Share

Preman Kampung itu Suamiku
Preman Kampung itu Suamiku
Author: Fadila_mla

Bab 1

Author: Fadila_mla
last update Last Updated: 2024-11-28 15:33:23

"Malik ke mana, Bu. Udah jam segini juga kok belum pulang dari mesjid. "

Seorang gadis muda dengan hijab Merah muda menoleh ketika pintu kamar terbuka lebar, wanita paruh baya yang di ajaknya berbicara adalah Saidah- ibunya.  Dan pemuda yang ia tanyakan namanya Malik saudara kembar Malika yang lahir lima belas menit setelah nya.  

"Biasa lah kayak nggak tau adikmu aja. Kalau nggak keluyuran yah nongkrong nggak jelas di warung kopi. " Omel Saidah yang mengambil langkah mendekati meja makan, Malika sudah menyiapkan sarapan sejak pagi tadi. Malika  tidak ikut  shalat berjamaah karena berhalangan. Makanya tidak bisa mengontrol adiknya itu pulang bersama. Padahal biasanya saat makanan siap, mereka sudah berkumpul tanpa harus menunggu anggota keluarga yang lain. 

"Ini pasti ulah si Bagas. Ia sudah meracuni pikiran adik kamu makanya jadi sering ngebantah perintah Ibu dan kakaknya. Semenjak kehadiran Bagas di kampung kita suasana kampung menjadi kacau dan nggak tenang. "

Malika tersenyum menanggapi. Malik bukan sosok pemuda yang nakal. Ia masih  tau batasannya. Masih sering pergi berjamaah. Tapi Malika juga risau kalau di biarkan bergaul dengan Bagas tidak menutup kemungkinan Malik juga akan menyalahi aturan. Bagaimanapun Bagas itu bukan warga asli 

Desa Wonosari. Ia yang datang entah dari mana memang mengontrak salah satu kosan dua pintu yang di tinggalkan almarhum Ayah Malika di sisi kanan dari dua jengkal rumahnya. 

Dua bulan lalu, Saidah terpaksa mengontrakkan salah satu rumahnya kepada Bagas. Yang saat itu membutuhkan biaya kelulusan Malika dan Malik yang bersamaan. Kini Malika sudah bekerja, sikit banyaknya ia bisa membantu kebutuhan Keluarga nya dengan gaji itu. 

"Nanti Lika akan bicara ke Malik soal ini. Ibu nggak usah banyak pikiran. " Ujar Malika seraya mengusap punggung wanita paruh baya itu yang masih saja cemberut memikirkan putra semata wayangnya yang entah kemana. 

Setelah selesai sarapan, Malika berniat untuk mencari keberadaan Malik di sekitar kampung. Sekaligus Saidah nitip belanja sayur ke warung mbak Entin. 

"Nanti jangan lupa kalo lihat adik kamu suruh pulang. Dia belum makan apapun sejak pagi. Ntar masuk angin, sakit. Biaya lagi ke puskesmas. Pusing ibu mikirnya. Pengeluaran bulan ini sudah terlalu banyak. Jangan bebani ibu. Kamu tau sendiri, Malik itu belum kerja sekalipun semenjak lulus"

Saidah memperingatkan ketika langkah Malika menapak keluar dari pintu ruangan. "Iya Bu, Malika akan sampek-in. Pergi dulu yah Bu. Assalamualaikum.." Pamit Malika setelah mencium punggung tangan Saidah takzim.

"Wa'alaikumsalam.." 

Saidah kembali masuk ke rumah setelah memastikan anak gadisnya itu pergi. 

Malika tersenyum ramah menyapa beberapa warga desa yang berjalan berpapasan dengannya. Ketika ia hendak ke warung mabk Entin, tiba-tiba terdengar pengumuman dari masjid. Bukan perihal duka melainkan pemberitahuan kepada Saidah dan keluarganya untuk datang menjemput Malik dan Bagas yang di temukan babak belur tak sadarkan diri di perbatasan kampung sebelah. 

Malika yang sudah memilih sayur bayam dan cabe rawit pun meninggalkan belanjaannya begitu saja. Niat belanja Malika sirna mendengar kabar buruk itu.

Lari tunggang langgang  ke arah mesjid untuk memastikan keadaan Malik.

Malika tidak perduli jilbab yang dikenakan sudah compang camping di terpa angin yang berhembus kencang ketika berlari. Roknya juga kotor sebab Malika sudah tidak memperdulikan langkahnya yang menginjak comberan yang menggenang di setiap ruas jalan. 

"Assalamualaikum.. " seru Malika dengan nafas terengah berdiri di ambang pintu.  Malika berusaha menetralkan detak jantungnya, namun pandangannya tak lepas menyisir seluruh ruangan mencari keberadaan Malik yang katanya terluka dan tak sadarkan diri. 

Seketika beberapa bapak-bapak yang ada di sana menoleh ke arah Malika. Kemungkinan mereka yang menemukan Malik dan Bagas di perbatasan kampung sebelah. 

Malika terkejut, ternyata bukan hanya adiknya yang terlibat perkelahian.  Beberapa remaja lain di kampung itu  yang Malika kenal satu per satu wajahnya turut memenuhi seisi ruangan.  Kondisi mereka cukup memprihatinkan, ada luka lebam yang terlihat di sekitar wajah. Dan para orang tua yang menjawab salam Malika barusan kemungkinan adalah kerabat dekat dari si korban aksi tawuran. 

Malika berlari mendekati seseorang yang berbaring ditutupi kain putih. Hanya Malik dan Bagas yang tidak terlihat disana. Kemungkinan salah satu dari mereka sudah tiada. Malika berpikir kalau mayat di depannya adalah Malik, adiknya.

Air matanya perlahan luruh. Tetes demi tetes jatuh membasahi kain putih yang menutupi jenazah itu.

"Malik.. hiks, hiks.. kenapa bisa secepat ini, Kamu nggak ada. Jangan tinggalin aku sendiri Lik, bangun..  "

Malika sedikit mengguncang tubuh itu, tangisannya pecah ketika mendapati kenyataan kalau adik kesayangannya itu telah merenggang nyawa sebab insiden perkelahian itu. Dalam hati ia menyalahkan Bagas, dia lah yang harus bertanggung jawab atas musibah yang menimpah keluarganya. 

"Malik !! Aku mohon bangun, Lik."

Disela isak tangisnya yang tidak kunjung reda. Sebuah telapak besar menyentuh pundaknya. Malika terkesiap mendongak ke belakang dengan perasaan jengkel. Bisa-bisanya di situasi berduka begini, orang itu iseng  mengganggu nya. 

Terpaksa air mata yang tadi keluar ia usap cepat, berusaha menyelaraskan penglihatan Malika yang tertutup embun yang menggenang di sudut matanya.

"Pak ustadz, ada apa Pak. " Tanya Malika tak mengerti. 

"Kami mau memandikan  jenazah ini sebentar mbak Malika, boleh. "

Malika mengangguk "Boleh Pak Ustadz. Tapi boleh izin ikut, sebagai seorang kakak saya tentu berhak memandikan jenazah adik saya, Malik. "

Pak Ustadz Yusuf pun menautkan kedua alisnya heran. Jari telunjuk nya ia arahkan untuk menggaruk pelipisnya sebelum berkata "Tapi jenazah ini bukan Malik, mbak. Tapi Pak Seno yang meninggalkan karena serangan jantung ngelihat anaknya yang ikut tawuran."

Anak Pak Seno yang berdiri di samping Pak Ustadz Yusuf pun mengangguk membenarkan. Wajah penuh benjolan yang membuat siapa saja yang melihat merinding ngeri. Malika saja sampai berpaling untuk menghindari kontak dengan pria itu

Malika bangkit dari posisinya dan menatap  pria dewasa dengan wajah seriusnya. 

"Pak Ustadz yakin. " Tanya Malika. Ia masih ragu dengan ucapan Pak Yusuf yang mengatakan kalau jenazah itu bukan Malik. 

"Sangat yakin. Kalau mbak Malika masih tidak percaya. Mbak Malika bisa mengeceknya sendiri. " Pak Ustadz seolah memerintah Malika bertindak

Sumpah demi langit kejatuhan meteor, baru kali ini Malika di suruh ngelihat jenazah seseorang. Ayahnya yang mendahuluinya saja ia tak berani melihat. Apalagi adik atau orang lain.

Ketakutan Malika menjadi-jadi ketika tangannya hampir menyentuh kain putih di depannya. Sangkin pengecutnya posisi Malika setengah merunduk. Wajahnya ia palingkan ke arah lain. 

"Tunggu mbak. Gimana kalau saya ikut membantu. Nggak etis kalau ngelihat jasad bapak saya kayak orang jijik begitu "

Anak Pak Seno komplain dengan kelakuan Malika. Lantas Malika bergerak mundur memberi anak Pak Seno ruang untuk berdiri di sebelahnya. Dalam sekejap kain sudah pemuda itu singkap hingga terpampang jelas wajah Pak Seno yang terbujur kaku di depan sana. 

Malika sontak terkejut. Kalau jenazah itu bukan Malik lalu kemana anak nakal itu sekarang??

Batin Malika bertanya-tanya

Next??

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 57

    [Kamu balik jam berapa, Aku udah siapin makan malam ]Sebuah pesan singkat yang ia terima membuat Bagas di kursi kebesaran nya tak berhenti mengulas senyum. Bagaimana tidak, sejarah dalam rumah tangganya baru kali ini Malika bersikap manis. Biasanya Bagas yang selalu berinisiatif untuk sekedar mengirim nya pesan atau pun menelpon. Tapi siang ini.. akh, dia ingin sekali menyudahi kepenatan ini dan langsung bergegas pulang. Bagas berniat menghubungi wanitanya, namun tak di sangka ponsel istrinya itu sudah tidak aktif lagi. Mungkin setelah mengirimnya pesan. Ponsel Malika lowbat, pikir nya saat ini. "Pak setengah jam lagi kita ada rapat dengan PT. Windira. " ucap sekretaris Bagas menahan langkah pria itu"Batalkan saja. Saya ada urusan yang lebih penting di luar. " Sahut Bagas tanpa menoleh ke arahnya. "Tapi Pak..""Yang bos di sini siapa sih, saya atau kamu. Kamu turuti aja perintah saya atau kamu memang mau saya pecat" Tukas Bagas menajam, jika begini wanita itu tak bisa membantah.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 56

    Pinkan nyaris tak bisa berkata-kata, wajah nya pias ketika beradu pandang dengan manik hitam legam di depan nya. "Kenapa Mama kaget gitu. Mama nggak senang ngeliat anak Mama sehat dan bisa berjalan normal begini. " Sebuah suara menyentak Pinkan dari lamunan, Jelas membuktikan jika saat ini ia benar tidak sedang bermimpi."K-kkamu...Uda sehat nak. Lalu tadi??" Pinkan masih ingat bagaimana Bagas kejang dan banyak mengeluarkan darah ketika ia menjenguknya tapi sekarang justru sebaliknya pria itu terlihat baik-baik saja tanpa kekurangan apapun. Atau jangan-jangan.."Mama pikir aku akan mati setelah memakan sup yang Mama berikan waktu itu. Mama salah telah menargetkan orang yang salah. Nyatanya saya masih bisa bernafas dan berdiri tegap di sini untuk membongkar semua kebusukan Mama. " Sarkas Bagas hilang kendali. Buku jarinya mengetat ketika mengingat bagaimana perlakuan Pinkan padanya. Pinkan gelagapan. "Kamu salah paham, Tam. Kamu tau kan kalau Mama itu sayang banget sama kamu. Mama n

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 55

    "Mama apakan suami saya??"Satu pertanyaan mengejutkan membuat Pinkan berbalik. "Kamu??" Seolah tak terima dengan tuduhan yang Malika lontarkan, Pinkan mencecar wanita itu tatapan penuh kebencian. Ruangan yang tadinya hening kini mendadak tak terkendali. "Ini pasti ulah kamu buat menjebak saya. Seharusnya saya yang tanya apa yang udah kamu lakukan pada putra saya sampai dia jadi begini." Tuding Pinkan yang dengan berani menarik lengan Malika dan menghempaskan nya di lantai. Malika meringis, memegangi pergelangan tangannya yang tampak memerah. "Tolong, suster. Dokter.. Tolong saya."Beberapa perawat jaga yang mendengar teriakan Malika pun berbondong-bondong datang. Dari ekspresi yang mereka tunjukan mereka juga sangat terkejut melihat kondisi Bagas yang sudah berlumuran darah. "apa yang terjadi pada Pak Bagas, kenapa dia bisa mendapat luka begini. " Tanya salah seorang suster itu sambil cekatan menghentikan pendarahan."Saya juga nggak tau suster. Tadi saya menemukan Mama mertua s

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 54

    Pintu ruangan terbuka, Bagas yang berbaring di ranjang pun menoleh saat langkah Pinkan mendekatinya. Senyum tipis ia perlihatkan, seolah tak benar tau apa yang terjadi. "Mama sengaja bawain makanan kesukaan kamu. Sup iga buat putra Mama tersayang. Kamu pasti rindu kan masakan Mama." Aroma bau harum sup yang Pinkan buka menggugah selera. Dalam sekejap wanita paruh baya itu sudah menyendok kan nasi beserta lauk yang ia bawa" tangannya tersodor dengan mulut yang mengintruksi terbuka"Boleh nggak Ma, kalau suapan pertama saya kasih buat Mama. " Bagas mengambil alih mangkok itu, Ia meminta hal sederhana tapi mengapa wajah Pinkan terlihat pucat sekali. "Ma.. Mama kok bengong. Buka dong mulutnya. " Bagas mengintruksi. Namun Pinkan masih saja bergeming tanpa melakukan tindakan apapun."T-tapi, ini kan masakan buat kamu. Kenapa Mama yang makan lebih dulu. Mama udah kenyang , Tam. Buat kamu aja. " "Tidak Ma... Saya akan makan setelah Mama makan. Ayo dong Ma. Tidak ada racun di makanan itu

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 53

    Bersamaan itu pintu ruangan terbuka memperlihatkan Pinkan yang sudah berdiri bingung menatap ketiganya. "Ada apa?? Kenapa kalian liatin Mama seperti itu??"Pinkan menelisik tajam, ternyata Malika sudah lebih dulu sampai di rumah sakit ketimbang dirinya. Ia berpikir wanita berbahaya itu sudah memberitahukan semua kebenaran ini pada Bagas. "Bukan apa-apa Ma. Tadi Malika cuman bilang kalau dia, Akhh.."Bagas tak jadi melanjutkan ucapannya. Malika sengaja mencubit lengan pria itu keras untuk tutup mulut. "Malika bilang apa ke kamu? " Desak Pinkan penasaran. Bagas hanya menggeleng cepat, dan memilih tetap menyembunyikan kebenaran itu dari Pinkan sesuai intruksi yang Malika inginkan. Pinkan dibuat geram dan melayangkan tatapan tak suka pada Malika. Wanita itu pasti sudah mencuci otak putranya. ***Setelah Pinkan pergi. Malika mengeluarkan jarum suntik dari laci meja di samping ranjang Bagas. Tentu nya ia menggunakan sapu tangan untuk menghindari banyak sidik jari pada benda tersebut.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 52

    Malika merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk. Raganya memang berada di kamar itu tapi tidak pikirannya yang selalu saja memikirkan kondisi Bagas yang belum juga sadar. Malika bangkit dari tempat nya, ia tidak bisa meninggalkan suaminya itu tanpa pengawasan. Meski disana ada Malik yang menjaganya tapi ia tidak bisa tenang jika belum memastikannya sendiri. Setelah bersih-bersih, Malika bersiap pergi. Ketika ia baru membuka pintu, ia cukup terkejut melihat keberadaan Pinkan yang berdiri menatapnya tak suka. "Kamu itu tu li atau bagaimana? Dipanggilin dari tadi nggak nongol-nongol. Atau kamu sengaja mengabaikan saya biar saya kesel, gitu?? " "Maaf Ma. Mungkin tadi saya lagi di kamar mandi. Makanya nggak dengar Mama manggil. " Jawab Malika jujur. Meski hubungan keduanya belakangan itu tak begitu baik, Malika tetap menghargai Pinkan sebagai ibu nya. Malika tau, jika apa yang dilakukan Pinkan sekarang adalah bentuk rasa cintanya pada putra nya. Pinkan mencebik melipat kedua tanga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status