Di rumahnya Simon sudah mengenakan piama tidur, matanya belum juga terpejam, matanya menatap ke langit-langit kamar, perasaannya begitu gelisah. Pemuda itu sedang berpikir, esok ia mulai bekerja dan meninggalkan adik dan ibunya sementara waktu...
Di hari pertama Simon bekerja, Sandra menjemputnya, melihat Simon keningnya sedikit mengeryit, ia sedang berpikir untuk melakukan sesuatu tentang itu. "Hari kamu menyetir, ayo masuk." Sandra meninggalkan kunci sebelum ia masuk ke mobil.Simon sempat terpaku, namun dirinya mulai bekerja dan tak bisa membantah perintah atasannya. Meski gemetar, ia memantapkan langkahnya menuju mobil, kemudian duduk di bangku setir.Ragu-ragu dia menghidupkan mesin mobil dan perlahan berjalan maju seperti siput. Sandra mulai cemas sampai ia melihat ke bawah sambil mengusap wajahnya beberapa kali. Jika begini saja Simon belum bisa mengatasinya, bagaimana dengan tugas selanjutnya?Di sisi lain Sandra mulai khawatir dengan kinerja Simon, namun belum tiga menit berjalan, akhirnya Simon mengendarai mobil dengan stabil. Sandra menarik nafas lega sambil tersenyum. "Bagus! Ikuti arah jalan, dan berhenti di persimpangan begitu melewati lampu merah."Simon menangkap perintah itu sambil memperhatikan jalan, mencari sudut lampu merah yang di maksud. Tak lama setelahnya, Simon bersuara. "Apa disana?"Sandra mengangguk, lalu kembali bicara. "Cari tempat parkir, hari ini kita mampir di sana dulu, sebelumnya aku mengelola toko itu selama beberapa waktu. Aku harus meninjau kinerja mereka disana.""Baik."Simon memarkirkan mobil di depan toko dan memandangi tempat yang ramai akan pengunjung, mungkin karena tempatnya yang strategis, ditambah lagi di sampingnya juga ada sebuah kafe mini. Sandra sengaja membuatnya agar para pelanggan memiliki tempat untuk singgah.“Kamu tahu tidak, toko ini di bangun atas dasar ketertarikanku pada fashion, seandainya kubilang telah mengelola toko ini sejak di bangku SMA, apa kamu akan percaya?” Tiba-tiba Sandra bertanya setelah mereka turun dari mobil.Simon yang baru menutup pintunya, seketika menoleh. “Serius? Um… maksudnya kamu sudah memulai dari bisnis ini saat itu?”Sandra menggangguk, kemudian berjalan pelan sambil menatap toko. “Tapi yang aku sesalkan, dulu aku tidak mengurusnya dengan serius, kalau tidak, pastilah tokonya jadi lebih besar dari sekarang.”“Tapi bukannya sekarang sudah berkembang seperti ini?” Simon berkomentar.“Benar, itu karena satu tahun ini aku mengeluarkan banyak modal dalam usahaku untuk meningkatkannya, yah setidaknya itu akan menjadi investasi untuk kedepannya. Aku bahkan membuat survei di setiap perkantoran dan meriset semua jenis bahan pakaian dengan kualitas terbaik, sampai akhirnya aku berhasil melakukannya, walau perkembangannya agak lambat…”“Ini sudah lebih baik kan?” Simon menaikkan alisnya.“Sudahlah, kamu harus masuk ke dalam dan merubah sedikit gayamu.” Sandra mendorong paksa Simon masuk ke dalam, meski ingin menolak tapi dirinya sudah tiba di dalam.“Siapkan setelan terbaik untuk asisten saya, dan rombak penampilannyw semaksimal mungkin!” mendengar perintahnya, semua orang bergerak cepat membawa Simon ke ruangan ganti.Sementara Sandra menunggu sambil berkomunikasi dengan karyawannya yang lain, tatapannya juga dingin menyapu seluruh sudut ruangan,Toko fashion eksklusif dan busana elegan di bawah pimpinannya, berdedikasi menciptakan pakaian yang paling berkualitas di seluruh dunia, bahkan pernah mendapat anugerah ‘Endless World Associate’, di tambah lagi daya pengaruhnya yang tak terukur, tentu harganya mencapai ratusan dan bahkan ribuan dollar perhelainya, ini sangat mencengangkan!Setengah jam kemudian…Simon muncul di depan pintu, membuat Sandra terkesiap dan menghentikan obrolannya sebentar dengan para karyawan. Pemuda itu tampil lebih segar dari sebelumnya, mode rambut yang baru di pangkas dan disisir rapi, bahkan setelan kantornya kali ini bergaya modis.Simon yang kini terlihat energik, kini dia seorang karyawan yang akan berdedikasi dengan semangat tinggi. Sandra menghampirinya sambil bertepuk kagum. "Luar biasa, kamu semakin tampan dengan setelan itu, ayo kita berangkat sekarang."Di perjalanan, Sandra tak berhenti tersenyum, beberapa kali dia melirik Simon yang menyetir. Meski hanya asistennya, Sandra tak peduli. Dia menilai Simon memiliki sifat yang ramah dan rendah hati. Namun, ia tak mengerti semua ini hanya kekagumannya semata, atau benar-benar menyukai Simon?***Gerald menatap ke luar jendela, memandangi gedung-gedung yang tertata rapi di kota itu. Pikirannya sedang mengingat waktu dua tahun lalu saat dirinya melamar Sandra, namun karena hubungan gelapnya dengan Shania, hanya karena keinginan dan hasrat kotornya itu hubungan mereka harus berakhir seketika."Gerald, kamu serius mau ngejar cinta Sandra lagi?” tanya sahabat baiknya Bobi, si pria berandal yang hobi balapan liar.Laki-laki itu memaksa dirinya mengangguk. “Bagaimanapun caranya, sandra harus kembali lagi padaku.” Tinjunya terkepal dan penuh tekad."Tapi Ger, apa kamu yakin bisa bikin kepercayaannya balik lagi? Aku masih punya kenalan yang mungkin bakalan bikin kamu tertarik karena kecantikannya…”“Aku belum tertarik, lebih baik kamu simpan aja buat kamu.”Suara tawa sumbang terdengar, Bobi tak dapat menghentikannya. “Serius Ger? Kamu udah taubat?”Gerald membuang muka, lalu menyeringai seakan ada yang direncanakannya. "Kita akan lihat bagaimana caraku menangani masalah ini..."Saat itu ponselnya berdering, Gerald baru saja hendak duduk tiba-tiba berdiri, lalu berdecak melihat nama si peneleponnya, “Pasti Sandra beritahu tentang ini pada orang tuanya, tamat sudah riwayatku!”Gerald mengabaikan panggilan itu, lalu mengaktifkan mode senyap. Meski dia juga kaya raya, tak ada yang tahu kalau sebenarnya keluarga Sandra yang membuat uangnya terus mengalir ke ATM.Rahasia ini bahkan belum di ketahui siapa pun, Gerald berpikir jika sampai nyonya Leslie memutuskan hubungan dengan keluarga mereka, maka pihak orang tua Gerald akan kembali bangkrut. “Aku harus mendatangi Nyonya Leslie!”Bobi tercengang melihat reaksi sahabatnya.Gerald pergi secepat kilat menuju ke mobilnya, lalu dia menyetir dengan kecepatan tinggi tanpa peduli akan seperti apa jadinya nanti. Ia hanya takut kehilangan uang, tak peduli seberapa besar resiko yang akan di tempuhnya nanti...Di tengah jalan, ponselnya bergetar, Gerald kembali mendapat panggilan telepon dari nomor yang sama, matanya berkedip ragu sebelum menjawab panggilan itu. “Aku masih membutuhkan uang mereka…” Gerald tidak punya pilihan lain, dia mengambil nafas dalam-dalam sebelum menggeser tombol hijau. “Ya, Nyonya.” Gerak mobilnya melambat, Gerald begitu tidak bersemangat.Memasuki wilayah tempat tinggal keluarga Sandra, Gerald tak sengaja berpapasan dengan segerombolan orang asing yang baru keluar dari rumah megah itu.“Gerald?"Benar.""Bukannya mobil itu..." Orang itu menyipitkan mata.Gerald melirik ke kaca spion mobil."Untuk apa kamu datang? Bukannya Nyonya Leslie sudah memberitahu sesuatu?"Gerald mengangguk. "Namun ada sesuatu penting yang harus kuberitahu padanya, boleh aku masuk?”Walau mereka melarangnya, Gerald tetap bersikeras masuk ke rumah besar termegah di kawasan itu.Suara pintu terbuka menampakkan seorang wanita setengah baya. “Nyonya Leslie…” semua orang membungkuk dan menepi di sekitarnya.“Kami sudah mengatakan apa yang anda bilang tadi, tapi…” Nyonya Leslie mengangkat tangannya, "Tak apa, tolong buatkan kami minum.""Baik, Nyonya." Pandangannya beralih menatap Gerald yang masih disana."Duduklah, apa yang ingin kamu katakan. Saya akan beri waktu tiga menit!" Nyonya Leslie membalikkan jam pasir klasik pajangan di meja terasnya."Ini soal kontrak...""Kontrak sudah berakhir lebih awal," Leslie menatapnya dengan dingin, lalu berbalik, mengambil sebuah dokumen yang sepertinya sengaja disiapkan, Leslie menyerahkan map coklat itu pada Gerald. "Mulai sekarang, kamu nggak perlu datang kemari lagi."Gerald tertegun, dia bingung hendak berkata apa. Apa itu artinya dia benar-benar kehilangan semuanya? 'Kontrak kerjasama antar perusahaan mereka, bukan rahasia lagi, Gerald mencoba mengerti bahwa pihak keluarga Sandra benar-benar ingin mengakhiri hubungan tersebut, mereka telah bersama selama dua tahun, dia tahu hari seperti ini akan tiba. Namun Gerald sendiri tidak ingin berakhir seperti ini.Gerald perlahan mendonggak, melihat sosok wanita yang hampir menjadi mertuanya, Nyonya Leslie yang terlihat sangat elegan itu kembali berkata, "Kenapa? Masih ada yang ingin kamu katakan? Aku tidak akan mendengar apapun lagi dan jangan pernah temui Sandra di manapun termasuk di tempatnya bekerja!""Semuanya, Sean, tiba-tiba menghilang!" Saat semua orang masih berada dalam suasana duku, tiba-tiba Alessa muncul di sana dengan membawa kabar buruk. Ini bukan hanya membuat Simon kaget, tapi juga sangat cemas dan panik."Apa? Bagaimana bisa ini terjadi?""Bagaimana kamu menjaganya, Alessa?" "Kita harus segera mencarinya!" seruan mereka yang dilanda panik silih berganti membuatnya kalang kabut.Mereka bergegas keluar ruangan, bergerak cepat mencari keberadaan Sean.Simon di tinggal sendirian dalam keadaan tak berdaya, dirinya bukan hanya kehilangan Sandra, tapi apa ia juga harus menghadapi kehilangan Sean?"Apapun yang terjadi, aku harus menemukan Sean!" ujarnya dengan penuh tekad. Sejujurnya, Simon sangat mencemaskan keselamatan anak itu. Di saat sulit ini, harusnya mereka memperhatikan anak seusia Sean, tapi mereka terlalu lengah dan hampir melupakan anak itu.Di tempat lain, seorang satpam menemukan seorang anak sedang meringkuk sendirian di loteng rumah sakit. Begitu dia mengh
Saat itu, pintu ruangan nomor 134 terbuka dengan keras. Seorang perawat masuk dengan wajah penuh kepanikan. "Ada kecelakaan tak terduga di ruang operasi! Nyonya Sandra..." suaranya terputus saat melihat semua orang menatap dan menanti perkataan selanjutnya.Simon, Alessa dan lainnya merasa detak jantungnya berhenti sejenak. "Apa yang terjadi? dia baik-baik saja kan?"Dari wajah perawat itu, terlihat garis-garis kegundahan. "Sekali lagi mohon maaf, tapi darah yang di sumbangkan sebelumnya, belum bisa membuat keadaan nyonya Sandra stabil. Butuh waktu dan perawatan yang lebih intensif untuk memulihkan keadaannya, kami semua sedang berjuang menyelamatkannya."Mendengar itu, Simon merasa dunianya runtuh. Bahkan Sean yang masih berada dalam pelukan Alessa, mengeratkan pegangannya pada wanita itu. "Tante... bagaimana dengan mommy..."Melihat hal ini, Elsa merasa bersalah, terlebih melihat Sean yang seumuran putranya kini terlihat ketakutan. Apa dia memilih keputusan yang salah? Apa mereka aka
( Elsa, segera ke rumah sakit Williecons, aku akan kirimkan alamat lengkapnya) Elsa menerima pesan teks dari nomor tak di kenal. ‘Siapa ini?’ ia berusaha mengingat-ingat pemilik nomor dengan ujung angka 77, “Yah, aku ingat! Ini kakak, aku sudah lama tak tahu kabarnya, tapi darimana dia dapat nomor baruku…?” Dia menggeleng, ‘Ini tak penting sekarang, lebih baik aku segera menghubunginya…’ Saat itu panggilan langsung tersambung.“Halo, apa ini kamu kak Max?”“Elsa! Syukurlah, ternyata orang itu tak berbohong, akhirnya kita bisa mengobrol juga hari ini.” "Oh ya kak, kamu dimana? Tadi kamu bilang rumah sakit, memangnya siapa yang sakit?" Elsa mengigit bibirnya bawahnya cemas, ‘Semoga saja bukan ibu.’ “Sandra sedang dalam keadaan kritis, pagi ini ada dapat kabar Simon juga masuk rumah sakit karena kecelakaan…”“Ke-kecelakaan?” Sungguh, Elsa kaget saat menerima kabar itu. Untungnya saat itu dia anak kembarnya sudah di antar Antonio pergi ke sekolah, jadi mau teriak sekeras apapun, pali
Tiba-tiba, semua lampu jalan padam, bahkan seluruh bangunan terlihat gelap. Hampir semua detak jantung mereka terdengar berpacu dengan kencang. Simon meraba-raba mencari ponselnya untuk penerangan.Saat ini, ada suara langkah kaki mendekat, membuat ketegangan, sebelum langkah itu sempat mendekat, sebuah cahaya muncul menyilaukan mata. “Sandra … segera kita bawa dia kerumah sakit.” Untungnya Alessa segera menghidupkan senter Flashlight dari ponselnya.Sementara Sean terlihat histeris melihat sang mommy yang berada dalam keadaan kritis. “Mommy… ayah, siapa yang berbuat jahat pada mommy, kenapa kamu hanya diam ketika orang melukainya.” Bocah itu menangis tersedu-sedu.Simon menelan salivanya, dia mencoba menenangkan Sean dengan sabar. Namun, anak seperti putranya ini cukup bermulut pedas, jadi semua perkataan orang dewasa dia lontarkan, tanpa peduli bahwa itu akan menyinggung orang lain, termasuk dirinya sendiri sebagai ayah.“Sean, kita tak tahu siapa orang yang melakukan itu pada mommy-
“Alessa…” Sandra dan Simon buru-buru keluar dari mobil, mereka melihat kerumunan orang di sekitar rumahnya, bahkan ada banyak petugas keamanan dan wartawan yang berkumpul di sekitar area.“Sebenarnya apa yang sedang terjadi?” Di antara kerumunan itu, mereka melihat seorang pria terlihat berjalan menunduk diiringi oleh beberapa petugas keamanan. Wartawan mengambil foto, lalu melakukan wawancara.Simon mengernyitkan dahinya. “Gerald?” Sandra ikut terkejut.“Dia muncul lagi?” Keduanya bergegas mendekati kerumunan karena ingin memastikan keadaan putranya.“Sean…” Sandra berlari menghampiri seorang guru les privat anaknya. Sayangnya, sosok yang di panggil namanya tidak ada di sana. “Dimana Sean? Dia baik-baik saja kan?” Suaranya bergetar.“Nyonya tenang saja, Sean sedang tidur di dalam, tampaknya dia kelelahan. Yang jadi masalah sekarang adalah Ibu Alessa…”Simon menimpali. "Kamu sudah beritahu ini pada polisi?”Belum sempat menjawab, fiba-tiba seorang petugas keamanan mendatangi mereka, "K
"Aku akan berikan salah satu toko butik milik perusahaan Elegant Endless Group' pada Alessa, semoga itu akan cukup." Entah darimana kepercayaan diri ini munculnya, Sandra mengerahkan semua isi hatinya pada Simon yang masih membeku di tempatnya. Meski hatinya penuh keraguan, namun Simon mencoba mencerna semua ucapan istrinya. "Kamu yakin?" ujarnya memastikan. Sandra mengangguk, "Aku percaya, Alessa orang yang jujur, makanya aku memilihnya, kamu jangan cemas dan takut dia akan menipu, yang penting kamu setuju saja itu sudah cukup." Sorot mata Sandra jelas tampak ketulusan, jadi Simon mengikuti saja. "Jika benar begitu, itu tergantung padamu. Aku tidak bisa memaksa ataupun melarang.""Deal!" Elsa mengambil satu keputusan. "Terima kasih dukunganmu, sayang..." Satu kecupan mendarat di pipi Simon, memancing gair4hnya, hingga sebuah adegan Simon mengendong istrinya ke tempat tidur dan menjeratnya dengan gila, menatapnya dengan penuh hasr4t."Aku suka cium4nmu, Simon." Sandra berkata denga
"Kamu tak apa kan?" Alessa senang karena di perhatikan oleh atasan, sekaligus atasannya. "Jangan memaksakan diri, jaga kondisi tubuhmu dengan baik oke?" Obrolan mereka selesai setelah Sandra menyudahi panggilannya.Malamnya, Alessa pulang ke rumah dengan langkah ringan. Rasanya lelah seharian bekerja, tetapi dia tahu bahwa dia harus tetap kuat menjalaninya.Namun, ketika di depan pintu dia terkejut melihat pria yang tidak dikenal berdiri di tengah dengan sebo dan jas hitam. Dia tampak sangat misterius membuat Alessa agak takut."Siapa kamu? Kenapa mengikutiku kemari?" Suara Alessa terdengar bergetar saat ketakutan. Namun, pria itu hanya tersenyum dan mengangkat tangannya, menunjukkan sebuah pistol."Maaf, Alessa. Saya disini hanya di suruh mengambil sesuatu." ucap pria itu dengan tenang. Alessa tak peduli lagi dengan hal itu, ia kebingungan harus meminta bantuan siapa, sedangkan ponselnya kini masti total.'Jika aku berteriak sekarang, Sean pasti akan ketakutan.' Gumamnya pelan. De
Aku terkejut dengan pertanyaan Hani tadi, "Kenapa kamu menanyakan itu?" jawabku sambil balik bertanya. Hani melebarkan bibirnya dengan sedikit senyuman, "Ah, tidak. Aku hanya bertanya saja. Ku kira selama ini kamu masih sering menghubunginya." Benar, aku masih belum sempat menghubungi Juan. Kemarin ponselku tertinggal saat aku sedang pergi bersama Pak Jonas. Ya ampun, kenapa aku begitu bodoh? Aku menepuk kepalaku sendiri.Bisa-bisanya aku melupakan itu... kulihat jam di tanganku. Ini sudah hampir terlambat, aku bahkan belum sarapan sama sekali. Oh, tidak...!Hani geleng-geleng kepala melihat raut wajahku yang seketika berubah muram. Aku bingung, mana yang akan kulakukan lebih dulu. "Aku pergi sekarang, Hani." Aku langsung pergi begitu saja tanpa mendengar jawaban Hani. Kedengarannya, dia tengah memberikan sebuah nasehat untukku, namun kubiarkan saja dia berbicara sendiri di depan pintu."Pak, stop!!" Aku menyetop sebuah taksi yang kebetulan tengah melintas di jalan yang kulewati. Aku m
"Akhirnya sampai juga." Alessa melihat bocah cilik itu tampak tertidur, setelah turun dari mobil, dia melepas sepatu Sean, berencana segera menidurkannya di kamar.Namun, Sean terbangun karena merasa ada tangan yang lembut menyentuhnya. Bocah itu mengusap matanya berulang, sebelum berbicara. "Tante Alessa, apakah kita sudah di rumah?" tanyanya dengan nada polos, Alessa menggangguk, "Benar sayang kita baru sampai..."Sean membuka lebar matanya, lalu berdiri bersiap keluar mobil. " Tante, sejak tadi kamu sudah bekerja keras, apa Moms akan senang dengan hasil kerjamu tadi?"Mendengar suara imut anak itu, Alessa tersenyum, "Aku berharap begitu, Sean. Yang penting aku telah berusaha mengelolanya sesuai dengan selera mommy-mu.""Aku yakin mommy pasti senang, kulihat Tante bahkan juga ulet bekerja, kuharap Tante juga bisa menjadi seperti Mommy, bahkan lebih baik daripadanya."Alessa tersenyum bangga mendengar pujian dari anak itu. "Oh ya Tante, kamu sudah punya pacar?" Saat mereka berdua b