Share

4) Lelaki Misterius

“Neng… Neng Firda kenapa?” Kembali Pak Hanan bertanya dan tangannya terus dikibas-kibaskan depan wajah Firda.

“Eh, maaf Pak. Saya ke warung Bu Qosim dulu sebentar,” jawab Firda sambil melangkah meninggalkan Pak Hasan yang masih melongo. Tak mengerti dengan sikap Firda yang dirasanya sangat aneh.

Firda mempercepat langkahnya dengan pandangan yang tak sedikit pun lepas dari warung Bu Qosim yang berjarak kurang lebih lima puluh meteran dari kantor desa. Warung tempat hampir semua staf desa biasa nongkrong sambil ngopi, makan siang dan sebagainya.

“Eh, Neng cantik, tumben jam segini belum pulang. Ibu kira udah gak siapa-siapa di kantor.” Sang pemilik warung menyapa renyah, ketika Firda datang dengan wajah yang terlihat melongo dan tampak ragu-ragu.

“Mau cari apa Neng? Mau makan, Sayang?” Bu Qosim kembali bertanya dengan sapaan khasnya. Firda sama sekali tidak merespon ucapan Bu Qosim.

‘Tumben Neng Firda jadi aneh begini, sampai-sampai gak bales sapaanku, padahal biasanya dia yang nyapa duluan atau ngucapin salam kalau masuk warung. Ada apa dengan dia?’ tanya Bu Qosim dalam hati. 

“Eh, maaf Bu. Saya bukan mau makan atau cari apa, tapi… ta… tapi… mau nanya, kemana orang yang barusan masuk ke sini?” Firda balik bertanya seraya celingak-celinguk. Kedua matanya mengitari seluruh ruangan warung lalu memandangi deretan meja dan kursi tempat makan para pelanggan yang saat sedang kosong.

“Orang yang barusan masuk ke sini? Maksudnya Eneng sendiri, hehehe. Yang barusan masuk ke sini kan cuma Neng Firda doang.” Bu Qosim menjawab seraya menatap wajah Firda yang ekspresinya terlihat sedikit aneh.

“Ih, barusan banget, ada cowok sepantaran Rangga pakai jaket dilan sama celana hitam masuk ke sini.” Firda menyangkal pernyataan Bu Qosim. Matanya terus jelalatan mengitari seluruh ruangan dengan wajah celingak-celinguk seperti sedang mencari sesuatu yang mendaadak menghilang dari pandangan.

“Eh, si Eneng mah ada-ada aja. Salah liat kali, Neng.” Bu Qosim pun menyangkal ucapan Firda.

“Masa sih, Bu? Dia ada di dalam kali!” Firda memaksa.

“Hehehe, masa ibu harus bohong, Neng?” Bu Qosim makin bingung.

“Ya Allah, Bu, beneran barusan saya ngeliat Ar… eh maksud saya ngelihat seseorang yang masuk ke sini pake jaket abu-abu yang ada bulu-bulu cokelat di kerahnya. Masa sih langsung hilang, Bu?” Firda terus meyakinkan sang pemilik warung jika penglihatannya masih normal.

“Beneran Neng, sumpah demi Allah gak ada orang yang masuk sini berpakaian apapun. Yang terakhir ke sini itu tadi Pak Asrul, beli goreng ayam buat anaknya. Setelah itu gak ada yang ke sini lagi selain Neng Firda, sekarang.” Bu Qosim kembali menjelaskan dengan terperinci.

“Masa sih, Bu?” Firda bertanya pelan seperti untuk dirinya sendiri.

“Astagfirullah Neng, masa ibu harus bohong, tanya aja sama Ana dan Ani.” Bu Qosim menunjuk dua orang pelayannya yang berdiri di samping kiri dan kanannya.

“Beneran Bu, gak ada orang yang masuk ke sini, selain Pak Asrul dan Ibu.” Salah seorang dari pelayan itu memperkuat jawaban majikannya.

Untuk beberapa saat Firda kembali tertegun seraya memandangi wajah Bu Qosim dan kedua gadis kembar itu. Mencari kebenaran dari ucapan mereka yang kompak menyangkal penglihatannya. 

“Oh iya, mungkin saya salah lihat ya, Bu.” Firda segera menyadari keadaannya. Ketiga wanita yang tadi wajahnya terlihat tegang pun mendaadak kendur.

“Kalau gitu saya permisi dulu, Bu. Maaf sudah ngeganggu, saya bener-bener salah liat. Sekali lagi maaf untuk semuanya, ya!” lanjut Firda dengan suara yang ngambang, tampaknya dia masih belum yakin dengan jawaban Bu Qosim dan dua pelayannya. Raut wajahnya pun terlihat masih bingung.

“Memangnya Neng Firda lagi nunggu siapa?” Bu Qosim yang masih merasa heran dengan sikap Firda, kembali bertanya.

“Gak nunggu siapa-siapa. Tapi barusan saya lihat ada orang masuk ke sini, seperti orang yang pernah saya kenal, makanya saya cepet-cepet ke sini. Soalnya sudah lama gak ketemu dengan dia” jawab Firda dengan rona wajah yang tersipu-sipu malu dan tak enak hati.

“Hmm, jangan-jangan Neng Firda lagi kangen sama mantannya, hehehe,” goda Bu Qosim seraya menatap kedua anak buahnya yang sontak mereka pun ikut tersenyum.

“Idiih si Ibu ada-ada aja. Saya gak punya mantan, Bu. Makasih Bu, sekali lagi maaf udah ngeganggu,” ucap Firda sambil buru-buru ke luar dari warung, sebelum candaan Bu Qosim akan menjebak dan membawanya pada suatu kenangan yang tidak ingin dikenangnya.

“Dasar Neng Firda, gak mungkinlah wanita secantik ibu gak punya mantan, heheheh.” Ucapan Bu Qosim terdengar sayup-sayup di telinga Firda yang sudah kembali melangkah meninggalkan warungnya. 

‘Masa sih aku salah lihat?’ batin Firda sambil memandangi warung Bu Qosim dan kembali celingak celinguk mencari sosok yang tadi terlihat masuk ke warung itu.

“Aku yakin tadi ngeliat dia. Eh, tapi kenapa dia ada di sekitar sini? Aduh, ada apa denganku? Jangan-jangan aku memang sedang ngehalu tingkat dewa gara-gara ucapan Pak Hasan.” Firda berbicara pada dirinya sendiri setelah tersadar dengan apa yang dilihat dan dilakukannya adalah sebuah kekonyolan.

Setelah beberapa saat berdiri di teras kantor, Firda pun tersadar dengan keadaan hari yang semakin sore. Dan ternyata hanya tinggal dia yang berdiri di depan kantor. Dia pun segera gegas menuju tempat motornya terparkir di halaman samping kantor.

“Pak, Pak Hasan… Pak Hasan… Bapak di mana?” tanya Firda dengan suara yang sedikit lantang. “Cepet amat Pak Hasan hilangnya,” gumam Firda pada dirinya sendiri. 

Firda naik ke motornya dan memasang helm. Namun saat dia sedang memasangkan kaitan helmnya, tiba-tiba dia merasakan ada sesuatu yang menyentuh punggungnya. Seperti ada seseorang yang ikut naik berboncengan di motornya.

‘Aduh, kenapa bulu kudukku jadi berdiri begini?’ Firda bertanya dalam hati seraya membaca doa-doa pendek dan panjang dalam hati.

Sudah lebih dari tiga tahun Firda bekerja di kantor ini. Bukan hanya kali ini saja dia pulang lebih lambat dan bahkan berada sendirian di sekita kantor desa. Namun baru kali ini dia merasakan ada sesuatu yang sama sekali tidak dimengertinya. Firda juga bukan seorang yang penakut apalagi untuk hal-hal yang berbau mistis, takhayul dan sejenisnya. 

“Astagfirullah kenapa aku jadi begini!” ucap Firda seraya memasukan kunci kontak motornya dengan tangan yang bergetar. Sekujur tubuhnya pun mendaadak terasa panas dingin dan agak merinding.

Dalam hitungan detik berikutnya, dia sudah berlari kencang di atas motornya meninggalkan halaman kantor desa. Dia bahkan tidak menutup kembali pintu gerbangnya.

Beberapa orang kebetulan berada di sekitar sana, sedikit melongo melihat Firda membawa mengendarai motor tidak seperti biasanya. Termasuk Bu Qosim yang kebetulan melihatnya karena dia sedang berada di luar warung.

“Ada apa dengan Neng Firda. Jangan-jangan dia juga seperti yang lain. Seingatku dia dulu sangat akrab dengan pemuda yang meninggal ngedaadak itu. Kalau begitu jangan-jangan arwahnya….” Bu Qosim tidak melanjutkan ucapannya, dengan bergegas dia masuk kembali warungnya dan memerintahkan Ani dan Ana untuk segera menutup warungnya, padahal biasanya warung itu tutup di atas jam sembilan malam.

“Tumben, kenapa sore-sore udah mau tutup, Bu?” tanya Ana yang sedikit terperanjat dengan perintah majikannya yang sangat tidak biasa dan mendaadak.

“Ibu lupa, hari ini mau ke rumah Bu Adam. Udah tutup aja warungnya, jangan banyak tanya,” pungkas Bu Qosim seraya mengelus-elus daadanya yang mendaadak terasa sesak dan berdebar-debar tak karuan. Wajahnya pun tampak tegang dan memucat.  

“Berarti Bu Firda memang ngeliat sesuatu,” bisik Ani pada Ana.

“Hah, warung kita kedatangan tamu misterius. Arwah penasaran?” tanya Ana berbisik. Dan wajah gadis kembar itu pun mendaadak tegang dan pucat. Sama seperti wajah majikannya.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Ar_key
perasaan tadi sudah peringatkan Firda buat jauh dari Asrul masak lupa ...
goodnovel comment avatar
Aisy Me
semangat Firda semoga nanti malam 'Dia' datang kembali
goodnovel comment avatar
Fadita Adinata
baru denger istilah sex appeal...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status