"Ah, Sandra..." Sandra tersenyum miring saat dirinya dipanggil, bayang-bayang pertemuan terakhir mereka masih terngiang jelas olehnya, namun dia mencoba bersikap netral mengabaikannya sejenak, demi para staff yang selalu meninggikan posisi dan menghormatinya. Dia menuruni tangga dan tetap bersikap seperti biasanya meski sebenarnya ada rasa jengah. Sandra sedikit memiringkan kepalanya sambil melipat tangan di depan dada, lalu menatap temannya itu dan pura-pura terkejut. “Alessa?"Seperti biasa Alessa berseru dan langsung memeluk Sandra. Namun Sandra terlihat dingin meski dia tetap tersenyum. "Apa yang kamu lakukan sepagi ini disini?" Ekpresi Alessa berubah ketika mendengar jawaban itu dari Sandra. "Ayolah, kenapa kata-katamu dingin sekali? Aku jadi takut menyapamu."Sandra cukup malas melihat sikapnya yang selalu saja bercanda, membuat Sandra sedikit meninggikan suaranya. "Alessa, lima belas menit lagi kami ada pertemuan, apa kamu rela
Pintu kamar tiba-tiba terbuka, Simon yang baru saja pulang, langsung kaget saat melihat cairan merah, hadapannya berdiri wanita dengan bibir mengulas senyum misterius. "Shania, apa yang kamu lakukan disini? Kenapa kamu... ini semua apa artinya? Dimana Sandra?"Matanya membelalak ketika melihat seseorang yang telah bersimbah dar*h di bawah kaki wanita itu. "Aslan? Apa yang kamu lakukan dengannya?" Sepasang mata hitam Simon menatapnya sengit.“Mmph...” Tiba-tiba suara yang familiar terdengar, Simon menoleh cepat, melihat Sandra dalam keadaan tangan dan kaki yang terikat, ia menghampiri untuk menyelamatkannya dan melihat sepasang mata istrinya memancarkan kekhawatiran sekaligus ketakutan saat mereka saling memandang. "Sandra, kamu tak apa-apa?" Simon segera memeluk istrinya dengan erat. "Syukurlah kamu baik-baik saja, sebenarnya apa yang terjadi?" Sandra fokus memerhatikan, sesuatu yang mencolok di tangan Simon dan benda itu benar-benar membuatnya merasa asi
DI RUANG PENGADILAN Simon dan Sandra yang baru saja tiba mengambil posisi duduk di kursi paling depan, melihat Shania berdiri di tengah ruang pengadilan dengan rambut kusut dan wajah pucat. Keadaan masih hening, ia menjadi kesempatan, Shania mencari kekuatan dari seorang pengacara, tatapannya mengiba, seakan telah kehilangan harapan untuk kehidupan selanjutnya.Di depan juri, seorang Jaksa Penuntut Umum berjalan dengan langkah tegap serta raut muka tegas, di tangannya terdapat berkas bukti kejahatan yang dilakukan oleh Shania. "Shania, kamu telah dinyatakan bersalah atas pembunuhan terhadap orang tuamu dan anakmu sendiri." Sontak, pengacara Sandra berdiri, membuat pernyataan saat semua orang melihatnya. "Selamat pagi, Tuan Hakim, saya Arnold, akan mengklarifikasi masalah yang dihadapi klien saya, Shania, serta ingin menyorot bukti yang diajukan jaksa tidak cukup kuat membuktikan keterlibatan Shania dalam kasus ini.""Apa video ini bel
Pada jam istirahat, Simon membelikan makan siang khusus untuk istrinya, “Sayang, makanannya mau dimakan sekarang?"“Nanti saja, aku masih sibuk.” Sandra menyahut sambil menandatangani berkas yang masih bertebaran di mejanya. Simon tersenyum dan tak lupa memberikan kecupan hangat di pipi Sandra. "Baiklah, kalau begitu aku taruh disini saja, jangan lupa dimakan." "Hmm..."Simon beranjak meninggalkan Sandra diruangannya, di depan pintu, ia kembali menoleh. “Oh, ya. Hari ini Aku mau ke rumah sakit dulu, antar ibu terapi rutin, mungkin sekitar jam tiga sore aku sudah kembali untukmu. Oke?”"Baiklah, akan kutunggu.""Pak Simon ..." suara itu membuat Sandra mengalihkan fokusnya diluar pintu, ia menunggu Simon akan seperti apa reaksi suaminya ketika dihadapkan wanita lain, apa Simon tahan godaan? Atau mudah tergoda ketika melihat wanita cantik?"Kamu ...""Ah, salam kenal. Aku Alessa Mahenra, sekretaris anda, sekarang.”
"Sandra, ini ada undangan buat kamu, Acara ulang tahun teman seperjuangkan kita waktu kuliah dulu.” Sandra menerima kertas perpita pink dengan desain amplop yang cantik, ia membacanya. “Diana?” “Benar, katanya dia bikin party besar-besaran di rumahnya. Kebetulan dia juga balik dari London, sekalian mau minta oleh-oleh sama dia.” cerocos Alessa sambil berlalu pergi. Sandra menatap lama undangan itu, haruskah dia datang malam ini?"Sandra..." Lagi-lagi dia dikejutkan saat punggungnya disentuh. "Simon, kamu bikin aku kaget." Melihat ekpresi Sandra, Simon tertawa kekeh sebelum menghibur istrinya. "Kamu sendiri lagi serius melihat apa?""Ini, kamu mau temani aku?" Sandra menunjukkan undangan tadi pada Simon."Acara ulangtahun?"Sandra mengangguk, "Acaranya tidak lama, mungkin dari jam tujuh sampai jam sepuluh malam."***“Sandra, akhirnya kamu datang…” Baru saja memasuki ruangan, semua mata tertuju pada pasangan ya
"Di mana dia?"Simon gelisah, sejak tadi istrinya belum juga muncul. "Alessa, kamu lihat Sandra tidak?" Ini pertama kalinya Simon berbicara pada sekretarisnya yang baru itu. Alessa cukup kaget, namun melihat ekspresi Simon, ia juga tak tega. "Kenapa kamu hubungi dia saja?"Nafasnya terdengar berat, matanya melirik setiap wajah yang lewat, mencari pemilik senyuman manis yang biasa dia lihat. Hampir setiap detik dia mengecek ponselnya, berharap ada pesan dari istrinya. "Apa ada kabar?"Saat ditanyai Alessa, Simon mengeleng lemah. "Aku sudah mencoba mendeteksi lokasinya berkali-kali, namun lokasinya belum terlihat." "Simon..." Diana tiba-tiba berlari menghampiri mereka. "Ada apa Diana?"Mereka penasaran menunggu sampai Diana menyetabilkan nafasnya yang sesak. "Aku... curiga sesuatu, apa Gerald masih disini?" "Apa?" Simon langsung merespon. "Jangan-jangan... Kepanikan yang melanda pikirannya membuat Simon langsung berlari m
Firasat buruk "Argh! Sial!" umpat Simon kesal, mobilnya hampir saja menabrak sebatang pohon yang melintang di tengah jalan. "Tak ada jalan lain, selain memutar balik." Namun, baru saja mobilnya bergerak, tiba-tiba malah mogok. "Apa lagi kali ini?" Simon turun dan melihat permasalahannya. "Kempes? Kenapa ban sekuat ini bisa kempes?" Sekali lagi dia mengumpat sambil menendang roda mobil. Saat melihat ke jalan, dia baru sadar ada bebatuan kerikil yang tajam. Ini wajar, tapi ban mobil ini dibeli ratusan juta dan dengan kualitas terbaik, bagaimana bisa hal yang selalu dihindari ini terjadi? "Pasti ada yang tidak beres." Simon menarik nafas dalam-dalam, "Apa yang harus kulakukan sekarang? Tempat ini terlalu sepi, bahkan kendaraan pun tak ada yang lewat. Apa jangan-jangan Alessa memberikan alamat yang salah, dan ingin menjebakku?" Dari awal dia merasa wanita itu agak posesif, jadi dia ragu Alessa akan serius membantunya dalam pencarian
"Dokter ..." Gerald menoleh kearah pintu saat seorang dokter muda masuk ke ruangan Sandra. "Siapa keluarga Ibu Sandra?" Detik itu juga, Simon muncul di antara mereka, dengan nafas tersengal-sengal."Ma-maaf dokter, saya suaminya..." "Beraninya kamu mengikutiku?" Gerald terlihat tak senang, namun melihat ekspresi bingung sang dokter, Gerald memilih tak berkomentar, terlebih lagi media menyorotnya sebagai penolong Sandra. Dia tak ingin kehilangan kehormatan hanya karena hal sepele.Dokter cantik itu menarik nafas berat, setelah agak tenang, barulah ia kembali berbicara pada Simon. "Jadi, siapa nama anda?""Simon Cowell."Lagi-lagi dia menarik nafas berat. "Ini mungkin agak mengejutkan, benturan di kepala Ibu Sandra sepertinya sangat kuat, ini mungkin sangat fatal dan berkemungkinan terjadi pendarahan di otak. Dan lagi, tes menunjukkan dinding rahim ibu Sandra sangat tipis, jadi cukup rawan untuk kandungannya."