Tania harus menanggung rasa malu saat Ia dihadapkan dengan fakta bahwa Alam yang beberapa jam lagi akan menjadi suaminya, telah kabur bersama wanita lain. Berada dalam keadaan genting, Tania tidak banyak berharap akan ada seseorang yang datang menyelamatkan pernikahan impiannya. Namun, siapa sangka, pria yang selama ini selalu ia hindari justru ialah yang mengulurkan bantuan. Menyelamatkan Tania dan nama baik keluarganya. Lantas apa yang sebenarnya diinginkan pria tersebut? Mengapa ia membantu Tania?
View MoreTania berdiri di depan pintu kamar Rose, satu tangannya telah memegang gagang pintu. Saat Tania memutar gagang pintu tersebut dan mendorongnya, maka pintu akan segera terbuka dan Tania bisa melihat Rose."Aku tidak akan melakukannya, bagaimana jika aku hanya akan membuat Rose harus ikut menanggung akibat dari apa yang aku lakukan."Pada akhirnya Tania berbalik. Ia tidak akan membuat Rose dalam kesulitan, cukup Tania saja yang merasakannya."Benarkah, Rose akan baik-baik saja tanpaku? Tapi, bagaimana dengan aku? Aku tidak bisa baik-baik saja tanpa Rose." Tania menghela napas berat."Kami sudah menjalani kehidupan yang begitu rumit hingga sejauh ini, tidakkah ada sedikit titik terang untuk kami?"Tania hanya terus bermain dengan pikirannya, melupakan bahwa sekarang adalah waktunya untuk mengistirahatkan tubuhnya. Jarum jam sudah akan menunjuk pada angka empat dini hari, namun Tania belum sedikitpun memejamkan matanya."Aku merindukan Ayah!" Tiba-tiba Tania teringat akan sosok Ayahnya,
"Jadi, dia bisa menyalakan lampu hanya dengan menepukkan tangannya. Wah, dia benar-benar sulit ditebak," batin Tania dalam hati."Kau akan berdiri di situ sampai pagi?" tegur Ray, melihat Tania hanya berdiri di dekat saklar lampu."Tidur! Jangan memancing aku untuk membuatmu tidur selamanya!" dengus Ray, namun ia tidak sedikit pun mengalihkan pandangannya dari Tania, membuat Tania semakin gugup.Tania menelan ludahnya. Mulai sekarang Tania harus selalu siap dengan segala ancaman yang akan ia dapatkan. Dan, Tania benar-benar benci netra gelap Ray yang selalu menatapnya tajam, seolah ingin menerkamnya."Aku akan tidur di sofa," ucap Tania."Sepertinya sofa ini sangat empuk, aku pasti akan tidur nyenyak," ucap Tania dengan tawa canggung yang mengiringi, ia duduk di sofa sembari menepuk-nepuk permukaan sofa yang memang begitu empuk."Sofa ini benar-benar nyaman." Tania bahkan sudah berbaring di atas sofa, mencoba memejamkan matanya, menghindari tatapan Ray yang seolah dapat mengulitinya h
"Aku tidak meminumnya, manusia sampah itu tidak sengaja menumpahkannya ke pakaianku," decak Ray geram.Aroma alkohol yang menyengat terasa menusuk ke dalam hidung. Aromanya jelas bersumber dari Ray.Tania sempat terdiam beberapa saat, menatap Ray yang mulai berjalan masuk ke dalam rumah. Memastikan bahwa Ray benar-benar tidak sedang dibawa pengaruh alkohol."Kau mau tidur di luar!"Tania buru-buru mengikuti Ray, saat mendengar suara berat Ray yang penuh ancaman. "Sangat jelas, dia tidak mabuk," batin Tania, berjalan mengekori Ray hingga masuk ke dalam kamar."Mungkinkah dia bisa tetap kejam meski dalam keadaan mabuk?" Tania masih terus menduga-duga. Ia bahkan terdiam di depan pintu, merasa ragu masuk untuk sekedar melewati batas pemisah antara kamar dan ruangan luar. "Apa dia tidur di sini?" batin Tania bergejolak, pikirannya mulai terusik."Mengapa kau hanya berdiri di situ?" tanya Ray, ia memperbaiki cara duduknya dengan menyilangkan kaki. Menunjukkan sepatu pantofel hitam yang m
Karena tidak tahan dengan perlakuan orang-orang kepadanya, akhirnya Tania memberanikan diri untuk menanyakan langsung pada Ma Cee. Dia adalah asisten kepala di rumah ini, jelas dia mengetahui semuanya."Tuan Ray membuat batasan. Tidak ada seseorang pun yang boleh berhadapan langsung dengan Taun rumah, apalagi menatap matanya, bagi Taun Ray itu sangat lancang. Mereka harus selalu menghindar, dan berusaha tidak terlihat. Tidak boleh ada interaksi yang berlebihan, kecuali perintah," jelas Ma Cee."Tapi, itukan berlaku untuk Ray saja, tidak denganku," ucap Tania."Nona Tania adalah istri Tuan Ray, Tuan rumah di sini, itu artinya aturan itu berlaku untuk menghormati Nona Tania."Rasanya Tania kehabisan kata. Bagaimana bisa seseorang memperlakukan aturan seperti itu, apakah mereka bukan manusia? Mereka manusia, dan tidak ada salahnya berinteraksi dengan mereka."Aturan itu tidak berlaku untukku, aku bisa berinteraksi dengan siapa pun. Ma Cee, aku bukanlah siapa-siapa tanpa embel-embel istri
"Rose? Apakah anda benar-benar tidak mengetahuinya, Non? Bukankah Tuan Ray sudah mengatakannya pada Non Tania?""Tidak, Ray tidak mengatakan apa pun padaku. Dimana putriku?"Tania mulai panik. Ia kembali mengingat-ingat isi surat perjanjian yang membahas tentang Rose. Namun, Tania merasa tidak ada yang aneh."Non Tania, tenang dulu." Ma Cee berusaha menenangkan Tania yang sudah berlari menaiki tangga. "Nona Kecil baik-baik saja, hari ini dia mengikuti kelas pertamanya."Tania mengerutkan keningnya, tidak mengerti maksud Ma Cee. Pikiran Tania masih berkelana, takut sesuatu terjadi pada Rose. Tania bahkan sudah hampir menerobos masuk ke ruang kerja Ray."Maksudnya? Kelas pertama?" tanya Tania, sangat jelas bahwa ia masih panik."Tuan Ray mengatakan bahwa Nona Kecil harus mengikuti pendidikan dasar. Jadi hari ini Nona Kecil mengikuti kelas pertamanya. Anda tidak perlu khawatir, Nona Kecil memiliki dua asisten pribadi yang
"Harus berapa kali aku katakan! Ikuti aturan, kau bahkan baru saja menandatangi perjanjian, dan sudah akan melanggar lagi?""Maaf, aku hanya merasa tidak nyaman harus menerima semua pemberianmu." Tania mengusap tangannya, menunduk dalam."Kau membayar untuk itu? Kenapa kau tidak nyaman, aku tidak memberikan semua itu secara cuma-cuma."Tania melotot, menatap Ray dengan tampang terkejutnya. "Benar 'kan, semuanya tidak gratis. Dia benar-benar menyeramkan dengan tabiatnya itu," maki Tania dalam hati.Ray menyandarkan tubuhnya ke kursi. Melihat ekspresi terkejut Tania, selalu menyenangkan untuknya. Apalagi jika Tania harus menahan amarahnya, itu seperti pertunjukan yang selalu dinantikan Ray."Kenapa menatapku seperti itu?""Maaf." Tania kembali menunduk."Kau sudah membayarnya dengan tanda tanganmu di sini, nikmati fasilitas yang aku berikan. Atau, kau akan menerima hukuman jika menolak apa yang aku berikan.""Sekarang, kau bisa keluar!"Meski masih tidak menyangka dengan apa yang baru
"Sepertinya, kau tidur dengan nyenyak." Tania mematung di tempatnya, saat sebuah suara menginterupsi tepat di belakangnya."Mati aku," batin Tania dalam hati. "Aku tidak membuatnya menunggu 'kan? Aku yang lebih dulu masuk ke ruang makan, sebelum dia." Tania terus berperan dengan pikirannya, takut jika dia kembali melakukan kesalahan dan melanggar aturan.Tania masih berdiri di tempatnya, hingga tidak menyadari bahwa Ray telah duduk di kursi meja makan. Menatapnya dengan sebelah alis yang terangkat, seulas senyuman terbit di ujung bibirnya."Sampai kapan kau akan berdiri di situ? Apakah kau benar-benar ingin aku memberimu hukuman?""Tidak!" Tania sontak berteriak, lalu menutup mulutnya saat menyadari apa yang baru saja ia lakukan. Ray tampak terkejut dan menatapnya tajam.Untung saja otak Tania bekerja dengan cepat untuk menyelamatkan diri. Segera menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Ray.Tania benar-benar sudah kehilangan keberanian di hadapan Ray. Apalagi saat Ray menatapnya de
Tania terbangun dari tidurnya. Kedua tangannya berada di depan dada, seolah ingin menenangkan detak jantungnya yang berdetak begitu cepat, seakan hendak meloncat keluar dari tubuhnya.Matanya tampak was-was menatap sekeliling, mengusap keringat yang membasahi keningnya."Hanya sebuah mimpi," gumam Tania, masih mengatur napasnya yang terasa memburu. Mimpi yang ia alami terasa sangat nyata, seolah Ray benar-benar ada di sana.Sepertinya, Tania terlalu memikirkan tentang Ray dan segala aturan-aturannya, membuat Tania merasa takut. Hingga, ketakutan itu merangkak masuk ke alam bawa sadarnya.Karena mimpi itu, Tania jadi tidak bisa lagi tidur. Hanya duduk di atas ranjang, menatap kosong ke depan, menanti matahari naik dan memancarkan cahaya kemerahannya."Non Tania, anda sudah bangun?" Tania tersadar dari lamunannya, saat ia mendengar suara ketukan pintu. Itu adalah suara asisten kepala. "Iya, saya sudah bangun."Setelah mengatakan itu, pintu kamar terbuka, memperlihatkan seorang wanita
"Bunda!" bentak Ray, tak suka dengan apa yang diucapkan ibunya "Kenapa, Ray! Karena perempuan ini, sekarang kamu berani membentak Bunda?""Ingat Ray, Bunda hanya menerima satu perempuan sebagai menantu di rumah ini. Tidak dengan yang lainnya."Nyonya besar membanting pintu, menimbulkan suara nyaring. Ia segera mengunci pintu rumah utama, menunjukkan penolakan bagi siapa pun yang hendak masuk."Mama, mengapa nenek tua itu marah-marah? Dia seperti penyihir, rambutnya juga putih." Ucapan Rose baru saja memecah keheningan yang sempat tercipta, membuat Ray menatap Tania kasihan. Dia tampak lelah dengan wajahnya yang lesu."Rose, Mama tidak pernah mengajarkan Rose untuk berbicara seperti itu 'kan," tegur Tania."Maaf, Mama," ucap Rose tampak menyesal.Tania tersenyum, mengusap rambut Rose. Hingga, garis lengkung di wajahnya itu berubah datar, saat tatapan matanya tanpa sengaja bertemu dengan netra gelap Ray, yang se
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.