Share

Bab 6 Diasingkan

Auteur: Aurel Ntsya
last update Dernière mise à jour: 2024-05-31 08:30:35

"Bunda!" bentak Ray, tak suka dengan apa yang diucapkan ibunya

"Kenapa, Ray! Karena perempuan ini, sekarang kamu berani membentak Bunda?"

"Ingat Ray, Bunda hanya menerima satu perempuan sebagai menantu di rumah ini. Tidak dengan yang lainnya."

Nyonya besar membanting pintu, menimbulkan suara nyaring. Ia segera mengunci pintu rumah utama, menunjukkan penolakan bagi siapa pun yang hendak masuk.

"Mama, mengapa nenek tua itu marah-marah? Dia seperti penyihir, rambutnya juga putih."

Ucapan Rose baru saja memecah keheningan yang sempat tercipta, membuat Ray menatap Tania kasihan. Dia tampak lelah dengan wajahnya yang lesu.

"Rose, Mama tidak pernah mengajarkan Rose untuk berbicara seperti itu 'kan," tegur Tania.

"Maaf, Mama," ucap Rose tampak menyesal.

Tania tersenyum, mengusap rambut Rose. Hingga, garis lengkung di wajahnya itu berubah datar, saat tatapan matanya tanpa sengaja bertemu dengan netra gelap Ray, yang selalu menatapnya tajam.

Tania menundukkan kepalanya, teringat akan percakapan mereka sewaktu masih berada di gedung pernikahan. Tania tidak boleh menatap Ray dan menunjukkan perlawanan.

"Juan," panggil Ray pada asisten pribadinya.

"Iya, Pak."

"Segera kirim beberapa orang ke rumah yang ada di Merpati," perintah Ray, "dan kau-" Ray menunjuk sang sopir yang tadi membawa Tania.

"Bawa mereka, untuk saat ini kau akan bertugas di sana."

Tania yang sedari tadi menjadi pendengar, hanya bisa menghembuskan napas pelan. Ia tidak tahu lagi, ke mana dirinya akan dibawa pergi.

"Apakah seperti ini, jika menjadi simpanan dari seorang pria yang sudah beristri?" batin Tania dalam hati.

Tania tidak akan pernah melupakan hal itu, semua orang tahu bahwa Ray memiliki seorang istri yang hebat, meskipun tidak ada informasi jelas tentang bagaimana sosok istrinya tersebut.

Tania juga tidak pernah ingin tahu mengenai hal itu. Karena, ia tidak pernah menyangka, bahwa dirinya akan memiliki sebuah ikatan dengan Ray, orang yang selalu ia hindari di kantor.

Dan, saat ini, Tania merasa seperti seorang simpanan, meski mereka menikah secara resmi. Akan tetapi, Tania harus diasingkan ke tempat yang jauh, agar tidak menjadi bumerang dalam keluarga Ray yang ada di rumah utama.

"Silahkan, Non."

Tania hendak berdiri, saat sang sopir membuka pintu untuknya. Namun, apa yang dilihatnya, membuat Tania kembali duduk.

"Non Tania baik-baik saja?" tanya sang sopir, ia tampak khawatir melihat reaksi Tania.

"Ah, iya? Saya baik-baik saja, tidak apa-apa," jawab Tania.

Tania cukup terkejut, menyaksikan puluhan orang yang mengenakan seragam yang sama, berbaris menyambutnya.

"Selamat datang, Nona Muda," ucap mereka serentak sembari membungkukkan badan.

Tania yang masih kebingungan, tidak tahu harus melakukan apa. Ia hanya ikut menunduk menerima sambutan dari para asisten yang ditugaskan di rumah ini.

"Nona Kecil, biarkan saya yang membawanya, Non. Kamarnya sudah disiapkan."

Tania terpaksa melepaskan Rose yang tertidur dalam gendongannya, berpindah pada dua orang asisten rumah yang membawanya ke ruangan yang dikhususkan untuk Rose.

"Selamat datang, Non Tania. Perkenalkan, saya asisten kepala di rumah ini. Suatu kebanggaan bagi saya, saat Tuan Ray meminta langsung pada saya untuk mengurus Non Tania selama berada di sini."

Seorang wanita paruh baya datang menghampiri Tania. Ia tampak berbeda dengan asisten-asisten yang lainnya.

"Nona Tania bisa ikut dengan saya. Saya akan mengantar Non Tania ke kamar untuk beristirahat," ujarnya, meminta Tania untuk mengikutinya.

Tania hanya tersenyum dengan sopan, mengikuti langkah wanita paruh baya itu, hingga mereka sampai pada sebuah pintu berwarna hitam.

"Ini adalah kamar utama yang akan ditempati oleh Non Tania selama berada di sini," ujar wanita tersebut.

"Selamat beristirahat. Jika ada yang Non Tania perlukan, bisa langsung memanggil saya atau meminta tolong pada yang lainnya."

"Permisi, maaf, ibu… asisten kepala?" Tania sedikit menyela perkataan wanita paruh baya tersebut.

Tania masih ragu, ia tidak mengenal siapa pun di rumah ini selain Rose. Apakah Tania bisa mencari seorang teman, sekedar menjadi teman mengobrol, untuk melewati setiap hari yang akan terasa berat pastinya.

"Anda bisa memanggil saya senyaman anda, Non," ucap wanita paruh baya itu dengan senyuman yang tidak pernah lepas di wajahnya.

"Maaf sebelumnya, apakah anda bisa memanggil saya dengan sebutan nama saja? Saya sedikit tidak nyaman dengan sebutan Nona," ujar Tania mengutarakan keresahannya.

Kuping Tania begitu terganggu, dengan panggilan-panggilan baru yang disematkan untuknya. Tania tidak terbiasa.

"Maaf, Non. Itu adalah aturan yang harus kami patuhi."

"Semua yang bekerja di sini, digaji lebih besar bukan hanya untuk sekedar bekerja saja. Tapi, mereka juga harus patuh pada aturan yang telah dibuat oleh Tuan Ray."

Tania menelan ludahnya, ternyata ia tidaklah sendiri. Rupanya semua orang yang memiliki keterkaitan dengan Ray, harus terikat dengan aturan yang sudah semestinya mereka patuhi.

"Saya tidak tahu, apakah Tuan Ray akan berkunjung ke sini atau tidak. Saya akan tetap memberitahu Non Tania jika saya mendapatkan informasi tentang hal itu."

"Satu lagi, saya tidak tahu aturan ini berlaku untuk Non Tania atau tidak, tapi saat Tuan Ray datang, maka semua orang harus berbaris dan menyambutnya. Sama seperti yang anda lihat tadi."

"Aturan itu berlaku juga padaku, semuanya tercantum dalam lampiran pada surat perjanjian," batin Tania dalam hati.

Tania hanya tersenyum, ia tidak mungkin mengatakan dengan gamblang mengenai surat perjanjian, dan semua aturan yang harus ia patuhi selama menjadi istri Ray.

"Jika sudah tidak ada lagi yang perlu ditanyakan, saya permisi, Non. Selamat beristirahat."

Wanita paruh baya itu menutup pintu dari luar, meninggalkan Tania sendirian dalam ruangan yang didominasi warna hitam.

"Apa aku bisa beristirahat? Bagaimana aku harus menjalani hari-hariku sekarang?" gumam Tania, berbaring di atas ranjang sembari memejamkan matanya sejenak.

Tania telah melalui hari yang begitu berat. Namun itu baru permulaan, karena hal yang lebih besar masih menantinya untuk kembali membuka mata.

"Aku tidak tahu, bahwa kau tidak pernah bisa patuh pada aturan."

"Sudah berapa banyak aturan yang kau langgar hari ini?"

Tania terhenyak, ia sontak membuka matanya saat suara berat itu menyapa gendang telinganya.

"Sepertinya kau butuh sedikit hukuman, agar bisa patuh."

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 134 Kembalinya Juan

    “Tania,” tegur Ray saat Tania tidak memperhatikannya.“Iya, ada apa sayang?” tanya Tania. Ia keasikan bertukar pesan dengan Maudy, membuat Tania tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ray.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan?”Tania kebingungan, ia bahkan tidak ingat kalau Ray berbicara sesuatu padanya. Namun untuk menyelamatkan dirinya, Tania hanya mengangguk pelan, tampak jelas kalau ia sendiri ragu.“Coba jelaskan ulang apa yang aku katakan tadi.”Tania jadi diam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bahkan tidak tahu apa saja yang dikatakan Ray.“Kau tidak tahu ‘kan.” Ray menyentil dahi Tania, membuat Tania meringis.“Sayang,” rengeknya, mengusap dahinya.“Makanya kalau aku bicara itu dengarkan. Jangan hanya fokus pada ponselmu. Jika kau terus seperti ini, aku akan mematahkan ponselmu.”Tania langsung meletakkan ponselnya di meja. Ia tersenyum menatap Ray, seolah bersikap manis. Menunjukkan bahwa dirinya akan berperilaku baik.“Apa yang tadi kamu katakan, sayan

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 133 Ray dan Sandiwaranya

    Tania merasa aneh, Juan tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Juan seolah menghilang begitu saja. Ray juga tidak pernah membahas tentang Juan, bahkan saat Tania bertanya, tidak ada yang memberikan jawaban.“Sayang, aku tidak pernah lagi melihat Juan. Apakah dia sakit?” tanya Tania pada suaminya, Ray.“Tania, sudah berapa kali aku katakan. Jangan pernah membahas tentang laki-laki lain. Aku tidak suka,” jawab Ray, mendengus kesal. Iya bahkan melepaskan pelukannya dan menatap Tania tajam.“Aku ‘kan hanya bertanya karena khawatir, lagipula dia sahabat kamu ‘kan.”Tania bergumam pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Ray. Hal itu membuat Ray semakin kesal.“Sayang, kamu marah?” Melihat Ray yang langsung memutar tubuhnya, berbaring membelakangi Tania, membuat Tania menyadari kalau Ray benar-benar kesal. Tania lalu memeluk Ray dari belakang. Tania tidak bisa membiarkan Ray kesal, karena itu bisa berdampak pada hal lainnya juga. Jadi kunci segalanya berjalan baik adalah membuat

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 132 Keanehan Juan

    “Sayang, lihat bukankah ini sangat lucu.” Tania yang antusias, jadi terkejut saat melihat bukan Ray yang ada di sebelahnya.“Iya, itu menggemaskan, cocok untuk Rose,” jawab Juan dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan.“Di mana, Ray?” tanya Tania yang langsung menyadari ketidakhadiran Ray di dekatnya.Tania mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan Ray. Namun, Ray tidak ada di mana pun. Saat ini hanya ada Tania dan juga Juan.“Mau ke mana? Bukankah kau ingin melihat pakaian untuk Rose?” Juan menarik tangan Tania yang hendak pergi. Hal itu membuat Tania menatap Juan heran, ini kali pertama Juan bersikap seperti ini.“Lepaskan.” Tania menarik tangannya yang digenggam oleh Juan.Tania benar-benar merasa tidak nyaman di dekat Juan. Tania merasa ada yang mengganjal dari sikap Juan. Dia tidak seperti biasanya.“Ray harus kembali ke kantor, karena itulah aku yang menemani kamu di sini,” jelas Juan.“Mengapa dia tidak mengatakannya padaku?” protes Tania, seharusnya Ray mengatakannya p

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 131 Kesalahan Tania

    Tani duduk dengan gelisah di atas tempat tidur, ia tidak bisa turun atau bahkan meninggalkan tempat tidur tanpa izin Ray. Kecuali jika Tania sanggup menerima hukuman dua kali lipat, maka ia bisa bebas membangkang.“Dia kemana sih,” gerutu Tania, kesal. Ray sudah pergi sejak tadi dan belum kembali juga. Padahal Ray mengatakan kalau ia tidak akan lama.Karena penasaran, Tania akhirnya memberanikan diri untuk membangkang. Ia harus turun ke bawah dan melihat apa yang terjadi.Tania merasa tidak bisa tenang. Ia sangat yakin kalau Ray dan Juan akan menghukum pengawal dan mungkin juga asisten rumah. Padahal ini tidak ada hubungannya dengan mereka, semua ini murni kesalahan Tania. “Jangan sampai mereka menghukum orang yang tidak bersalah,” gumam Tania pelan.Dan seperti dugaan Tania, saat ia sampai di bawah. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal dan seluruh asisten rumah, termasuk Ma Cee. Tania segera menghampirinya, meskipun harus dengan tertatih-tatih karena kakinya yang sedang sakit.

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 130 Terluka

    Rapat sedang berlangsung saat telepon Juan terus berdering, sehingga ia terpaksa meninggalkan rapat.Juan mulai curiga saat melihat banyak panggilan tidak terjawab dari telepon rumah, pengawal dan sekarang telpon dari Ma Cee menggunakan nomor pribadinya. Biasanya Ma Cee tidak menggunakan nomor pribadinya untuk menelpon.“Ada apa Ma Cee?” tanya Juan.“Nona Tania … Nona Tania tidak sadarkan diri, Nona Tania terluka, kakinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.”Jantung Juan terasa berhenti berdetak mendengar suara ketakutan Ma Cee. Dalam keadaan darurat apa pun itu, Ma Cee biasanya selalu tenang. Namun, sekarang terdengar jelas suara Ma Cee yang bergetar disertai napasnya yang memburu, menunjukkan dengan jelas betapa takut dan khawatirnya Ma Cee.Juan memutar tubuhnya menatap pintu ruang rapat. Jika ia memberitahukan pada Ray sekarang, maka rapat akan terhenti dan semuanya harus ia susun kembali dari awal. Namun jika Juan tidak memberitahukan pada Ray sekarang, maka Juan tidak bisa me

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 129 Perlindungan

    “Apakah kamu ingin ikut ke kantor?” tanya Ray. Tania yang baru bangun dibuat terkejut dengan pertanyaan Ray. Yang benar saja, bagaimana mungkin Tania tiba-tiba muncul di kantor setelah semua yang terjadi. “Tidak, aku di rumah saja,” jawab Tania cepat.“Aku takut jika kau akan bosan di rumah,” ujar Ray, berjalan mendekati Tania yang masih duduk di tempat tidur.“Sudah tidak ada Rose yang akan mengganggumu,” ujar Ray lagi, mengusap wajah Tania yang memerah.Rose kembali ke luar negeri untuk melanjutkan akademik. Sebelumnya Rose memang tidak dikeluarkan, sehingga ia masih terdaftar sebagai siswa di sana. Meskipun berat, Tania tidak punya pilihan lain selain melepas Rose. Lagipula itu juga permintaan Rose yang ingin kembali belajar dan bermain bersama teman-temanya.“Aku bisa pergi ke pantai yang di depan rumah, apakah boleh?” tanya Tania.“Boleh, pergilah bersama asisten rumah dan beberapa pengawal.”“Ray,” ujar Tania memelas. Tania tahu, hubungannya dengan Ray sudah berubah, bukan l

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status