Selamat liburan ... Semoga hari libur kalian menyenangkan! Jangan lupa bawa gandengan. 💕
'Ayah ada di sini. Maafkan Ayah karena tidak tahu di mana Rachel berada selama ini. Mulai sekarang, Rachel harus memanggilku Ayah atau Papa saat Bunda tidak ada. Ayah tidak mau Bunda memarahi Rachel.' Rachel teringat bisikan Rangga sebelum Vina menemukan mereka ketika di taman bermain kemarin.Rachel membekap mulutnya sendiri. Menyadari jika dirinya berbuat kesalahan. Iris mata Rachel bergerak ke arah Vina dan Rangga bergantian.'Ayah? Apa aku barusan salah dengar?' batin Vina.Rangga melirik Vina dengan canggung. Ternyata, Vina juga sedang menatap dirinya sangat tajam dan seakan-akan menuntut jawaban."Kamu mengajari Rachel memanggilmu ayah?" tanya Vina.Rangga tak menjawab dan bergegas meninggalkan Vina, lalu menggendong Rachel menuju rumah. Dia tak menyalahkan Rachel, hanya saja, Rangga malas berdebat dengan Vina."Maaf, Ayah," bisik Rachel penuh penyesalan.Rangga mengusap-usap rambut Rachel. "Rachel tidak salah, tidak perlu minta maaf. Sekarang, Rachel mau makan apa?""Telul cama
"Itu ... datang!" seru Rachel antusias.Rachel melompat turun dari kursi dan berlari ke arah pintu. Sebuah mobil berhenti sejenak, lalu kembali melaju. Senyuman di wajahnya memudar, mobil tersebut bukan milik seseorang yang Rachel tunggu.Rachel meremas erat kedua tangannya sambil menunduk ketika kembali ke dalam. Putri kecil Vina itu tampak lesu dan tak bersemangat.Sudah tiga hari Rangga tak berkunjung dan tak memberi kabar. Rachel selalu menanti kehadirannya. Setiap kali ada mobil melintas, bocah kecil itu selalu mengira bahwa ayahnya yang datang.Terkadang, Rachel merengek dan mengajak Vina untuk menemui ayahnya. Vina terus menolak dengan berjuta alasan sehingga Rachel lelah meminta.Sekali lagi, Rachel hanya bisa menelan kekecewaan. Rachel mulai berpikir jika Rangga tak sungguh-sungguh menyayangi dirinya."Bunda ... kenapa Om Tampan tidak datang?" tanya Rachel dengan air muka sedih."Om sedang sibuk bekerja, Sayang. Main sama Bunda saja, ya." Rachel mengerucutkan bibir, sebelum m
"Ha? Siapa Anda sok-sokan melarang-larang saya? Anda bukan atasan saya lagi, bukan keluarga saya, bukan apa-apa saya!"Pandangan mereka saling beradu cukup lama. Meskipun Vina agak takut, dia tak ingin menghindari tatapan Rangga."Lakukan saja apa yang aku katakan," ujar Rangga dengan nada suara yang sangat menekan. Rangga menjadi marah karena Vina tak segera mengindahkan ucapannya dan justru berbalik membentaknya."Lepaskan saya! Julian sudah menunggu terlalu lama!" pekik Vina seraya mengentak kedua tangan sambil bernapas terengah-engah. Matanya terbuka semakin lebar yang diarahkan kepada Rangga.Mereka terdiam cukup lama dengan posisi yang masih sama. Hingga akhirnya, Rangga melepaskan tangannya."Jangan menyesal," ucap Rangga dingin, lalu berjalan menuju kamar bermain, menyenggol bahu Vina sedikit kasar.Dari kamar bermain, Rangga masih bisa melihat kepergian Vina. Raut kemarahan Vina saat berhadapan dengan Rangga tadi, berubah ketika berbicara dengan Julian. "Bodoh," gumam Rangga.
"Ini lumah aku, Bunda. Ayah membelikan untukku."Rachel melipat tangan di depan dada dan dagunya sedikit mendongak, terlihat sekali dia sedang menyombongkan hadiah dari ayahnya. Jika tak sedang bersama Rangga, Vina pasti sudah tertawa oleh sikap Rachel. Vina mengecup kening Rachel guna menutupi bibirnya yang hampir terbuka karena tawa.Rachel telah bertekad agar terus bisa bersama ayahnya. Dia tak ingin melihat Rangga tenggelam atau pergi ke surga. Dengan sedikit bujukan tak langsung dari Rangga juga tentunya.'Ayah tidak akan tenggelam atau pergi ke surga asalkan Rachel mau menemani Ayah selamanya.' Satu kalimat yang dilontarkan Rangga itu, mungkin akan tercetak jelas dalam ingatan Rachel dalam waktu yang lama.Di seberang ruangan, Rangga duduk di kursi pijat sambil sesekali melirik mereka dari celah pintu. Dia tersenyum tipis karena bangga oleh kecerdasan putrinya."Rumah Rachel 'kan bersama Bunda. Masa Rachel tega mau meninggalkan Bunda dan Nenek. Nanti, kalau Bunda sama Nenek sedi
"Apa kamu tega membiarkan anak kita hidup tanpa kasih sayang orang tua lengkap?" Rangga bertanya setengah sadar.Setelah semalam tak bisa menjawab pertanyaan Rachel, Rangga terus memikirkan apa yang putri kecilnya inginkan. Dan pagi-pagi buta, Vina telah berada di depan pintu depan. Pertanyaan impulsif itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Rangga mengira jika Vina datang untuk membawa Rachel dan kembali melarang dirinya bertemu dengan sang putri."Apa Anda mengigau?" Vina menatap Rangga dari atas sampai bawah bolak-balik dua kali.Rangga yang biasanya terlihat berwibawa dan berkarisma, kini hanya mengenakan celana kain selutut dan kaos tipis. Rambutnya pun masih acak-acakan. 'Mungkin dia habis mimpi buruk,' batin Vina."Jangan melarangku bertemu dengan Rachel lagi. Rachel sangat membutuhkan ayahnya," tegas Rangga."Saya barusan bilang, lain kali, Anda harus minta izin kepada saya atau Ibu saya jika mau mengajak Rachel pergi. Saya tidak melarang Anda. Dilarang pun percuma ... karena
"Mulai sekarang, Rachel tidak boleh menginap lagi," tegas Vina.Vina datang ke rumah Rangga setelah terlambat menjemput dan Rachel sudah tidak ada di playgroup. Dia sangat marah walau hanya dengan melihat wajah Rangga.Vina sudah tak melarang Rangga bertemu dengan Rachel. Hanya saja, Rangga tak pernah minta izin atau sekedar memberi tahu jika mau mengajak Rachel pergi."Dia sendiri yang ingin tinggal di sini." Rangga bersedekap dan mengangkat bahu."Ibu saya belum bertemu Rachel dari kemarin. Ibu pasti akan melaporkan ke polisi kalau sampai tahu Rachel tidak pulang semalam dan hari ini."Vina tak menunggu jawaban Rangga. Dia menyenggol lengan Rangga supaya menyingkir dari pintu, kemudian masuk ke kamar Rachel.Rachel masih sibuk bermain-main sendirian. Vina lantas menggendong Rachel tanpa aba-aba. Mainan yang tadinya dibawa Rachel sampai terjatuh dan hancur berkeping-keping."Bunda ... mainanku tatuh ...." Rachel meronta-ronta ingin turun."Nanti Bunda belikan. Kita pulang sekarang, Sa
"Jangan menjanjikan sesuatu pada anak kecil kalau Anda tidak bisa melakukannya. Rachel cepat mengingat sesuatu. Saya tidak mau Rachel menagih ucapan Anda terus."Rangga hanya menghela napas panjang, lalu kembali ke kamar. Dia mengira, Vina akan membicarakan masalah penting, ternyata hanya itu.Tak perlu diberi tahu pun Rangga cukup mengerti apa yang dia katakan. Jika hanya tidur bertiga seperti itu, Rangga tak akan keberatan. Asalkan Rachel tetap bahagia."Bunda di mana? Kenapa lama cekali?" rengek Rachel.Vina lantas kembali ke dalam, berbaring di posisi yang sama seperti tadi. Sampai Rachel terlelap, Vina juga ikut memasuki dunia mimpi. Sedangkan Rangga masih terjaga.Manik hitam Rangga berpindah dari wajah Rachel menuju wajah Vina. Entah apa yang tengah dia pikirkan sampai memandangi Vina cukup lama.***"Minggir ..." rintih suara serak wanita.Rangga menggeliat dan mempererat pelukan. Rachel selalu membuat Rangga merasa tenang.Sudah berapa lama Rangga tak tidur nyenyak seperti sek
"Pergi ...." Martha menurunkan volume suaranya agar Rachel tak terbangun.Rangga tercengang dan diam di tempat. Otaknya masih mencerna satu kata itu ... memperkosa? Jadi, selama ini, Vina menganggap dirinya telah memperkosanya?!Satu jawaban dari berbagai pertanyaan yang masih ada di benak Rangga akhirnya terjawab. Alasan mengapa Vina melarikan diri dan menyembunyikan kehamilannya. Jadi, Vina berpikir jika Rangga telah memperkosanya!Rangga menggeleng-geleng kepala pelan tak habis pikir. Kenapa Vina tak menuntut tanggung jawab darinya saja? Itu lebih baik daripada dianggap sebagai pemerkosa.Harga diri Rangga sangat terluka karena dituduh seperti itu. Rangga bahkan tak sadar dengan apa yang dia lakukan kepada Vina ketika semua itu terjadi. Meskipun beberapa hari setelahnya, dia samar-samar mengingat perbuatannya.Ya, Rangga pun mengaku bahwa tindakannya sangat bejat dan tak bermoral. Tetapi, Rangga tak merasa dirinya sepenuhnya bersalah. Karena ada orang yang sengaja menjebak dirinya.