Share

BAB 2 - The first How We Met.

Malam itu Leo tidak dapat kembali ke peraduan. Meskipun malam telah mengirimkan sang mimpi, untuk mengintai masuk melalui ruang dan cela. Setiap sudut peraduan orang, di Camp KKN yang disediakan kepala desa untuk Leo dan teamnya. Sesekali ia mencari posisi tidur yang bisa membuatnya nyaman. Tapi tak juga ia menemukan rasa nyaman yang bisa membawanya ke alam mimpi seolah malam ingin bercengkerama dengannya malam itu.

Jika mengingat perjalananya dengan teman-teman kampusnya kedesa ini, dari Medan ke desa ini menempuh jarak tempuh delapan jam. Leo seharunya lelah karena dari kecamatan mereka hanya naik truk. Karena sulit mencari transportasi di desa seperti desa ini.

Leo, sesekali mengamati jam dinding yang seolah mengejeknya. dengkuran rekan satu timnya yang saling bersahutan seolah menjadi tameng agar mimpi tidak memasuki alam tidurnya.

"Jadi kontribusi apa saja yang bisa kami berikan selama di sini, Pak?" tanya Leo memulai percakapan ke arah serius, setelah mereka sebelumnya bertukar nama dan saling berkenalan. Atau setelah kakek tua itu menemukan rasa nyaman untuk bertukar tutur dengan Leo. Maklum ia pendatang di tempat ini. Permisi kepada tetua di desa ini adalah tradisi yang wajib hukumnya.

“Tunggu sebentar, dari tadi kakek lupa menyuruh membuat kopi untukmu." Kata pak tua itu memotong pertanyaan Leo.

“Biar ngobrolnya lebih seru, butuh kopi di pagi hari. Biasanya kakek ke warung kopi. Tapi hari ini, biar Marta yang membuatnya, kebetulan ini masih agak pagi dia belum terlambat kesekolah.” Kata lelaki tua itu lagi dengan aksen batak yang sangat khas.

"Marta, Marta!" teriaknya dari teras rumah setengah beton berdinding kayu, berwarna biru itu.

"Ya oppung!" seorang wanita  bersuara alto menjawab dari dalam rumah. Lalu muncul dan berdiri tepat di belakang pintu kayu, rumah itu. Mengenakan seragam putih biru. Rambutnya sepungung digerai. Hitam. Tebal dan berkilau, dia hanya memberi jepitan di antara poninya. Bentuk wajahnya kecil sangat manis dan sendu. Leo hanya bisa termangu melihatnya.

Bahkan ketika gadis itu melemparkan pandangannya kepada Leo. Leo hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu menunduk tidak tahan dengan tatapan samar dari gadis itu. Dan dalam gumaman dia berkata "Kemana aku selama ini? Kenapa aku tidak tahu, jika ada gadis secantik dan semanis itu pernah kulihat.”

"Keduanya kopi, kan Oppung?" Marta memastikan agar dia tidak salah meneyediakan.

"Bagaimana denganmu Leo?" tanya orang tua itu.

Sementara Marta menunggu jawaban dari Leo. Leo masih saja mengusap - usap tengkuknya yang tidak gatal, entah kenapa bisa muncul saat seperti ini padahal dia mandi tadi sebelum bertemu kakek di hadapanya.

"Kopi eh teh" jawabnya ambigu.

"Kalau begitu kamu buat satu teh dan kopi saja," kata lelaki tua itu menimpali. Kemudian Marta berlalu ditelan daun pintu, mengikuti perintah yang diberikan untuknya.

Saat berbicara dengan lelaki tua itu. Beberapa saat gadis itu muncul lagi dengan telanan  lengkap dengan dua gelas duralex di atasnya. Leo menatap gadis itu lekat. Sedangkan gadis itu hanya bereaksi biasa saja. Tanpa memberikan respon yang membuat Leo salah tingkah.

"Hmmm”, lelaki tua itu berdehem seolah memberi kode bahwa lelaki tua itu sedang mengamati Leo yang begitu lekat menatapi cucunya dan suara deheman kakek tua itu mengacaukannya tatapannya.  

Martha kemudian berlalu dari pandangan keduanya. Setelah Marta meletakkannya di atas meja kayu. Sementara senyum Marta membuat adrenalin Leo tiba-tiba bergejolak, Leo belum pernah melihat gadis yang begitu manis dan mampu memikatnya dalam hitungan menit.

Leo belum pernah merasakannya. Sulit bagi Leo untuk merasakan yang demikian. berbeda dengan Marta, gadis muda yang baru saja dilihatnya. Gadis itu benar-benar berhasil membuat Leo terpesona serta menggetarkan hatinya bahkan pada pandangan pertama.

*Oppung adalah kakek dari suku Batak Toba*

*****

Leo merentangkan kedua tangannya. Menghirup udara diantara rerumputan hamparan daun padi yang terpampang jatuh dipandangannya. Bisa berada di tempat seperti ini sudah sangat lama diimpikannya. Di tempat seperti ini Leo merasa nyaman. Semuanya terasa normal tidak ada yang bersikap palsu kepadanya.

Ya, Leo adalah anak dari salah satu orang tertazir di negeri ini. Pewaris tunggal dari beberapa group perusahaan yang didirikan ayahnya. Ayahnya adalah salah satu pemilik agrobisnis palm oil terbesar yang merambah ke- beberapa belahan dunia.

Dan beberapa kali, ayahnya masuk kedalam daftar sepuluh besar terkaya, versi majalah Forbes. Leo dibesarkan di negara Singa, Singapura. Saat ini Leo sedang menempuh pendidikan di Australia jurusan Manajemen Bisnis. Ayahnya memulai bisnisnya dari kota Pematangsiantar kota kedua setelah kota Medan atua sekitar dua jam dari desa saat ini dia KKN. 

Karena itu Leo memilih desa ini sebagai tempatnya berkarya. Karena mengingat perjalanan ayahnya itu. Maka dia membawa teman kuliahnya ke desa ini agar mampu memberikan kontribusi. Di tempat seperti ini tidak ada yang mengenal Leo. Tidak ada yang tahu jika dia adalah anak dari salah satu konglomerat di negeri ini. 

Yang Leo tahu, dia bebas menjadi dirinya sendiri dan tidak ada yang berpura-pura di sekelilingnya. Terutama wanita yang selalu ingin menempel dengannya yang bahkan sudi telanjang untuknya dan rela menyerahkan diri dengan mudah kepada Leo. Namun dia tau itu semua hanya demi materi semata.

Sementara di komunitas yang didirikan para konglomerat itu. Sebenarnya Leo malas berada diantara mereka. jika bukan karena desakan ayah dan ibunya ia enggan bergabung. Karena Leo tahu tujuan komunitas itu ada. Agar suatu saat antar anak-anak orang tazir di komunitas itu bisa saling berjodoh. Lalu kemudian membangun kerajaan bisnis baru. Jika mereka berhasil bersatu dalam pernikahan.

"Selamat Pagi Leo" seseorang menyapanya dengan samar dari belakang punggungnya saat dia menikmati matahari pagi.

"Hi Khiel, selamat pagi," cetusnya, menjawab Khiel, yang turut menegmis pada sinar pagi sang surya di sampingnya. 

“Jadi apa rencanamu hari ini sebagai pemimpin tim ini?" kata Khiel bertanya. 

"Aku punya daftarnya setelah berdiskusi dengan tetua desa ini kemarin" jawab Leo

“Mungkin pertama-tama kita perlu memeriksa setiap sudut desa ini, untuk menemukan skill dan kontribusi apa saja yang bisa kita berikan untuk development. Dan dari situ kita akan tau bagaimana cara kita bisa membantu. Lalu apa yang bisa kita perbaiki." Tambah Leo lagi.

"Bagaimana dengan penyediaan air bersih dan toilet?" tanya Khiel

Smart idea Bro, I do agree with you" jawab Leo girang dengan buah pikiran khiel.

"Dan juga bidang pendidikan dengan pengajaran bahasa Inggris dan bahasa Mandarin?” tambah Leo lagi menimpali Khiel.

"Saya setuju denganmu, itu adalah salah satu cara  pengabdian terhadap negara. Mencerdaskan generasi penerus, even my soul half for Indonesia and half for Australia “jawab Khiel karena ia memang wargaa negara campuran. Ibunya berasal dari Lombok dan ayahnya warga negara Australia.

"So, let’s cheers Man and also rock and roll." Jawab Leo kepada Khiel sambil menunjuk kearah arah langit tanda sorak sorai diantara mereka berdua.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status