Selamatkan Rachel, Ayah ....
"Ugh ... kepalaku," erang Vina dengan suara serak.Pagi menjelang, Vina mengerjap dan mengusap-usap mata. Kepala Vina juga terasa sangat berat. Dia lalu memijat-mijat pelipisnya dengan mata yang kembali terpejam.Vina ingin melemaskan otot-otot tubuhnya yang menegang, tetapi dia tak dapat menggerakkan badan. Sesuatu seperti sedang mengunci tubuhnya.Aroma maskulin yang begitu khas tercium begitu dekat. Anehnya, Vina merasa tenang membaui aroma yang dulu dibencinya itu.Tangan Vina yang bebas menyusuri lekukan kulit berotot yang terasa agak keras. Bukannya terbangun, Vina justru membenamkan wajah dalam kehangatan yang tengah dia rasakan.Vina mengusap-usap wajahnya di dada Rangga. Tanpa tahu, Rangga sangat kesulitan sampai menahan napas karena ulahnya.Rasanya begitu nyaman dan Vina merasa aman. Vina pun ingin kembali melintasi alam mimpi. Hingga Vina mendengar gemuruh napas kasar dari dalam dada Rangga."Tidak jadi bangun?" Suara berat Rangga terdengar jelas di telinga Vina yang mengi
"Ada yang terjadi?" Julian berlari kecil ke arah Vina. "Rachel di mana?""Ibu ... Ibu ada di dalam, Julian ....""Telepon pemadam kebakaran dan polisi, aku akan masuk ke dalam!" perintah Julian.Julian berlari ke toko, matanya terbuka lebar melihat toko Vina berantakan. Tetapi, dia tak bisa berlama-lama terkejut.Julian segera membasahi jasnya di wastafel, lalu kembali ke rumah Vina. Lalu, masuk dengan menutupi punggung dan kepalanya dengan jas basah.Untung saja, kobaran api belum terlalu besar. Dalam sekali lompatan, Julian dapat melewati pintu."Bu Martha!" teriak Julian."Nak Julian ...." Martha bersimpuh gemetaran di dalam."Saya bantu keluar dulu, sebelum apinya menjadi lebih besar!"Julian menuntun Martha dengan langkah tergesa-gesa. Dia menutupi Martha menggunakan jasnya. Mereka berhasil keluar bergantian dengan Martha di depan.Lengan kemeja Julian terjilat kobaran api ketika dia melompat keluar pintu. Vina dan teman-temannya sudah membawa ember berisi air dan mulai mengguyur
'Suami saya baru tahu kebakaran itu. Dia tidak mau tahu, pokoknya besok pagi, Anda harus sudah membayar uang ganti rugi. Saya tidak bisa membantu mengulur-ulur waktu, Maaf.'Pegangan di ponselnya terasa melemas ketika membaca pesan singkat dari pemilik rumah. Akhir-akhir ini, banyak sekali kejadian buruk menimpa Vina. Dan itu semua terjadi setelah kemunculan Rangga.Vina jadi merasa jika Rangga hanya membawa kesialan dalam hidupnya. Yang pertama, semua pelanggannya pergi, tokonya dihancurkan orang, sekarang rumahnya kebakaran, dan dia harus mengganti uang ratusan juta dalam semalam.Vina sempat berpikir untuk minta tolong kepada Julian. Tetapi, Julian sudah terlalu banyak membantunya. Belum lagi, tangan Julian sampai mengalami luka bakar akibat menolong ibunya. Vina tak sanggup jika harus merepotkan Julian lagi."Ada apa, Vin?" tanya Martha yang baru saja membereskan sisa-sisa kebakaran."Ibu kontrakan minta uang ganti rugi besok pagi, Bu," kata Vina lemas.Barang-barang di tangan Mar
"A-asal bukan hak asuh Rachel, saya ... saya akan melakukan apa pun." Vina melirik ke arah lain untuk menghindari tatapan Rangga.Rangga menangkup dagu Vina dengan satu tangan agar terus menatapnya. "Yang pertama, berhenti memanggilku 'Pak' lagi. Aku tidak mau Rachel mendengarnya." Daripada mendengar ucapan Rangga, perhatian Vina justru teralihkan oleh bau kopi dari napas Rangga yang menerpa wajahnya. 'Sepertinya, sebelum ke sini tadi, dia mampir minum kopi lebih dulu,' pikir Vina kehilangan konsentrasi."Jawab!"Vina terkesiap oleh suara keras Rangga. Vina khawatir, Rangga memergoki dirinya sedang memandangi bibirnya, membayangkan pria itu sedang duduk santai sambil menyeruput kopi dengan wajah damai.Bagaimana pria yang jarang tersenyum itu memamerkan giginya dan tertawa saat bercengkrama dengan temannya. Gambaran tersebut membuat Vina mengikik geli."Kamu menertawakanku?" geram Rangga."Iya- Tidak ... maksud saya, i-iya ... saya akan memanggil Anda ... Mas." Vina spontan menjawab.
"Tidak, saya tidak mau! Saya juga masih punya harga diri! Apa ini wajah asli Anda? Suka memaksa perempuan tidur bersama Anda!"Awalnya, Rangga tak berniat memberi Vina syarat apa pun. Namun, setelah kejadian-kejadian sebelumnya, Rangga perlu mengendalikan Vina supaya mereka semua aman di bawah kuasanya.Dan juga, Rangga sekaligus ingin membuat Rachel bahagia. Rangga bisa lebih mudah menuruti segala keinginan Rachel jika Vina patuh padanya. Karena semua permintaan Rachel selalu berhubungan dengan dirinya dan Vina."Anda cuma mau diakui Rachel, bukan? Cukup itu saja, tidak lebih! Saya tidak mau berhubungan dengan calon suami wanita lain! Saya tidak mau dianggap perusak hubungan orang!"Rangga membuang napas kasar. Dia sebenarnya sangat kesal karena Vina selalu saja menyahut tanpa mau mendengar ucapannya sampai selesai. Padahal, Vina dulu selalu lembut dan menurut padanya. Tidak sekali pun Vina pernah menentang kehendaknya. Vina yang sekarang, berubah menjadi perempuan menantang yang ing
"Nak Rangga yang membelikan ruko baru ini, Vin. Ibu sudah menghubungi Ida dan yang lain untuk datang ke sini."Vina melongo melihat betapa besar tempat yang akan menjadi toko barunya. Lokasi ruko itu juga tak jauh dari kontrakan yang terbakar. Teman-temannya tak akan kerepotan menggunakan transportasi.Sebelumnya, Vina sudah mau minta izin menggunakan rumah Rangga untuk menjalankan bisnisnya untuk sementara. Rangga ternyata membelikan tempat lain.Apakah dia pantas mendapatkan ini semua? Bagaimana kalau nanti Rangga mengajukan syarat yang lainnya?"Tidak perlu berpikiran macam-macam. Terima saja. Lagi pula, kita tidak punya tempat lagi untuk membuatkan pesanan Nak Julian. Kalau kamu merasa tidak nyaman, nanti kalau sudah kaya, kamu bisa kembalikan ke Nak Rangga."Benar. Saat ini, Vina sangat membutuhkan tempat baru untuk tokonya. Vina tak bisa menumpang di rumah Rangga selamanya. Dia perlu mengumpulkan banyak uang untuk menyewa kontrakan baru."Wah! Toko baru!" seru Ida. Ketiga temanny
"Ayah di mana, Bunda? Kepala aku cakit ... Hu hu hu ...." Rachel menepuk-nepuk kepalanya."Jangan dipukul-pukul, Sayang. Sabar, ya, Ayah sedang dalam perjalanan. Rachel jangan menangis lagi, nanti kepalanya tambah pusing." Vina memegang kedua tangan Rachel dengan lembut.Vina berusaha menenangkan Rachel, tetapi Rachel tetap bersikeras ingin bertemu Rangga sekarang juga. Vina menjadi kesal pada Rangga karena tak peduli dengan Rachel yang sedang sakit.'Katanya mau melakukan apa pun demi Rachel. Dia malah sibuk mengurusi pernikahannya,' batin Vina getir."Ayah ... kepalaku cakit ... mau Ayah ...."Mendengar Rachel menangis kesakitan seperti itu, hati Vina pedih seakan teriris. Rasa-rasanya ingin memindahkan segala kesakitan Rachel pada dirinya. Pelupuk mata Vina sudah basah akan air yang ingin menetes keluar, tetapi dia tak ingin menangis di depan Rachel. Dia harus menjadi ibu yang kuat dan tegar bagi putrinya.Rachel hanya memiliki Vina saat ini. Mereka tak bisa mengandalkan Rangga yan
"Masuk. Rachel pasti sudah tidur." Rangga mengacak-acak puncak kepala Vina, lalu beranjak masuk ke dalam.Jemari Vina menyentuh bibirnya yang hampir saja menempel di bibir Rangga. Dia diam mematung, mencerna apa maksud Rangga melakukannya.Sebuah tangan tiba-tiba menarik Vina sampai berdiri. Rangga ternyata kembali lagi."Rachel masih marah denganku." Rangga seolah meminta Vina untuk membantunya membujuk Rachel."Dia juga tidak mau dekat-dekat denganku sejak tadi.""Kenapa?" "Rachel m-marah ...."Jemari Rangga menyelip di jari-jari Vina secara natural. Menarik pelan agar Vina mengikuti langkahnya. Vina sampai lupa bernapas menerima perlakuan Rangga yang tak biasa.Wajah Rangga datar, seolah-olah apa yang dia lakukan sudah sangat biasa dan tak berarti apa-apa. Vina semakin tak mengerti, apa yang sebenarnya Rangga rasakan dan pikirkan saat ini?Padahal, wanita dalam gandengan Rangga sudah seperti selembar kertas yang jika tertiup angin jatuh begitu saja. Sekujur tubuh Vina melemas, seti