumie membekap mulut Anton yang terus menasehatinya dan meminta diam. Hari yang sangat berat, Ayumie menarik nafasnya seiiring memandangi penjuru club mewah tersebut sembari kembali menenggak minumannya.
“Pulanglah. Gue nggak butuh lo ada disini.”
“Tapi—“ Pria itu mengibaskan sebelah tangannya meminta wanita itu untuk pergi dari hadapannya.
“Gue lagi nggak butuh ditemani oleh siapapun.”
“Gue akan tetap disini menemani lo, Batara!” tegasnya walaupun pria itu sudah tiga kali memintanya untuk pergi. “Suka tidak suka gue akan tetap disini.”
Wanita berjaket merah itu memandangi tempat yang dipadati ratusan orang penikmat malam.
“Kenapa lo pilih tempat ini buat ngadem?” Club malam bukan tempat yang cocok untuk situasi pria itu yang tengah berduka.
Batara melotot, dia kesal karena sejak tadi wanita itu tak henti mengganggunya dengan nasehat-nasehatnya. Tak ingin diganggu dia memanggil orangnya untuk menarik paksa teman baiknya untuk untuk pergi menjauh. Dia ingin sendiri, menikmati kerasnya cairan hitam ini membakar tumbuhnya.
‘Si preman kampung itu dibayar oleh seseorang. 100 juta, Yum.’
Ayumie menarik nafasnya dalam-dalam teringat dengan obrolan nya bersama Gistharra sahabat dekatnya. Sahabatnya itu menceritakan hal yang diketahuinya sejam Ayumie sah menikah menjadi istri Galang.
‘Aku rasa orang itu bukan Jo. Entahlah, siapa. Lo ada masalah sama apa sama preman kampung itu sampai di punya rencana lain buat lo dan keluarga lo? Dia mengancam bokap lo!'
Sama sekali tidak ada, Ayumie dan Galang memang sudah tidak akur sejak dulu karena pria itu sering membuat resah kampungnya.
‘Gue denger setelah Galang bisa menikmati tubuh lo dan membuat bokap lo miskin dia akan buang lo dan keluarga lo jauh-jauh.’
“Itu tidak akan terjadi, Gie,” ucap Ayumie seraya mencengkram kuat gelas kecil yang sedang dipegangnya.
Sudi di gauli oleh preman kampung sekalipun pria itu sah jadi suaminya, Ayumie jadi memiliki ide untuk menggagalkan rencana Galang. Ayumie mengedarkan pandangannya, mencari seorang pria untuk menemaninya malam ini.
Ya, just one night.
“Ah, sepertinya pria itu tidak terlalu buruk,” ucap Ayumie, bibirnya tertarik membentuk senyuman lebar saat menemukan pria yang tepat untuk menemaninya.
Ayumie bangun, ia merapikan terlebih dulu penampilannya untuk mendekati si tampan yang berada di ujung sana seorang diri setelah itu mendekati pria itu. Tanpa basa basi, Ayumie begitu saja duduk diatas pangkuan pria asing itu yang berjingkat kaget namun, Ayumie menunjukkan senyuman terbaiknya.
“Hai tampan,” goda Ayumie diiringi kerlingan mata.
Kedua tangannya bergerak nakal mengusap dada bidan nan kokoh itu secara sensual lalu bertengger di bahu kekar si tampan yang menatapnya horor. Ah, Ayumie tak takut akan hal itu, Ayumie justru terpesona akan sepasang mata indah hijau keemasan si pria itu.
“Bisakah Nona bangun dari pahu ku?”
Ayumie menggeleng manja dengan bibir yang mengerucut manja. “Tidak! Aku sudah terlalu jatuh hati pada matamu yang indah ini,” aku Ayumie terus terang, alkohol yang menyengat ini membuat pikirannya dangkal.
Ayumie menatap wajah tampan si pria, matanya yang indah, bibirnya yang tebal nan seksi membuatnya kesulitan walau hanya menelan ludahnya. Ayumie mengusap lembut rahang pria itu yang mengetat.
“Tampan, bagaimana kalo kamu temani aku malam ini bermain?”
Pria itu mengernyit, Ayumie mendekatkan wajahnya lalu berbisik di telinga si pria. “Aku ingin bercintta denganmu,” Ayumie menatap dengan senyuman meski dijawab dengan pelototan pria itu yang semakin menjadi. “Tenang saja, aku akan membayarmu dengan harga mahal.”
Pria itu tersenyum menyeringai, apa wajahnya yang tampan ini seperti pria bayaran? Berani sekali wanita asing ini mengajaknya bercintta?
“Anda salah orang, Nona.”
“Sstt....” Ayumie meletakkan telunjuknya di bibir tebal pria itu. “Katakan saja berapa yang kamu mau aku akan membayarnya. Aku tidak suka penolakan,” tegas Ayumie.
Pria itu menarik tubuh Ayumie untuk semakin dekat. Ayumie melotot kaget ketika pria itu mendaratkan bibirnya di telinganya lalu berbisik, “Tarifku sangat mahal, Nona. Aku yakin anda tidak mampu membayar.”
“Oh, ya?” Pria itu berikan membenarkan.
Ayumie mencebikkan bibirnya karena penolakan namun, ia menatap si tampan itu dengan tatapan memohon. Pria tampan itu gemas dengan ekspresi Ayumie.
“Baiklah,” katanya singkat. Ayumie tersenyum lebar dengan wajah yang berseri senang. “Pastikan kamu melunasinya malam in. Aku akan memuaskanmu sampai kamu tidak bisa melarikan diri esok pagi. Apa Nona, sanggup?”
Ayumie mengangguk sangat sanggup, bola mata hitam legamnya membeliak saat pria itu memukul pelan panttanya.
“Kau sangat nakal, Nona?” ucap pria itu seraya membawa Ayumie ke dalam gendongan.
“Agh,” Ayumie dibuat jantungan saat pria itu melemparkan tubuh kecilnya ke atas ranjang king size setelah mereka memesan kamar vvip. “Apa selama ini kamu bermain kasar dengan wanita, Tuan?”
“I’m fuccking hard!” bisiknya seiring menghimpit tubuhnya dan melumat bibirnya dengan rakus. Ciuman yang terkesan buru-buru itu berhasil membakar tubuh dan membangkitkan gairahnya.
“Bolehkan kamu melepaskan topengmu, cantik?”
“Nope! Aku membayarmu dengan mahal maka anda tidak boleh melihat wajahku, Tuan,” tolak Ayumie.
Wajah pria itu terlihat kesal tapi dia pun tak ingin mengakhiri permainan ini. “Kalau begitu beritahu namamu,” tanya si pria tak lain Batara disela ciumannya.
Ayumie berikan gelengan pelan, pria itu kembali menatap kecewa. “This’ just one night, Sir. Kita tidak boleh memberitahukan identitas kita, oke?”
Batara bangun dari posisinya, Ayumie ikut bangun dan duduk diatas tempat tidur dengan perasaan sedikit cemas. Ayumie takut pria itu menolak bercintta dengannya.
“Ada apa?” tanya Ayumie harap-harap cemas.
“Kita punya masalah.”
Kening Ayumie berkerut, bahkan pandangannya tak lepas pada pria asing itu yang sedang membuka laci satu persatu.
“Masalah apa?”
“Aku tidak membawa pengaman.”
Ayumie berseru lega, itu masalah kecil. Ayumie berlarian kecil lalu bergelayut manja di punggung pria itu. “Tak perlu anda cemaskan, Tuan. Anda bisa keluarkan benihmu di luar,” saran Ayumie.
Batara menurunkan tubuh Ayumie, lalu melucutinya dengan gerakan tergesa-gesa. Dia mengajaknya ke ranjangnya setuju dengan saran wanita itu. Ayumie memejamkan kedua matanya sesaat, ketika merasakan kulit telanjang si pria menyentuh lengannya. Tangan kekarnya bergerilya di tubuhnya membuat jantung Ayumie semakin memburu kencang.
“Ah,” jerit Ayumie lepas, jari lentik nan kokoh pria itu menyentuh titik sensitifnya. Ayumie menelan ludah dan reflek menahan pergelangan tangan pria tersebut.
“Apa Nona ingin mundur?” Dia melihat keraguan yang nampak di wajah Ayumie. “Anda boleh membatalkan semua ini sebelum semuanya terlambat,” Batara masih memberikan penawaran sebelum permainan ini dimulai dan cukup sampai disini saja.
“Aku ingin bercintta denganmu.”
Pria itu tersenyum untuk kedua kalinya, dia menggenggam pergelangan tangan Ayumie dan membawa dua tangan itu ke atas kepala wanita tersebut. Didaratkan kecupan di bibir Ayumie, sekalipun tidak ada kelembutan di sana karena ciuman pria itu begitu menuntut.
Ayumie, tidak peduli lagi saat tangan pria itu sudah berakhir di tempat yang seharusnya tidak boleh dijamah itu karena dia berstatus istri orang. Tapi, sekali lagi Ayumie tidak peduli. Dialah yang sudah melemparkan diri pada pria bayaran tersebut.
Saat pria itu melepaskan perlindungan terakhir yang melekat di tubuhnya untuk segera menyatu. Jeritan kerasnya membuat Batara kaget setelah berhasil menembus benteng pertahanan yang sangat sulit itu. Dia melotot, kaget dan terdiam menatap Ayumie saat mendapati adiknya yang terdapat darah.
“Are you still a virgin, hm?” Pria itu terlihat marah, dia hendak bangun untuk mengakhiri permainan ini namun, Ayumie menahan pinggul pria itu dengan tatapan memohon untuk tidak pergi dari atas tubuhnya.
“Jangan berhenti.”
Satu alis pria itu terangkat sering menatap aneh. “Tapi—”
“Berapapun aku akan membayarmu,” mohon Ayumie.
Ini bukan masalah bayaran, Batara merasa bersalah karena sudah merusak wanita yang sejak tadi dia kira wanita murahan yang haus kenikmatan pria.
“Please...”
Batara melumat kembali bibir manis wanita itu dan kembali menyatu menggerakan perlahan membawa adiknya lebih dalam lagi kedalam tubuh wanita itu menikmati hal yang belum pernah dia lakukan sepanjang hidupnya.
Batara mengecup keningnya, dia tersenyum menatap wanita itu dengan nafas yang tersengal. Dia membantingkan tubuhnya di samping Ayumie lalu memeluk Ayumie erat setelah cairan hangat dan kental merembes keluar dari bagian Ayumie.
“Astaga, kau mengeluarkan benihmu di dalam, hah?”
“Gue nggak janji,” Batara berbicara di panggilan telepon dengan seseorang.“Ndan,” Batara menoleh ke arah pintu, dia menginterupsi anak buahnya untuk duduk terlebih dulu menunggunya sebentar.“Gue masih banyak kerjaan ini ada beberapa kasus yang udah lama banget molor, Batara menolak halus ajakan seseorang di seberang sana untuk datang.Batara ingin segera menyelesaikan kasus Ayumie yang sudah cukup lama Batara abaikan, kasus yang dianggap remeh yang ternyata kini sudah banyak menelan korban di luaran sana.‘Korbannya masih muda, Batara,’ Kata-kata Adit terngiang di ingatannya di sela telinganya mendengar seseorang itu bicara padanya. ‘Kasihan korbannya, ada yang hamil oleh si pelaku.’
“Mang dawet tiga?” Jerry berteriak kencang seiring menggering Gumilar untuk kesamping kantor tempat biasa mereka makan siang.“Lo udah gila ya Gumie?” Jerry geleng-geleng kepala. “Memukul atasan lo sendiri? Komandan lo sendiri cuman gara-gara cewek?!”Jupri mengambil pesanan Jerry dan memberikan pada Gumilar terlebih dulu supaya hati dan otak temannya yang mendidih karena emosi itu dingin.“Perbuatan lo itu bisa diperkarakan, Gumie. Lo bisa di cepat secara tidak hormat cuman karena masalah kecil,” sambung Jerry ikut kesal, temannya itu tidak bisa mengatur emosinya."Gue sudah tahu resikonya kok, Jerry. Lo nggak usah ceramahin gue karena gue udah siap dengan semua konsekuensinya. Lo nggak tahu apa masalahnya mendingan lo diem aja!”Jupri mengusap bahu Gumilar, dia tahu bagaimana persahabatan Gumilar dan Ayumie begitu juga rasa cinta Gumilar yang besar pada janda cantik itu.Ya, Gumilar ben
“Permainan piano mu luar biasa keren banget, Yumie. Sahabat bosku ikutan nge fans sama kamu,” Zacky berseru kagum seiring menyampaikan amanah saat Ayumie sedang bersiap akan pulang.“Bu boss dan para tamu undangan memuji permainan pianomu. Kerena benget katanya sekarang kamu makin banyak fans, Yumie. Apa nggak kamu pikirkan lagi untuk tidak resign?” tanya Zacky membujuk Ayumie untuk tidak berhenti mengisi kekosongan di Cafe Ryu.“Maaf, Zack. Keputusanku sudah bulat, aku akan tetap resigne.”Ayumie memasang wajah sedemikian biasa menutupi bagaimana sakitnya dan sesaknya hati ini untuk tidak menangis apa yang baru Ayumie saksikan. Dan, Ayumie tak ingin ada sangkut pautannya lagi dengan Batara.Ayumie menarik nafas pelan. “Zack...&r
“Gimana?”“Astaga,” Jackson berjingkat kaget sampai-sampai dia mengusap dadanya. “Sabar kenapa sih, Bata!”Abaikan wajah dinginnya yang terlihat tidak sabaranan ingin segera mengetahui hasil test yang dia bawah. Saat Jackson hendak duduk dia menoleh kesamping dimana Bian muncul. Ternyata bukan dia saja yang dipanggil ke ruangan kerja itu tapi Bian juga sama dan ini pasti urusan si wanita bertopeng itu lagi.“Nih,” Jackson meletakan amplop putih dengan logo rumah sakit swasta yang tertera di sana. “Lo bisa baca sendiri,” katanya.“Tumben cepet banget,” Batara mengambil amplop putih itu dengan tergesa-gesa.“Bilang terima kasih kek, Bata. Nggak semuda
“Cantika masuk duluan ya ke mobil Mommy ada perlu sebentar sama Batara,” kata Ranti seiring mengusap punggung calon menantunya.Ranti ingin bicara empat mata dengan Batara setelah Cantika benar-benar pergi dari tempatnya menuju parkiran, Ranti menarik nafas terlebih dulu seiring pandanganya kini beralih pada Batara yang terlihat sibuk dengan ponselnya.“Malam ini Mommy mau mengadakan pertemuan dengan keluarganya Cantika. Mommy minta kamu datang ke alamat yang nanti Mommy kirim ke kamu Batara.”“Batara sibuk, Mom,” tolak Batara seperti biasa.“Mommy nggak mau dengar alasan apapun lagi darimu, Batara. Ini nggak bisa dibiarkan kamu harus segera menikah agar kelakuanmu itu tidak memalukan seperti tadi dan Mommy ingin kamu secepatnya
“Ndan,” ucap Ayumie lirih di sela pagutannya.Batara melirik, lalu melepaskan pagutannya. “Ada apa, sayang?”Batara menatap manik hitam legam Ayumie diiringi senyuman, satu tangannya membelai lembut pipinya dimana Ayumie terlihat menarik nafasnya tanpa keduanya memutuskan kontak mata.“Jika aku salah tolong bicaralah dan jangan diamkan aku seperti tadi.”Batara terkekeh dikecupnya kening Ayumie. “Aku kesal karena kamu mengembalikan sisa uang yang sudah aku berikan untukmu, sayang.”“Kalau begitu bicaralah karena aku bukan cenayang yang bisa menebak isi pikiranmu.”Batara mendekap tubuhnya. “Ya, aku minta maaf, sayan