Share

Perdebatan

Dengan perasaan marah Rifaldi keluar dari ruangan Pak Hardi. Dia nampak tidak terima dengan apa yang di ucapkan oleh Papanya itu.

"Aku tidak bisa menerima semua ini begitu saja! kalau Papa memang tidak bisa mendukungku tidak masalah. Aku akan cari cara agar bisa lebih deket dengan Melati dan merebutnya kembali, Melati itu milikku dan akan tetap menjadi milikku sampai kapanpun!" gerutu Rifaldi.

Sore harinya Devan terlihat pulang lebih dulu dari Rifaldi dan ayahnya. Sementara itu melati juga terlihat sedang berada di dapur. Namun saat tahu suaminya sudah pulang dia langsung bergegas menghampiri suaminya itu.

"Mas, kamu sudah pulang ternyata!" sambut Melati. "Hhmmm kamu mau aku bikinin teh atau kopi?" tanya Melati.

Devan pun terdiam sejenak dan akhirnya menerima tawaran istrinya itu "Boleh, tolong buatkan kopi saja dan nanti bawa ke atas yah!" pinta Devan.

"Iyah mas!" sahut melati sambil tersenyum karena mendapat respon yang baik dari suaminya itu.

Tanpa di sadari ternyata Rifaldi juga sudah berada di rumah dan melihat kedekatan mereka berdua, hal itu juga membuat Rifaldi semakin marah dan merasa cemburu.

Sintia yang juga melihat suaminya sudah pulang pun langsung bergegas menghampiri Rifaldi "Mas, sini biar aku bawain tas nya!" ucap Sintia.

Namun Rifaldi tidak mendengarnya karena dia lebih fokus melihat melati yang sedang membuatkan kopi untuk Devan.

"Mas!" teriak Sintia sambil menepuk pundak suaminya itu dan membuyarkan lamunannya.

"Hhhmmm Iyah kenapa?" Sahut Rifaldi yang mulai sadar akan kehadiran Sintia.

"Kamu ini kenapa sih mas? Aku tuh dari tadi bicara sama kamu tapi kamu malah merhatiin terus istri orang!" ungkap Sintia yang mulai kesal. "Ingat mas, Melati itu sudah jadi kakak ipar kamu, dia itu sudah menikah dengan kakak kamu sendiri! ujarnya kembali dengan amarahnya. "Lebih baik kamu lupain Melati dan fokus dengan pernikahan kita!"

Sintia pun langsung pergi ke kamarnya meninggalkan Rifaldi begitu saja, Rifaldi yang merasa tidak enak dengan Sintia pun langsung menghampiri Sintia untuk meminta maaf.

"Maafin aku yah, tolong jangan marah seperti ini!" pinta Rifaldi yang mulai membujuk istrinya. "Gak mudah buat aku menerima semua ini sin, aku hanya butuh waktu saja!"

"Memangnya apa sih yang kurang dari aku? tanya Sintia "Aku ini jauh lebih dulu kenal sama kamu dari pada melati. Kita temenan udah lama dan sering menghabiskan waktu bareng juga kan! apa gak ada sedikit saja perasaan kamu untuk aku?" Tanya Sintia sambil menangis

"Sin, kamu juga tahu kan kalau hubungan kita itu dari dulu gak lebih dari seorang temen! ungkap Rifaldi yang membuat perasaan Sintia semakin kesal. "Aku udah anggep kamu seperti sodara aku sendiri!"

Sintia mulai menghela nafasnya karena menahan amarah "Sodara! aku ini sekarang sudah jadi istri kamu mas. Kita sekarang sudah menikah dan harusnya kamu bisa belajar untuk mencintai aku! apa karena kamu masih cinta sama melati?" tanya Sintia. "Percuma mas, percuma karena melati sudah gak cinta sama kamu! Dia sendiri yang bilang sama aku tadi pagi, dia bilang kalau dia sudah melupakan kamu dan akan berusaha untuk menerima kak Devan sebagai suaminya, apa kamu masih berharap setelah mendengar fakta itu?"

"aku gak percaya kalau melati bicara seperti itu!" ucap Rifaldi.

"Terserah kamu mau percaya atau tidak dengan apa yang aku katakan barusan, tapi silahkan kamu tanyakan langsung sama melati mas! agar kamu tahu langsung dari orangnya!" sahut Sintia.

"Sintia benar, aku harus bicara dan tanyakan langsung pada melati. Aku tidak akan percaya dengan semua ucapan Sintia kalau bukan mendengar langsung dari Melati sendiri!" ucap Rifaldi dalam hatinya dan langsung bergegas pergi untuk menemui Melati.

"Pasti mas Rifaldi mau nemuin melati, aku sangat yakin itu. Silahkan saja mas karena setelah itu kamu akan merasa sakit hati mendengar fakta bahwa wanita yang kamu cintai itu sudah tidak peduli lagi sama kamu!" gerutu Sintia yang masih menangis karena kesal dengan sikap yang diberikan Rifaldi.

Melati yang sudah selesai membuatkan kopi pun mulai berjalan menuju kamar miliknya itu. Dengan sangat hati-hati Melati membawa secangkir kopi itu dengan penuh cinta untuk suaminya.

"Ini mas kopi nya!" ucap Melati sambil meletakkan secangkir kopi itu diatas meja.

"Terima kasih!" sahut Devan.

"Sama-sama mas!" jawab Melati sambil tersenyum. "kalau begitu aku akan melanjutkan pekerjaanku dulu di dapur!"

Devan pun hanya mengangguk saja tanda setuju, sesekali Devan melirik ke arah Melati yang sudah pergi menjauh.

Saat Melati hendak turun ke bawah, Rifaldi langsung menarik tangan melati dan ingin membawa Melati ke suatu tempat.

"Melati, ikut aku sebentar. Aku ingin bicara sama kamu!" ucap Rifaldi yang memaksa Melati dengan sedikit kasar

Melati pun memberontak karena merasa kesakitan "Lepasin aku mas, kamu sudah membuat tanganku ini kesakitan!" sahut melati sambil menghempaskan pegangan Rifaldi.

"Maaf melati, aku gak bermaksud buat nyakitin kamu! Aku hanya ingin kita bicara berdua saja, setelah kejadian kemarin itu kita belum bicara tentang apapun dan aku juga belum menjelaskan apapun sama kamu!" ucap Rifaldi memohon.

"Memangnya apa yang ingin kamu katakan mas? aku rasa semua ini sudah tidak ada lagi yang perlu di bahas.  Kita sudah punya kehidupan masing - masing!" sahut Melati tanpa melihat wajah Rifaldi.

"Sebaiknya kamu tinggalkan aku sekarang!" pinta Melati dengan sangat tegas.

"Apa kamu sedang mengusirku....??" tanya Rifaldi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status