Share

Pria Menyebalkan Itu Penawarku
Pria Menyebalkan Itu Penawarku
Author: vee

BAB 1

Jane adalah seorang wanita karir yang tahun ini menginjak usia 27 tahun. Sebuah umur matang dengan kehidupan yang bisa dibilang gemilang. Wajahnya yang molek, postur tubuhnya yang semampai membuat wanita itu menjadikan model sebagai profesinya. Wajahnya tirus dengan hidung bangir dipadukan dengan mata monoloidnya yang cantik, membuatnya sering dibilang terlalu sempurna untuk menjadi manusia.  

Namun, apakah pandangan orang lain selalu membuatnya di atas awan?

Ternyata tidak. Sejujurnya wanita itu mengalami masalah besar sejak tiga tahun terakhir. Ia  situasi yang membuatnya tak nyaman. Kondisinya diperburuk dengan jadwalnya yang memang cukup padat. 

Jane adalah bintang yang paling terang untuk agensi hiburan yang menaunginya. Selain tampil di pemotretan majalan dan catwalk, Jane juga sering digaet brand-brand mewah. Thomas, sebagai pemilik agensi tentu selalu memberikan treatment terbaik untuk modelnya tersebut dan salah satunya adalah merekomendasikan seorang psikiater kenalannya.   

Hari ini catatan kesehatannya keluar dan tidak ada respon lain selain helaian nafas pelan. 

“Ternyata aku sudah benar-benar gila,” gumamnya.

“Tidak, jangan katakan hal bodoh seperti itu. Kau tidak gila dan keadaan seperti dirimu sudah banyak dialami banyak orang. Aku tidak mencoba membandingkan siapa yang lebih baik, kau memiliki banyak orang yang menyayangimu, Jane. Jangan beranggapan jika kau sendirian,” jelas Lilibet.

Wanita berambut sebahu itu seorang psikiater muda dan kini selain menjadi dokter, ia secara alami menjalin pertemanan dengan sang model. Melihat Jane yang biasanya tampil mewah di foto sampul majalah bulanan, berbanding terbalik ketika sang model memasuki ruangannya, selain pucat, Jane juga tak jarang terlihat berantakan. Sangat berbanding terbalik.

Lilibet meraih tiga lembar kertas di atas buku catatan dan meletakkannya di depan Jane. Membuat Jane yang tadinya melihat catatan tentang kondisinya terdistraksi. 

 “Aku tahu kau mungkin bisa memesan ini dengan sangat mudah dengan uangmu. Tapi kali ini aku ingin kau mendengarkan nasehatku—” 

Lilibet menghentikan ucapannya, tatapannya menjadi serius pada Jane. 

“—sebagai temanmu bukan sebagai dokter dan pasien.”

Jane meraih salah satu kertas tersebut. Membaca nama dan alamat yang tertera. Sebuah pantai yang masih terbilang asri, berdasarkan deskripsi singkat, tak banyak pengunjung dan tentunya yang mendapatkan kupon tersebut juga akan mendapatkan penginapan gratis. 

“Ibu temanku adalah pemilik salah satu penginapan di area itu. Harganya–hah, mungkin kau bisa membeli seluruh penginapan di sana, sangat murah. Tapi untuk kali ini kau bisa berpura-pura menjadi wanita biasa berumur dua puluh tujuh tahun, bukan seorang model terkenal. Kau bisa menggunakan kupon itu untuk menghabiskan waktumu di sana, ajak Jasmine. Aku yakin anak itu akan senang. Aku akan mengatakan apa yang terjadi padamu pada Thomas. Ku pastikan pria itu akan mengizinkanmu.”

Lilibet dan Thomas memang memiliki hubungan aneh yang Jane sendiri tidak paham. Oleh karena itu, ia cukup percaya dengan apa yang dikatakan oleh Lilibet tentang izin yang sudah pasti diperbolehkan.

“Apa satu bulan bisa membuatmu—”

“Aku tak membutuhkan waktu selama itu,” ucap Jane meletakkan kembali kertas ke meja dan menatap sang dokter dengan lamat. Senyuman tersemat di bibirnya.

“Lima hari suda—”

“Tidak,” Lilibet memotong. Membenahi posisi kacamatanya dan bersedekap dada. 

Alih-alih seorang psikiater, wanita itu jauh lebih seperti kakak perempuan yang kelewat posesif dan keras kepala menurut Jane. Meskipun demikian, Jane juga jauh lebih keras kepala, namun ia juga sadar jika setiap apa yang dikatakan Lilibet adalah fakta dan memang kebaikan untuknya. Ia membutuhkan waktu istirahat total yang sangat panjang, bukan lima hari atau seminggu. Terlebih ketika akhir-akhir ini ia sering mimpi buruk. 

Cklek

Seorang  wanita berambut pirang panjang menghentikan keheningan. Wajah wanita itu terlihat lebih berisi dari Jane, namun jangan salah. Ia juga salah satu model pakaian yang beberapa tahun terakhir juga tengah naik daun dan sudah hampir dua tahun menjalin pertemanan dengan  Jane. Jasmine, dengan baju casualnya, kaos besar dengan hotpants membuat kakinya yang jenjang melangkah masuk tanpa tahu sopan santun. 

“Aduh, aku bahkan lupa jika kau seharusnya tidak diperbolehkan masuk sembarangan,” Lilibet menggerutu dengan kelakuan wanita itu. 

Jasmine hanya menunjukkan barisan giginya yang rapi, memberikan kode jika di luar ada Thomas yang menunggu sang dokter.

“Pria tua itu semakin hari semakin menyebalkan. Kau seharusnya menjadikannya pasien seumur hidupmu,” komentar Jasmine setengah miris menatap Lilibet yang terkekeh. Lihatlah bagaimana sang dokter dengan cekatan memasukkan segala peralatannya ke dalam tas dan beranjak, mengabaikan Jane yang bahkan masih anteng di posisi duduknya, padahal ia adalah pasiennya. 

“Kau tahu anak muda, menjalani hidup sebagai wanita dewasa dengan jiwa bebas jauh lebih menggairahkan,” ucap Lilibet penuh kesombongan. Bibirnya yang merona tersungging senyuman yang memiliki banyak arti. 

Jasmine menunjukkan muka muak yang berlebihan. 

Ia tahu arti yang dikatakan oleh wanita yang lebih tua itu. Wanita dewasa yang tak terikat oleh kontrak seperti dirinya dan Jane. Tentu hidup Lilibet memang selalu santai, ia bahkan menjalani jobnya yang ia anggap hanya sebatas memberi saran, berusaha berpikir dewasa, matang, dan netral. Sesuatu yang sebenarnya juga ingin ia lakukan. Nanti. Jika memungkinkan.

Di menit berikutnya si dokter melenggang pergi. Namun sebelum menghilang ditelan pintu ia meninggalkan pesan singkat untuk Jane, jika apa yang ia rencanakan pasti berhasil.

“Rencana apa?”

Wanita berambut hitam panjang itu mendongak, menatap sang teman yang terlihat tampak lebih penasaran. Mata bulatnya menatapnya dengan pandangan jika ia harus mengatakan apapun.  

Jane menunjuk pada tiga lembar kertas di depannya.

“Lilibet menyuruhku untuk mengambil cuti panjang—” ucapanya dan memejamkan mata, menghembuskan nafas pelan seakan ikut mengeluarkan sedikit dari perasaan sesak yang tak terdefinisikan di dalam dirinya. 

“Aku ikut denganmu,” ucap Jasmine dengan suara nyaring, membuat Jane langsung membuka matanya. Jasmine menggoyang-goyangkan satu kertas kupon di depan wajah Jane. 

“Aku akan ikut denganmu berlibur.”

“Ibumu akan membunuhmu.” 

Wajah Jasmine yang semula tersenyum senang menjadi agak murung.

 Ibunya adalah satu desainer ternama dan ia menjadi model juga berkat nama ibunya. Jasmin adalah gadis yang cukup pemalu sebenarnya dan menjadi model bukanlah sebuah impian untuknya. Ia lebih senang menyibukkan diri membuat kue manis di dapur kecil apartemen yang ia beli sendiri dengan uangnya. Tak lain adalah agar tidak tinggal dengan ibunya. 

Tak ingin merusak kebahagiaan sang teman, Jane berdecak. 

“Aku mungkin bisa meminta izin pada bibi untuk—”

“Hey tidak perlu, siapa peduli dengan kemarahan ibu. Kalau kita sudah sampai tanpa memberitahukan apapun pada ibuku, ia tidak bisa melakukan apapun. Lagi pula bulan ini ibu akan sangat sibuk.”

Alasan klise yang membuat Jane membuang muka.

“Jangan sebut namaku jika ibumu marah.” 

“Oke-oke, jangan khawatir. Kita harus mengajak Lucas juga. Anak itu sepertinya juga butuh hiburan,” ucap Jasmine. 

Jane hanya mengangguk. Lucas adalah asistennya, pemuda itu dua tahun lebih mudah darinya namun sangat pandai dan pekerja keras. Mereka bertemu dengan cara yang lucu. Di musim hujan, Jane yang saat itu belum memiliki asisten kerepotan membawa barang-barang bawaannya ke sebuah spot pemotretan. Ia masihlah anak baru dan sudah tentu belum banyak mendapatkan perhatian. Suatu ketika seorang remaja laki-laki menolongnya. Lucas yang lugu dan banyak tanya ketika di tempat foto shoot menjadi satu-satunya hiburan untuknya, hingga dua tahun kemudian ketika ia sudah mendapatkan banyak job. Jane kembali bertemu dengan Lucas di sebuah studio foto murah yang tak jauh dari agensi dan tanpa pikir panjang ia menawarkan pekerjaan untuk pemuda tersebut. Hingga kini, Lucas masihlah pemuda yang sama, pekerja keras dan tegas padanya. 

Ketika masa sulit yang Jane alami, Lucas dan Jasmin adalah dua orang yang sudah dipastikan akan ada disekitarnya. Jane tersenyum kecil, dalam hati membenarkan ucapan Lilibet jika dirinya tidak sendirian.  

       

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status