Share

Do'akan aku ibu...

"Ibu, do'akan aku di terima bekerja ya." Simon pamit pada ibunya sebelum meninggalkan rumah.

Simon cukup gugup, namun dia tetap mempersiapkan diri untuk bertemu dengan keluarga Sandra. Dia ingat betul yang dikatakan Sandra sore itu, meski dia yang memintanya bekerja, namun setidaknya Simon harus membuat persiapan untuk menghadapinya, terlebih lagi lamaran, serta beberapa dokumen penting sebagai syarat lainnya, sama seperti yang dilakukan para pencari kerja pada umumnya.

Mungkin alasan sepele, tapi Simon kini mengerti kenapa Sandra memintanya begitu, Formalitas! Apalagi kalau bukan?

"Simon!" teriak seorang dari kejauhan. Simon menoleh kearah suara, sosok Sandra si pemilik kulit putih itu menghampirinya.

Melihatnya sudah menunggu lama, Simon jadi sungkan. "Bukannya kemarin sudah kubilang, kamu nggak perlu repot buat jemput aku." Sandra yang kini telah berdiri di sisinya hanya menyengir.

"Nggak masalah kok, ayo naik!”

Simon mengikuti Sandra sampai ke mobil, lalu duduk di sebelahnya. “Kamu bisa menyetir?”

Simon menggeleng, “Maaf, aku masih belum berani, jika ku paksakan mungkin malah berakibat fatal.”

“Kamu bercanda?” Sandra sedikit meragukannya,

“Serius, sebenarnya aku pernah belajar nyetir beberapa kali, tapi untuk mencobanya sendiri, aku nggak berani.”

“Kuharap, itu nggak terjadi lagi ke depannya. Hari ini kita harus cepat, Ibuku sedang mengadakan acara jamuan makan keluarga, aku harus membawamu kesana dan ini kesempatan untuk memperkenalkanmu pada mereka.”

Simon hanya diam, bahkan sampai Sandra melajukan mobilnya. Rasanya gugup sekali, menghadiri acara keluarga kaya, bukan hal sembarangan. Apalagi Sandra kelihatannya adalah keluarga dari kelas atas. Entah dirinya saja yang beruntung bisa mendapat kenalan wanita seperti Sandra, itulah yang dia pikirkan sekarang.

Tapi, Simon masih cemas dan khawatir tidak akan diterima di sana. “Tidak, aku harus berani menghadapinya,” batinnya dengan tekad kuat.

Ketika mobil Sandra berhenti, Simon menarik nafas dalam-dalam sambil mengamati tempat disekitarnya, di area parkir dua buah mobil terlihat berderet. “Ini rumah kami, di dalam nggak terlalu ramai, karena yang diundang hanya paman dan bibi. Jadi jangan gugup, oke?”

Simon melihat pakaian yang dia kenakan, menurutnya lumayan meski bukan barang branded, tapi dia merasa percaya diri dengan penampilannya hari ini.

Mereka berdua masuk, Simon melihati meja makan yang penuh dengan hidangan lezat, namun dia tidak fokus dengan itu, rasa cemas masih saja menghantuinya.

Kemunculan Sandra dan Simon mendapat lirikan dari keluarga Sandra, bahkan paman dan bibinya menatapnya lama, seakan sedang memperhatikan sesuatu. “Sandra, ini siapa? Mana Gerald?"

Sebelum menjawab, Sandra mengajak Simon duduk di kursi yang tersisa. "Dia temanku, dan Gerald... Lupakan pria itu, kalian sama sekali nggak tahu sifat dan kenakalannya diluar sana. Aku benar-benar menyesal bertemu dengannya."

"Sandra…”

Kata-katanya terputus ketika Ny Leslie, ibunya Sandra memberi kode untuk diam.

“Bisa kenalkan siapa temanmu ini? Pekerjaannya apa? Lulusan mana?”

Simon terdiam, mengingat dia belum lulusan kuliah, pendidikannya terhenti karena kendala biaya, apa sebaiknya mengakui dirinya hanya lulusan SMA?

Simon memandangi mereka secara bergantian, mencoba membuat nafas stabil sebelum menjawab. “Saya Simon, sebenarnya…”

“Mom, dad, aku akan mengangkat Simon sebagai asisten, dia adalah lulusan terbaik tiga tahun lalu, aku sudah melihat berkasnya dan semua nilainya bagus, sangat cocok menjadi partner kerjaku.” Sandra cepat menanggapi situasi itu.

Simon menarik nafas dalam-dalam, menanti respon mereka. “Tidak bisa!” Sandra dan Simon kaget akan respon tersebut, “Sandra, aku menolak kamu memperkerjakan orang yang nggak jelas asal-usulnya, semua ini akan membahayakanmu…”

“Membahayakan? Jadi Gerald tidak berbahaya? Dad, justru orang yang dianggap baik-baik itulah yang paling berbahaya,” Sandra mengeluarkan ponsel dan mengetuk layarnya beberapa kali untuk diperlihatkan pada mereka. “Kalian silakan lihat dan dengar video ini baik-baik.”

Leslie mengambil ponsel putrinya, dan memutar sebuah video yang berdurasi sekitar satu menit. Semua mata tertuju pada layar ponsel Sandra dengan penasaran. “Ini Gerald?”

“Apa masih belum yakin dengan video itu? Aku merekamnya sendiri. Jadi itu bukan editan atau rekasaya. Aku telah melihat dan mendengarnya sendiri, dan itulah yang sebenarnya dikatakan pria berbahaya.” terang Sandra dengan nada ketus.

Paman dan bibi Sandra saling pandang, mereka tak berkomentar apapun tentang ini, namun pandangan mereka pada Simon masih saja sinis dan mencemooh.

“Tapi tetap saja kamu nggak boleh sembarang merekrut asisten, Sandra, memangnya dia punya riwayat kerja sebagai apa? Kemampuannya apa, kita harus tahu itu. Kamu lihat dari caranya berpakaian saja seperti anak desa, kamu memungutnya dimana?”

Ini perkataan yang sangat menyinggung, Simon sudah menduga hal itu akan terjadi, ia lalu berdiri dan tak akan cemberut ataupun marah karena hal ini. Dia tak ingin dianggap lebih buruk lagi setelah di rendahkan, menanggapinya kepala dingin itu pilihan seorang Simon.

“Maaf Pak, Ibu. Terima kasih saya sudah dibolehkan masuk ke rumah ini, tapi sepertinya saya harus buru-buru pergi dan…”

Tiba-tiba Sandra berdiri dari kursinya,

“Daddy, yang merekrutnya itu aku, jadi aku berhak memilih siapa orang yang akan bekerja denganku.”

“Maaf, Sandra sepertinya aku harus pergi, kira bisa bertemu lain kali.” Simon berucap seramah mungkin, dan berniat pergi bahkan saat Sandra mencoba melarangnya.

Sandra memandangi kedua orang tuanya dengan tatapan marah, memekaspin di hadapan mereka menurut Sandra itu juga tak ada gunanya.

Sementara Simon yang hampir tiba di ambang pintu, merasa sangat tidak nyaman, hatinya terluka dan ingin cepat-cepat keluar dari situ.

“Tunggu!” tiba-tiba Ny Leslie yang sejak tadi diam akhirnya bersuara, ia berdiri dengan tegas sambil melihat Simon dengan penuh empati, "Simon, jangan pergi dulu, kembalilah duduk. Saya ingin bicara denganmu."

Simon terkejut atas sikap yang ditunjukkan ibu Sandra padanya, ia kelihatan berbeda di antara mereka.

Simon ragu, namun Sandra malah menjemputnya dan membawanya kembali duduk di tempat tadi. Jantung Simon tak berhenti berdenyut, hati dan pikirannya yang berkecamuk sampai wanita yang berstatus sebagai ibu Sandra itu melanjutkan, "Simon, saya melihat Sandra begitu percaya padamu, apa kamu yakin ingin bekerja dengannya?”

Simon kurang paham maksud Ibu Sandra, dia agak ragu menjawab. “Maksud Nyonya, keseriusan saya bekerja? Jika itu tentu saja saya serius, saya butuh pekerjaan ini dan adik saya sebentar lagi tamat kuliah, aku butuh biaya juga untuk itu.” ketika berbicara, Simon melihat kebawah, dia menyembunyikan matanya yang sudah berkaca-kaca.

Tidak, Simon malah mengatakan hal membuatnya semakin dipojokkan! Sandra merasa cemas dan mengusap wajahnya yang sudah berkeringat.

Aneh bukan, yang jadi sorotan hari ini Simon, bukan Sandra, tapi kenapa Sandra yang begitu cemas?

Ada hal yang tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata, Sandra mungkin memiliki rencana lain, tapi yang jelas dia juga harus mendengar keputusan sang mommy.

“Simon.” Lagi-lagi Ny Leslie kembali memanggilnya, Simon di buat beku di tempatnya duduk, namun dia harus siap dan memasang telinga demi mendengar ucapan nyonya Leslie berikutnya.

“Aku menghargai orang yang bekerja dengan putriku, tapi harus melindungi dan memastikan dia aman. Jadi yang akan kukatakan sekarang, aku ingin beri kamu kesempatan untuk bekerja bersama Sandra, jadilah asistennya."

Astaga! Simon tak membayangkan kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut ibu Sandra, perasaan senang dan bersyukur bercampur aduk. Bahkan Sandra yang ketika itu hampir putus asa karena kata-kata ibunya yang sedikit pedas.

Sebenarnya di satu sisi Simon senang, tapi di sisi lain dia sedikit terluka dengan kata-kata kasar ayah Sandra. Entahlah, apa ini hanya ujian sebelum melamar kerja? Atau mungkin berasal dari hati mereka untuk memojokkan Simon sebelumnya? Tapi hari ini, Simon mengambil sisi positifnya saja, itu lebih baik daripada berprasangka buruk pada orang lain.

“Tapi bukannya dia pria…”

Sepertinya paman dan bibi Sandra ingin memprotes ibu Sandra, namun wanita yang bernama Nyonya Leslie itu segera mengangkat tangannya. “Aku berhak memutuskan semuanya, Sandra putriku, biarkan dia memilih apa yang diinginkannya, sejak kecil dia sudah diatur ketat dan selalu patuh. Meski dia masih muda, pendapatnya mungkin akan lebih bermakna.” kemudian dia beralih menatap suaminya.

“Honey, Sandra sudah dewasa, dia bisa mengatasi masalahnya sendiri, jadi jangan khawatir.”

Saat itu, Simon memandang Sandra mencari persetujuan. "Simon, aku ingin menantikan kerjasamanya…" Sandra berkata dengan penuh keyakinan sambil mengulurkan tangannya. "Selamat..."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status