Bagi Leo waktu begitu cepat menua, berbanding terbalik dengan Marta, waktu baginya seolah melambat berjalan apalagi sejak Marta terjebak dan bergantung hidup kepada Leo.
Sudah tujuh hari ini Marta ujian semester ganjil, sementara Leo sibuk mengurusi pertunanganya dengan Cindy yang akan dilaksanakan pertengahan bulan depan. Sebenarnya ada mengganjal di hati Marta mendengar pertunangan Leo dari Khiel dua minggu lalu. Tapi Marta masih pura-pura bahagia dengan itu semua,seolah hal itu tak mempengaruhinya.
Yang paling menyakitkan untuknya, Leo sama sekali tidak pernah membahasnya atau sekedar membicarakannya dengannya meski Marta memahami itu bukan urusannya tapi setidaknya mereka satu atap.
"Besok Mama akan terbang dari Singapore. Lalu akan menginap disini satu malam, sebelum dia berangkat lagi ke villannya yang di Bali ke esokannya. Jadi kalau kamu ada waktu tolong temani Mama diantar Pak Ahmad selama di Jakarta!" kata Leo tiba-tiba dan untuk pertama kalinya dia pernah mendiskusikan sesuaatu kepada Marta di sela-sela sarapan mereka.
"Ok." Kata Marta singkat serta acuh seraya memainkan sendok di piringnya. “Laura akan menjemput nanti, dia mau fitting gown buat kamu pakai di acara ...”
"Iya, tunangan, kan?" Belum sempat Leo menyelesaikan kata-katanya, Marta kemudian sudah memotongnya dengan nada lirih tapi ketus.
"What happens with you? sakit kamu ya?" tanya Leo kesal sejenak mengarahkan tatapan serius kepada Marta.
"Lanjutkan Bang, ada lagi?" Marta balik menantang tatapan kesal Leo itu tak mengerti apa yang terjadi dengan suasana hatinya itu.
“Kamu ada masalah, ya?" tanya Leo dengan nada yang menurun dan melunak.
“Apa pedulimu Bang?" jawab Marta ketus.
“What?" Desis Leo seraya mengeryitkan dahinya. Bingung dengan reaksi Marta yang tiba-tiba membangkang dan itu berhasil membuatnya kesal. Sedangkan Marta berlalu begitu saja meninggalkan sarapannya yang belum selesai di atas meja bersama Leo.
“Marta! Marta! What happens with you heh?" teriak Leo tapi Marta mengabaikannya.
“Fucking shit?" Kata Leo kesal seraya menghepasakan sendoknya di atas piring.
“Marta, Marta!” panggilnya lagi seraya menaiki anak tangga menuju ke kamar Marta di lantai atas, tapi Marta mengunci dirinya dari dalam.
"Marta!” buka pintunya, kita perlu bicara!” teriak Leo
Marta menyapu air matanya sebelum akhirnya dia membuka pintu, entah untuk apa dia menangis dan merasa pilu jika itu membahsa soal pertunangan Leo, mengapa dia harus peduli?.
"Ceklek" pintu itu kemudian terbuka.
"What happens with you heh!" seru Leo seraya seraya menarik lengan Marta.
"Nggak ada apa-apa!" jawab Marta, melemparkan tangan Leo dari lengannya tapi terbuang percuma. Karena Leo mengepalnya kencang seraya mengunci pinggang Marta dengan tangannya yang lain. Sehingga Marta jatuh ke dalam dekapanya. Mereka bertemu kulit dengan kulit. Dalam sesaat mereka jatuh dalam pandangan yang intens saling menginginkan.
Leo segera menangkup wajah Marta lalu mendaratkan pagutan di bibir gadis itu. Kemudian Marta membalas pagutan dari Leo. Mereka saling bertukar saliva kemudian membuat keadaan menjadi bisu lengang. Yang terdengar hanya sisa suara degupan jantung dan suara dari pagutan bertubi-tubi dari keduanya.
Untuk Marta, ini adalah ciuman pertamanya tapi untuk Leo dia tidak bisa mengingatnya. Namun bibir Marta jauh lebih nikmat untuk dilahapnya dari gadis cantik manapun yang pernah singgah di hatinya.
“Lepasin Bang!” kata Marta saat Leo mengarahkanya ke tempat tidur disamping mereka berdiri tadi.
“Berhenti Bang!” Marta melepaskan pagutan di antara mereka kemudian mendorong Leo agar membuat jarak di antara mereka. Karena tiba-tiba dikepalnya terlintas pertunangan Leo dan Cindy yang tinggal selangkah lagi dan juga pendidikannya yang sebentar lagi akan bergelar S.Ked di belakang namanya.
Sebaliknya, Leo tidak ingin itu berhenti justru ia semakin liar. Leo tidak melihat benteng yang barusan terlintas di mata Marta. Leo terus memaksanya sebab bagimanapun dia ingin memiliki gadis di hadapannya seutuhnya.
Tidak akan ada satupun yang bisa menghalanginya termasuk pertunanganya dengan Cindy. Namun Marta terus meronta mengelaknya. Membuat Leo geram dengan perubahan Marta yang tiba-tiba menolaknya. Padahal barusan sorot Marta sangat menginginkannya.
“Cup, hmppphhh …” semakin Marta meronta dalam pelukannya semakin membuat Leo bertenaga dan bergairah. Leo menarik tengkuk Marta yang mengelak, di dekapanya, dilumatnya lagi bibir gadis di hadapannya dengan rakus meski pemiliknya enggan, tidak ingin lagi berbagi.
Leo menempelkan kedua bibirnya di leher jenjang gadis itu. Kemudian secara bertubi memberi hisapan di sana hingga meninggalkan tanda merah di lehernya. Leo tidak peduli pemiliknya memohon kepadanya serta berharap menghentikannya namun baginya itu baru saja dimulai.
Leo semakin bersemangat, dilemparnya Marta ke atas ranjang mengunci kedua tangan gadis itu di kedua sisi telinganya. Mengapit tubuh Marta di antara kedua pahanya. Menarik kancing piyama yang dipakai Marta dengan kasar membuat kancing piyama itu berhamburan ke sembarang arah. Lalu untuk pertama sekali Leo bisa melihat sebagian tubuh Marta itu jatuh di pelupuk Matanya yang semakin membuatnya bergairah.
Dilumatnya lagi bibir gadis yang terbaring di bawahnya itu secara membabi buta dari bibir hingga turun ke gunung kembar yang membuncah di dada gadis itu.
“Cup... cup…cup” Leo memberikan hisapan di gunung kembar berbentuk apel milik Marta itu. Memainkan putting dari gunung kembar itu didalam mulutnya seraya mengulumnya sesekali. Memberi sentuhan dan pagutan di sana.
“Lepasin Bang! Please Stop! cukup aku nggak mau.” Pinta Marta memohon dan meronta dibawah kekang Leo.
"Ini hukuman untukmu Marta, karena engkau membantahku dan untuk perbuatanmu enam tahun lalu kepadaku!" kata Leo kepada Marta dengan nada suara yang menderu.
Sedendam itukah Leo kepada Marta padahal ketika itu Marta masih remaja polos, gadis berusia enam belas tahun. Dulu yang Marta tahu itu adalah perbuatan tak senonoh dan pelecahan kepada anak dibawah umur, pikir Marta.
Marta lelah meronta dan pasrah dengan situasinya yang diapit diantara kedua paha lelaki tegap diatasnya. Lelaki yang dipercayanya selama dua tahun ini untuk menjaganya sekaligus dia cintai , mungkin, karena perasaan itu masih samar untuk dipahami olehnya.
Hanya air mata kini yang tersisa di pipinya. Leo kemudian menyadari air mata itu lalu menyekanya kemudian melonggarkan sekapan di lengan gadis itu.
"Plakk ... " tamparan spontan dari Marta mendarat di wajah Leo dua kali. Meninggalkan bekas tanda merah di wajah lelaki itu. Leo hanya terpaku sejenak menyadari kalau yang dilakukannya kepada Marta barusan sangat salah.
Leo membawa Marta ke dalam dekapanya untuk menenangkanya, tapi gadis itu tetap meronta ingin membuat jarak di antara mereka dan Leo tidak berhasil membujuknya.
"Please Maafin aku, forgive me" katanya seraya mengelus-elus rambut gadis itu dan mendekapnya semakin erat sementara air mata Marta tetap menganak sungai di pipinya.
"Aku khilaf Marta, tampar lagi aku jika itu bisa membuatmu puas dan membuatmu memaafkan aku. Aku tak bermaksud mengacaukanmu ataupun merusak cita-citamu" kata Leo
"Tinggalkan aku sendiri Bang, aku mau istrihat" akhirnya suara bindeng dari Marta cukup membuat Leo tenang lalu melepaskan dekapanya. Kemudian Marta membenamkan wajahnya kedalam bantal dengan airmata tetap mengiringi di wajahnya.
Sementara Leo hanya terpaku tak dapat memikirkan apa yang terjadi setelah ini. Leo mengecup kening gadis itu. Lalu menarik bedcover yang sudah tidak berbentuk itu untuk menutupi tubuh Marta yang setengah terbuka karena ulahnya tadi. Leo kemudian berlalu dari jangkaun mata Marta dengan rasa bersalah mengikuti perasaannya.
******
Malam itu Leo tidak dapat kembali ke peraduan. Meskipun malam telah mengirimkan sang mimpi, untuk mengintai masuk melalui ruang dan cela. Setiap sudut peraduan orang, di Camp KKN yang disediakan kepala desa untuk Leo dan teamnya. Sesekali ia mencari posisi tidur yang bisa membuatnya nyaman. Tapi tak juga ia menemukan rasa nyaman yang bisa membawanya ke alam mimpi seolah malam ingin bercengkerama dengannya malam itu.Jika mengingat perjalananya dengan teman-teman kampusnya kedesa ini, dari Medan ke desa ini menempuh jarak tempuh delapan jam. Leo seharunya lelah karena dari kecamatan mereka hanya naik truk. Karena sulit mencari transportasi di desa seperti desa ini.Leo, sesekali mengamati jam dinding yang seolah mengejeknya. dengkuran rekan satu timnya yang saling bersahutan seolah menjadi tameng agar mimpi tidak memasuki alam tidurnya."Jadi kontribusi apa saja yang bisa kami berikan selama di sini, Pak?" tanya Leo memulai percakapan ke arah serius, setelah mere
Pekerjaan pertama Leo dan sembilan temannya selama berada di desa ini adalah membuat persediaan toilet dan supply air bersih. Para gadis remaja lalu-lalang menebar pesonanya masing-masing kepada Leo dan teman-temannya terkecuali Marta.Leo melihatnya melewati area project ketika gadis itu pulang dari sekolah. Tetapi Marta hanya berlalu tanpa melempar pandangan sedikitpun ke arah Leo dan teman-temannya. Sepertinya gadis itu cukup cuek dan dingin dengan orang baru.Leo ingin berbicara dengan gadis itu walau hanya sekedar menyapanya. Tapi Leo tidak berani melakukannya. Dia hanya bisa menatap gadis itu lekat dari jauh. Lagi pula ini adalah perkampungan, tidak mungkin untuknya berlaku se aggresif itu. Orang sekampung bisa menggebukinya dan Leo tidak ingin membayangkan itu terjadi.Jika di kota besar mungkinsiswi SMP seusianya, sudah mempunyai pacar walau hanya sekedar cinta monyet. Apalagiusianya sebentar lagi sudah memasuki SMA. Bahkan jik
Leo dan Marta Menelusuri kembali jalan yang telah mereka lalui sebelumnya, Leo mengamati Marta dengan kayu bakar di kepalanya merasa sangat kagum dengan gadis di hadapanya. Meskipun dengan beban berat di kepalanya dia masih terlihat cantik sangat alami. Yang Leo tahu gadis remaja seusianya di kota-kota besar bahkan sudah mulai mengolekksi alat make-up. Melirik-lirik fashion terbaru. Terutama jika mereka lahir dengan sendok emas mereka telah dimanjakan dengan mobil mewah.Pesta mengundang DJ. Bahkan jika ulang tahun mereka mampu mengundang sekelas bintang Artis K-pop papan atas dengan mudah dengan uang orang tua yang mereka miliki. "Bolehkah aku mengambilnya?" Tanya Leo pada Marta Tiba-tiba menunjuk pada kayu bakar di junjungan Marta. “Ini ringan" jawab Marta dingin enggan untuk berbagi cerita dengan orang yang membuntutinya sadari tadi. "Biar aku coba!" Kata Leo seraya menahan lengan gadis itu yang terpaksa menghentikan langkahnya. “Anak-anak d
"Marta, Marta, Bangun!" suara khas neneknya itu berhasil mengusir sang mimpi itu kembali ke alamnya. Memaksa Marta kembali ke alam sadar kemudian ekor matanya mencari jam dinding di kamarnya.Meski netranya kurang ramah enggan untuk berkompromi. Diantara setengah sadar Marta kemudian tersentak. Karena jam dinding telah menunjukkan pukul enam pagi. Dia terlambat satu jam dari jam biasanya dia bangun. Sementara Marta harus menyiapkan sarapan untuk kedua orang tua yang sudah lanjut usia itu.Melihat dia sibuk di dapur, neneknya mendekati Marta,"Kamu pasti lupa, ini hari Minggu," katanya kepada cucunya, Marta."Jadi jangan terburu-buru, ini adalah hari libur, kegiatanmu hanya beribadah pagi ini, kan? Persiapkan saja dua cangkir kopi lalu antar ke teras" kata neneknya itu lagi ke Marta“Sejak kapan Oppung boru suka kopi?”tanya Marta.“Oppung doli punya tamu,” jawab neneknya."Sepagi ini?" Tanya Marta pe
Antonius memeriksa dengan seksama Curiculum Vitae dan Resume dan proposal pengajuan penerima beasiswa mahasiswa dan mahisiswi berprestasi yang disediakan sekertarisnya di mejanya. Perusahaannya memang aktif memberikan beasiswa bagi mahasiswa dan mahasiswi berprestasi. Rata-rata judul proposal yang mereka ajukansangat menarik, dibacanya satu persatu Lima besar yang lolos untuk menerima beasiswa dari Foundation-nya periode ini. Di CV terakhir dia menemukan Nama yang tak asing baginya Marta Agnes. Ditelitinya pas foto yang menempel di form Foundation itu dengan seksama, ya, dia tidak salah melihat, itu adalah Marta yang menampar pipinya lima tahun lalu. Ah, tamparan itu masih terasa panas dipipinya.tapi diingatnya kembali bibir Marta yang kenyal dan belum tersentuh itu dia benar-benar merindukan gadis berwajah s
“Khiel, beasiswanya gue reject,” katanya di sela-sela musik yang terdengar kencang di acara parade Fashion Show Event milik Laura sahabatnya yang juga kekasih Khiel itu. “I want revenge her, for five years past," kata Leo lagi. “Hanya dia cewek yang berani nolak dan gampar gue ketika gue pengen sebuah Kiss,” kata Leo pada Khiel. “Mabuk loe Leo, waktu itu, kan, Marta baru lima belas tahun Bud” jawab Khiel. “Belum, gue belum mabuk, tetap aja penolakannya bikin terniang-niang di kepala bahkan sampe empat tahun khiel” kata Leo “Dia banyak berubah Khiel, semakin dewasa dan sekarang jadi jauh lebih cakep danManis,” kata Leo ditengah tegukan wine-nya. “Hati-hati Cindy bisa mendengarmu bisa dibunuhnya loe, tahu tunangannya suka ama anak bau kencur dan dari masa lalu, bisa-bisa pernikahan loe ama Cindy gagal karena loe mikirin yang loe udah berusaha lupakan” kata Khiel mencoba memberi advise kepada sah
Marta menjatuhkan tubuhnya begitu kencang ke tempat tidur, menikmati ranjang barunya yang luas serta empuk itu dengan vegas yang membuat tubuhnya serasa berayun diatasnya, dan Bedcover-nya yang tebal dan lembut didominasi warna putih yang membuatnya nyaman dinikmatinya dengan mengusap kedua tangannya diatas pembaringan itu, Marta belum pernah memiliki tempat tidur sebagus itu dan itu berhasil membuatnya tertidur pulas dan lupa mengunci kamarnya, sehingga Leo bisa masuk dan meneliti dan menonton wajah gadis yang sudah tak ABG itu lagi. “I still fall in love you, sama seperti pertama aku melihatmu enam tahun lalu” bisiknya di telinga gadis dalam buaian itu. Dipandanginya guratan setiap wajah itu dan betapa cantik dan manisnya gadis itu bahkan ketika terlelap. Dibenarinya selimut gadis
“Ica, tolong carikan Cake ulang tahun, kirimkan jam tujuh ke Penth-ku, Text Leo, ke sektarisnya yang kocak itu, yang kebetulan masih Lunch diluar. “Model dan artis alay mana nih yang bikin si boss kepincut? tumben suruh nyariin Cake untuk ulang tahun, si mbak Cindy ulang tahun aja dia kaga ingat," gumam Ica pada layar HP-nya. “Lilinnya yang ke brapa Pak boss?” balas Ica pada message W******p Leo. “Dua puluh dua,” balas Leo lagi. “Assiap Pak boss,” balas Ica. Marta sedang mengotak-atik bukunya di meja belajarnya ketika Leo sudah sampai dirumah, dan dia tidak menyadari kehadiran Leo dari balik pintu kamarnya. “Kamu ada terima paket Cake dari Ica,” tanya Leo tiba-tiba mengagetkan Marta karena tidak memberi aba-aba dari luar kamar. “Ada, saya masukin ke Refrigerator," jawab Marta gugup. “Itu buat kamu, kamu ulang tahun hari ini,