Sementara di tempat lain, seorang bocah kecil berusia lima tahun menyambut kedatangan sang ibu yang menjemputnya. "Mama!" panggilnya sambil berlari menuju pintu gerbang.
"Halo Clayton sayang," ucap sang ibu yang langsung memeluk sang anak, lalu menggendongnya."Hanna, tumben telat jemput? dari tadi Clayton nanyain kamu terus loh," tanya Aisah teman Hanna.Aisah yang saat ini menjaga Clayton karena Hanna harus bekerja, dan kebetulan ia tak bisa memiliki momongan, sehingga ia merasa sangat senang saat Hanna memberikan kepercayaan padanya untuk menjaga Clayton."Tadi jalanan macet, jadi aku terlambat," jawab Hanna yang langsung kembali menoleh ke arah sang anak, yang saat ini ada di gendongannya. "Maafin mama ya sayang," ucapnya.Clayton pun mengangguk dan langsung mencium sang mama.Hanna mengajak Aisah berbincang sebelum ia pulang ke rumah. Namun perbincangan mereka harus terhenti saat ada seorang wanita memasuki gerbang yang terbuka dengan dua orang pria di sampingnya. Mereka pun langsung menghampiri Hanna dan Aisah."Hanna Caroline?" ucap wanita tersebut.Hanna dan Aisah saling tatap. Mungkin mereka tengah berpikir, bagaimana wanita tersebut mengetahui nama Hanna, dan siapa mereka sebenarnya."Iya, itu saya," sahut Hanna."Ikut kami, dan juga bawa anakmu," ucap wanita tersebut dingin. Tentu saja itu tak membuat Hanna langsung menuruti ucapannya, memang siapa mereka."Maaf, siapa kalian?" tanya Hanna."Aku Cindy, dan mereka adalah orang-orang dari keluarga Wirautama. Kami ditugaskan untuk menjemput anda ke kediaman nyonya besar Wirautama," jelas wanita tersebut membuat Hanna dan Aisah semakin bingung."Aku tidak mau, karena aku tidak mengenal keluarga tersebut," tolak Hanna secara halus. Siapa juga yang akan langsung percaya pada orang asing yang tiba-tiba datang, dan mengajaknya untuk pergi ke tempat yang tak ia ketahui di mana itu."Anda mungkin tidak mengenal keluarga besar Wirautama, tapi nyonya besar sangat mengenal anda, dan sedang menunggu kedatangan anda terutama putra anda, nona Hanna," jelas Cindy."Maaf, tapi apapun alasannya, aku tetap tidak berkenan mengikutimu. Selain aku tidak mengenal siapa kalian, aku juga tidak tahu apa tujuan kalian," jawab Hanna."Sepertinya anda tidak bisa di jemput secara halus," ucap wanita tersebut yang langsung memberikan kode pada anak buahnya.Kedua pria berbadan kekar di belakang Cindy maju dan menghampiri Hanna yang menggendong Clayton.Mereka menggapai tanganga Hanna dan hendak menariknya."Lepasin mama Clay, jangan sakiti mama," ucap Clayton dengan suara imutnya menghalangi dua pria yang hendak menarik sang ibu, sambil mengayunkan tangan hendak memukul.Kedua pria berbadan kekar tersebut tak mempedulikan ucapan anak kecil seperti Clayton. Mereka kembali menarik tangan Hanna."Lepasin mama Clay," ucap Clayton kembali sementara Hanna berusaha menenangkan Clayton dan semakin mempererat pelukannya. Clayton langsung mendapat tatapan tajam dari salah satu pria tersebut, hingga membuatnya merasa takut dan membenamkan wajah di pelukan sang ibu."Lepaskan aku! apa kalian mau aku laporkan ke polisi akan tindakan pemaksaan ini?" pekik Hanna mengancam.Cindy menyunggingkan senyuman, lalu melangkah mendekati Hanna."Nona Hanna, apa anda tidak tahu siapa keluarga Wirautama? bahkan polisi saja ada dalam kendali kami. Saran saya sebaiknya anda jangan mempersulit diri anda sendiri," ucap Cindy. Meski wanita tersebut terlihat tegas, tapi ia tetap berbicara ramah pada Hanna."Tidak," bantah Hanna. Ia tetap tak ingin mengikuti mereka, karena ia bukan orang yang mudah untuk pergi bersama orang yang asing baginya."Tolong jangan mempersulit keadaan, nona," ucap Cindy masih berusaha sabar."Lagian kalian ini siapa dan mau apa sih? Tiba-tiba datang dan maksa Hanna untuk ikut," celetuk Aisah."Sebaiknya anda jangan ikut campur daripada berurusan dengan keluarga Wirautama," sahut Cindy. Berbeda dengan cara bicaranya pada Hanna, kali ini suara Cindy terdengar dingin dan ketus pada Aisah.Aisah terdiam dan mencoba untuk mengingat-ingat siapa sebenarnya mereka dan keluarga Wirautama.Aisah mendekat ke arah Hanna dan membisikan sesuatu. "Itu adalah keluarga pemilik hotel, apartemen, dan sebuah tempat wisata dengan nama yang sama yaitu Sky Garden. Keluarga yang terkenal kejam."Mendengar nama Sky Garden membuat Hanna mengingat tempat kerjanya dulu. Tempat di mana ia mengais rezeki, dan tempat dimulainya kehancuran hidupnya."Aku tidak akan pernah ikut kalian, apa lagi untuk bertemu pria tanpa perasaan itu," ucap Hanna."Anda tidak bisa menolaknya, nona," ucap Cindy. Ia memberikan kode pada kedua anak buahnya untuk memaksa Hanna."Lepaskan aku!" pekik Hanna.Clayton pun kembali memukul tangan orang-orang tersebut. "Lepasin mama Clay, jangan sakiti mama Clay," ucapnya."Adik kecil, ibumu akan dibuang jika dia tidak menurut dan terus memberontak. Dan itu artinya anda tidak bisa bertemu dengannya lagi," ucap salah satu dari mereka membuat Clayton merasa takut."Nona, apa bisa kalian jangan memaksa Hanna untuk ikut?" ucap Aisah yang ingin membantu, akan tetapi ia pun merasa takut jika harus berurusan dengan keluarga Wirautama.Cindy mendekat ke arah Aisah, ia mencengkram pipi Aisah hingga bibirnya mengerucut, dan pipinya terasa sakit."Diamlah jika kamu masih ingin melihat matahari terbit esok hari," ancam Cindy lalu menghempaskan wajah Aisah.Aisah hanya bisa menelan ludahnya penuh ketakutan. Suara ancaman cindy yang dingin membuat nyali ya seketika menciut."Bawa dia," ucap Cindy pada anak buahnya. Mereka pun menyeret Hanna hingga membuat Clayton takut.Melihat Clayton yang ketakutan, akhirnya Hanna mengalah. "Biarkan aku jalan sendiri, tolong jangan buat anakku takut," ucapnya. Dan akhirnya ia pun terpaksa menurut untuk ikut.Clayton yang masih ketakutan terus bersembunyi di pelukan sang Ibu, ia tidak ikut bicara maupun menegur orang yang memaksa ibunya naik ke dalam mobil.***Kediaman keluarga besar Wirautama.Dua mobil memasuki halaman rumah yang sangat luas. Mewah, dan megah hanya itu yang bisa digambarkan untuk rumah tersebut."Rumah siapa ma, kok besar banget?" tanya Clayton dengan polosnya."Ini rumah orang kaya, sayang," jawab Hanna. Ia lebih memilih untuk menjawab demikian pada anaknya yang memang selalu banyak bertanya di usianya.Mereka turun dari mobil. Clayton memilih untuk berjalan sendiri, ia langsung memegang tangan sang ibu dengan erat saat melihat pria yang sempat membuatnya takut tadi.Clayton berulang kali melirik ke arah pria yang sedikitpun tak menunjukan senyuman padanya, dan akhirnya Clayton pun kembali meminta Hanna untuk menggendongnya."Mama, gendong lagi, Clay takut sama om itu. Dia galak melebihi om badut di ulang tahun teman Clay," ucap Clay yang memang sangat takut dengan badut.Hanna pun langsung menggendong Clayton. "Sini sayang," ucapnya."Silahkan masuk, nyonya Wirautama sudah menunggu," ucap Cindy saat mereka sudah berada di ambang pintu utama.Hanna menuruti ucapan Cindy, mereka memasuki rumah besar tersebut. Jantung Hanna merasa berdebar saat ia mulai menginjakan kaki untuk pertama kalinya ke rumah orang yang telah menghancurkan hidupnya.Hana menyunggingkan senyuman kecil. “Tinggal duduk saja kenapa aku harus menyuruhnya? Bukankah selama ini kamu selalu melakukan apapun tanpa aku tahu, apalagi izin dariku?” ucap Hanna yang bernada sebuah sindiran.“Sepertinya aku adalah orang yang paling buruk di hidupmu, hingga penyesalan dan apapun yang terjadi padaku saat ini tidak bisa membuatmu bisa memaafkan aku,” sahut kelvin yang langsung duduk dan menatap ke arah Hanna.“Kalau kamu sadar, maka itu lebih baik,” ucap Hana yang kembali menatap ke layar laptopnya.Hanna melirik ke arah Kelvin yang dia menatapnya. Ia pun tak mau memperdulikan hal tersebut, dan terus fokus ke layar laptop.“Jika kamu datang kemari hanya untuk menatapku, maka pergilah. Kamu hanya mengganggu konsentrasiku untuk bekerja,” ucap Hanna tanpa menoleh ke arah Kelvin sedikitpun.“Sebenarnya Ada hal penting yang ingin aku katakan padamu,” ucap Kelvin, tapi Hanna tetap tak menoleh ke arahnya.Lalu Kelvin pun mengambil sesuatu dari saku jasnya. “Aku ingin mela
Di atas sana Hanna menatap ke bawah, dengan air mata yang mengalir. “Kenapa kalian membuat aku menjadi sejahat ini? aku tidak bisa memaafkan kalian dengan mudah, itu juga karena ulah kalian sebelumnya,” gumam Hanna. Ia pun kembali menutup tirai jendelanya.Hanna berbaring di kamarnya, sementara Beni mengajak sang ibu untuk segera pulang. ”Ayo kita pulang, bu,” ucap Beni.Namun Martha menolaknya. “Aku tidak akan pulang sebelum Hanna memaafkanku,” ucapnya. “Bu dengarkan aku, Hanna tidak akan semudah itu memaafkan kita, apalagi dulu ibu mengusirnya saat dia sedang mengandung. Bahkan hanya selang satu hari setelah paman meninggal. Itu sangat menyakitkan untuknya, bu,” ucap Beni mengingatkan sang ibu.Mungkin saat ini Beni sangat berharap jika Hanna bisa memaafkan ibunya, tapi ia juga tak bisa memaksa Hanna untuk memaafkan ibunya. Ia sangat tahu bagaimana rasanya menjadi Hanna.Meski ia sempat marah kepada sang ibu, dan ibunya tidak pernah mau mendengar apa yang ia katakan hingga tetap me
“Hai Hanna?” ucap Beni sambil melambaikan tangannya ke arah Hanna.Sementara Hanna menatap ke arah wanita yang berdiri di samping Beni. Wanita tersebut tersenyum, dan saat itu juga Hanna memalingkan wajahnya.“Apa dia ibu Beni?” tanya mbah Ruti pada Hanna.Hanna menatap ke aah mbah Ruti, lalu mengangguk pelan. “Sebaiknya kita temui mereka, bagaimana pun mereka adalah tamu di rumah ini,” ucap mbah Ruti yang langsung menggandeng tangan Hanna. Mbah Ruti pun mengajak Hanna menemui Beni dan ibunya.“Hanna, apa kabar?” tanya Martha, ibu Beni pada Hanna.Hanna tak menjawab sapaan Martha, ia mengingat jelas bagaimana dia mengusirnya dan sang ayah, waktu malam hari itu hingga ayahnya meninggal sebelum meninggalkan rumahnya.“Baik, lebih baik dari waktu kau usir aku dan ayahku,” jawab Hanna dengan nada dinginnya.“Maafkan aku, aku benar-benar menyesal waktu itu mengusir kalian, aku selalu merasa bersalah dan aku selalu mencarimu, tapi tidak pernah menemukanmu,” ucap Marta.Hanna pun menyungging
Kelvin tidak mau hal yang sama seperti hari kemarin terulang. Ia sangat tahu jika Hanna tidak menginginkan kehadirannya, apalagi berada dalam satu mobil bersamanya.“Terima kasih nyonya, tapi saya masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan,” sahut Kelvin.“Baiklah kalau begitu. Kami pergi dulu,” ucap mbah Ruti.Kelvin menganngguk, lalu menatap kepergian Hana dan mbah Ruti yang berjalan berdampingan dengan Haannnaa. Kelvin menghalang nafasnya, lalu kembali masuk ke kantor.Kelvin menyandarkan tubuhnya di kursi, sambil menatap langit biru lewat jendela kantornya. “Aku tidak akan menyimpan harapan besar lagi padamu, Hanna. Aku hanya akan berusaha semampuku untuk mendapatkanmu kembali, dan jika hatimu masih sekeras batu, maka aku tidak akan memaksa,” gumam Kelvin.Setelah mengambil bunga tabur pda Abi, mereka pun langsung menuju pemakaman yang tidak terlalu jauh dari kantor tersebut. Jarak pemakaman dan kantor yang lumayan dekat, membuat mereka tak perlu terlalu memakan waktu untuk sampa
Mbah Ruti menyandarkan tubuhnya di kursi. lalu menetap Kelvin. “Jika dia memilih pria lain, maka aku harap kamu masih bisa berada di sini. Aku mempercayaimu untuk memegang perusahaan ini, karena aku tahu Hanna tidak mempunyai kemampuan itu,” sahut mbah Ruti.Kelvin pun terkekeh mendengar jawaban mbah Ruti. “Bagaimana mungkin saya bertahan di sini, sedangkan suatu saat cucu menantu anda mungkin akan lebih pandai dan lebih bijaksana memimpin perusahaan ini, daripada saya,” jawab Kelvin.Mbah Ruti menggelengkan kepalanya. “Mungkin dia mampu, dan dia lebih pandai darimu, tapi mungkin aku tidak bisa dengan mudah mempercayai darinya,” sahut mbah Ruti, membuat Kelvin terdiam sejenak.“Sudahlah, aku harus ke ruanganku. Aku yakin banyak hal yang menungguku di sana,” ucap mbah Ruti sambil berdiri, lalu melangkah pergi.Sementara Kelvin hanya menatap kepergian wanita yang tua yang berharap banyak padanya itu, hingga ia menghilang di balik pintu ruangannya.“Jika Hanna tidak bisa kembali padaku,
Hana melangkah mendekat ke arah Kelvin, lalu duduk di sebelah mbah Ruti. “Lain kali tanya saja langsung padaku, biar aku jelaskan sejelas-jelasnya apa yang ingin kamu tahu. Tidak perlu kamu bertanya pada orang lain, apalagi mbah Ruti yang tidak tahu siapa itu tante Marta, dan siapa itu Benny,” imbuhan.Nada bicara Hanna yang masih dingin membuat Kelvin merasa canggung. “Maafkan aku Hanna, jika aku mencari tahu tentangmu lewat orang lain. Aku akui, aku salah,” sahut Kelvin.Mbah Ruti menoleh ke arah Hanna, lalu menepuk tangannya. “Hanna ajaklah Kelvin untuk makan malam di sini. Hari sudah sore, aku yakin dia pasti sudah lapar setelah melakukan pekerjaan di kantor,” ucap mbah Ruti.Mbah Ruti pun menatap ke arah Kelvin sejenak, lalu kembali menatap ke arah mbah Ruti. “Jangan mengajaknya makan malam disini, aku takut jika pelayan di rumahnya sudah memasak, dan masakannya akan mubazir jika dia tidak kembali untuk makan malam,” jawab Hanna.Kelvin pun menyembunyikan senyum, ia sangat paham