Share

Dihibur

Ruby hanya diam saat mendengar perintah pemecatannya dan menunggu hingga Dick keluar meninggalkan mejanya.

Saat Ruby memungut pulpennya yang rusak, teman-temannya yang lain mengerumuninya.

“Ruby, kamu baik-baik saja?”

“Astaga By. Dick si Gempal memecatmu, kamu yakin tidak apa-apa?”

“Bagaimana dengan proyek novel barumu?”

Ruby hanya mendesah mendengar pertanyaan demi pertanyaan dari teman-teman kerjanya. Ruby tersenyum.

“Semuanya akan baik-baik saja.”

Dia membereskan barang-barang miliknya. Toh dia memang tidak betah lagi bekerja di sana sejak Dick menjadi atasannya.

Walau perusahaan ini memberinya banyak hal, termasuk kenangan berharga yang tidak bisa dibelinya, keberadaan Dick membuatnya tidak ingin berlama-lama lagi di sana.

Selama lima tahun bekerja di Quantum Media, Dick-lah satu-satunya penghalang yang berbahaya.

Dengan santai Ruby meninggalkan perusahaan setelah membuat laporan resmi ke ruangan HRD. Dia sepakat akan tetap menyelesaikan naskah yang sedang dikerjakannya dan mengirimnya lewat email.

Pihak perusahaan mengatakan dia tetap akan mendapat kredit dan komisi atas novelnya seperti biasa.

Karena ini perintah Dick secara langsung, perusahaan juga tidak bisa menahan Ruby walau mereka berat hati melepas wanita bertalenta itu.

[Liv, apa kamu sibuk?]

Ruby duduk sendirian di taman. Hari masih siang, tapi dia yang pengangguran tidak memiliki tujuan lain dan berakhir di taman yang hanya dia sendiri yang mendatanginya.

Angin musim panas yang kering menerbangkan rambutnya, membuat pearasaan Ruby semakin gerah. Dia menyandarkan tubuhnya, memejamkan mata untuk sekedar menikmati hari-harinya yang santai.

Namun tiba-tiba bayangan Louis terlintas dalam benaknya, membuatnya buru-buru membuka matanya kembali.

Ruby mengeluarkan ponselnya, mengetik nama Louis Winston dalam mesin pencarian diinternet.

Dia tidak lupa pada Louis. Dia harus berpura-pura karena tahu kelakukan sahabatnya Liv dengan baik. Jika dia memberitahu Louis siapa, maka Liv akan bergegas meneror pria itu dan memberitahu keberadaannya.

Apa yang dilakukannya dengan Louis adalah sebuah kesalahan. Dengan dalih melepas stres dan depresinya pasca pengkhianatan Arden, dia melakukan hal terlarang yang tidak seharusnya dia lakukan.

Dan sekarang isi kepalanya penuh dengan kenangannya malam itu bersama Louis. Cukup bagus, Ruby tidak menampik jika kenangan satu malam itu mampu membuat rasa sakitnya pada Arden menguap.

Namun bukan berarti tindakannya bisa dibenarkan.

Apalagi setelah dia mengetahui siapa Luois sebenarnya, dia semakin memantapkan diri untuk tidak bersinggungan dengan pria itu lagi.

Setelah mesin pencariannya menampilkan foto-foto Louis, Ruby tidak bisa menahan diri untuk tidak mengecek satu-satu.

Dia tersenyum ketika menyadari Louis memang sangat menawan dari segala sudut foto. Dia adalah seorang CEO bisnis perhotelan, namun semua gambarnya ibarat foto model profesional.

Jika orang melihatnya, mereka pasti menebak Louis adalah seorang model sungguhan.

Percikan hangat kembali mengalir didarahnya ketika tiba-tiba saja dia mengingat bagaimana ahlinya Louis menguasai tubuhnya.

Ruby memejamkan matanya.

Itu adalah kali pertama dia melakukan hal yang dilakukan pasangan pada umumnya. Namun fakta lucunya adalah, dia dan Louis bukan pasangan.

Desahan Ruby berikutnya terdengar lebih dalam. Dia membuka matanya kembali ketika ponselnya berdengung. Ruby melihat, ternyata Liv membalas pesannya.

[Sedang bekerja. Ada apa? Apa ada masalah?]

Ruby tersenyum, lalu mengetik.

[Sepertinya aku harus menumpang padamu selama beberapa hari kedepan.]

Dia kembali memejamkan matanya, lalu ponselnya berdengung konstan ketika Liv meneleponnya. Dengan enggan dan malas Ruby mengangkat sambil terus menyandarkan tubuhnya.

“Apa yang terjadi? Kamu dipecat?”

“Mmm,” gumam Ruby santai.

“Bukankah kamu masih mengerjakan beberapa proyek?”

“Aku akan menyelesaikannya walau tidak bekerja di sana lagi. HRD dan aku sudah setuju.”

“Bajingan itu menyentuhmu lagi?”

Ruby mendesah lagi. “Benar. Dan aku benar-benar muak. Aku pikir bagus aku keluar dari sana, tapi tidak melakukan apapun ternyata membuatku sangat bosan.”

Ruby mendengar decakan khas Liv dari seberang.

“Baiklah. Kita bertemu di cafe buku biasa. Satu jam lagi aku ke sana.”

Ruby memasukkan ponselnya kedalam tas dan bergegas pergi. Cafe buku yang dimaksud Liv adalah sebuah cafe kecil yang menyediakan ribuan buku yang bisa dibaca dan dipinjam kapan saja.

Ruby dan Liv sudah menjadi anggota tetap sejak mereka kuliah dan mengenal sangat dekat pemilik cafe buku itu.

Pria berusia pertengahan dua puluhan itu tersenyum menyambut Ruby ketika dia membuka pintu. Dia adalah James Madison, pemilik cafe sekaligus teman dekat Ruby.

Dengan malas Ruby duduk di meja yang biasa ditempatinya. Letaknya di belakang persis dekat dengan rak buku dan bersebelahan langsung dengan dinding kaca.

Posisi itu khusus diberikan James padanya dan Liv dan dari sana dia bisa mengamati pejalan kaki yang sedang melintas.

“Aku sudah melihat beritanya.” James duduk di depan Ruby yang sedang berpangku tangan melihat jalanan.

“Berita apa?" Ruby menatapnya.

“Tentang hubunganmu dan Arden.”

“Ahh,” Ruby berdecak malas, memilih untuk melipat tangannya di atas meja lalu merebahkan kepalanya. “Aku tidak ingin membahas bajingan itu.”

James tertawa kecil. “Aku hanya tidak menyangka jika dia ternyata..” Pria itu berhenti bicara. “Kamu baik-baik saja?”

“Kamu tahu aku tidak baik-baik saja. Alih-alih menanyaiku tentang pria itu, kenapa kamu tidak membuatkan segelas kopi saja untukku?” Ruby memberengut.

James kembali tertawa, hingga membuat Ruby berdecak dan menatapnya tajam. “Tawamu menghina sekali,” sungutnya lagi.

“Rasanya memang lucu dan aneh. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Sungguh.” Lengkungan kecil masih tergambar di wajah James walau dia sudah berusaha menahan dirinya untuk tidak tertawa, membuat Ruby menyipitkan mata mengintimidasinya.

“Sudah selesai menghinaku?” tanyanya kesal.

“Oke oke, aku salah. Baiklah. Akan ku seduh kopi favoritmu,” seru James sembari beranjak. “Oh iya, di rak tengah ada buku baru. Jika kamu masih memiliki sedikit semangat, kamu bisa melihatnya.”

Ruby mengumpulkan kembali semangatnya yang pupus karena dihantam habis oleh Arden dan si gempal menjijikkan Dick.

Kedua pria itu benar-benar digarishitamkan Ruby dalam kehidupannya, mengecualikan mereka dari daftar orang yang diharapkannya ada di dunia ini.

James memperhatikan Ruby dari kejauhan. Dia suka melihat Ruby membaca buku dengan serius seperti sekarang.

Cahaya matahari yang masuk lewat dinding kaca membuat Ruby semakin bercahaya. Rambutnya berubah keemasan karena pantulan sinar dan kulitnya berseri seperti matahari pagi.

Dia sangat mengagumkan, batin James.

James tidak menampik perasaannya pada Ruby sejak pertama kali wanita itu masuk ke cafenya.

James bahkan masih ingat pesanan pertama wanita itu, segelas cappucino hangat dengan taburan bubuk cokelat di atasnya dan camilan donat matcha yang menurut James rasanya seperti rasa rumput ilalang.

Namun karena Ruby menyukainya, dia pun berusaha menyesuikan seleranya hingga sama seperti Ruby.

Lima tahun sudah James memendam perasaannya sendiri.

Ketika Ruby dan Liv memutuskan menjadi anggota tetap di cafenya, dia mengetahui jika ternyata Ruby sudah memiliki kekasih.

Sore itu dia melihat pria yang menurutnya sangat jauh dari yang seharusnya bisa Ruby miliki, seorang pria kurus yang wajahnya biasa saja.

Ruby tidak pilih-pilih dalam hal mencintai. Wanita luar biasa itu menerima pria kurus itu apa adanya, hingga membuat James semakin jatuh cinta padanya.

James menunggu, setahun dua tahun kemudian, namun ternyata hubungan Ruby dan si pria kurus semakin kuat tak terpatahkan.

Dan ketika Ruby mengabarinya beberapa minggu lalu jika dia dan pria itu akan bertunangan, dunia James nyaris runtuh.

Tapi, sepertinya takdir masih berpihak padanya. Dia mengetahui jika Ruby dan pria itu sudah selesai.

Alasannya yang tidak masuk akal membuat James kasihan pada Ruby, namun dia juga tidak menampik jika dia sangat bahagia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status