Happy reading
Juan adalah seorang remaja yang berusia 14 tahun yang tak memiliki inti spiritual. Ibunya bilang bahwa dia terlahir hanya sebagai manusia biasa. Berbeda dengan anak lainnya yang sudah memiliki inti spiritual sejak mereka lahir, Terkadang rasa memenuhi hatinya, namun apa daya takdir berkata lain.
Sejak kecil kerap di hina dan dilecehkan, bahkan teman-teman sebayanya menjulukinya sampah yang tak berguna, dia juga kerap menjadi samsak hidup oleh anak sebaya dengannya yang bernama Suma. Padahal Juan bukanlah satu-satunya anak di desa yang terlahir sebagai manusia biasa. Suma iri terhadap nya karena Sekar Saki, gadis yang di sukainya menyukai Juan dan menumbuhkan benih benci padanya.
Suma adalah anak dari pasangan Gurnito dan Bratawati orang terpandang nomor satu di desa, sifat mereka sangat sombong dan semena-mena terhadap orang miskin , membuat orang-orang desa sangat enggan dan takut jika harus berurusan dengan mereka, termasuk Dewi Ayu, ibu Juan.
Dewi Ayu adalah seorang janda beranak satu, memiliki paras yang sangat cantik membuat Gurnito sangat ingin memilikinya, namun istrinya. Bratawati sangat menentang keinginan suaminya untuk memiliki Dewi Ayu. Akan tetapi Gurnito mengabaikannya dengan terus mengejar Dewi Ayu, hingga suatu hari seorang pria bernama Ranu datang dan menolong Dewi Ayu yang sedang dipaksa menikah dengannya.
Gurnito meliriknya dari atas sampai bawah, tubuhnya yang kurus kerontang serta pakaiannya yang lusuh membuat Gurnito lengah, tak sangka ternyata dibalik penampilannya yang kurus serta lusuh, membuatnya mampu menerbangkan seratus prajurit milik Gurnito. Tubuhnya gemetar ketakutan bahkan celananya basah oleh air seninya.
" Jika kamu mengganggunya, jangan salah kan aku, jika benda di selangkangan mu akan aku potong!"
Tangan Gurnito menutupi selangkangannya seraya mengangguk lalu pergi meninggalkannya beserta Dewi Ayu dan anaknya Juan yang masih kecil.
Tubuh Dewi Ayu membungkuk seraya berucap. " Terima kasih telah menolong kami, bagaimana caranya kami membalas budi. "
" Kamu hanya cukup memberiku tempat pulang serta makanan yang enak. "
Dewi Ayu mengangguk, menyetujui permintaan Ranu, dan mengangkatnya sebagai kakak angkat. Sejak saat itu Gurnito enggan berurusan dengan Dewi Ayu.
Namun berbeda dengan istrinya Bratawati dan anaknya Suma yang sangat membenci mereka sampai ke tulang. Dia bahkan sengaja menyuruh anaknya untuk melecehkan Juan agar membuat Dewi Ayu tersiksa, tentu saja Suma merasa senang dan melakukan dengan senang hati.
Juan yang kerap ditindas dan dilecehkan oleh Suma dan kawan-kawannya, hanya bisa diam di perlakukan seperti itu, Juan takut membuat ibunya kembali bersedih, bahkan secara diam-diam mengobati lukanya sendiri yang dipelajarinya di perpustakaan desa.
Suatu hari matanya tak sengaja menemukan sebuah buku tua yang berada diantara buku-buku, meski awalnya ragu, namun karena rasa penasarannya lebih tinggi membuatnya mengambil dan memasukan buku tersebut kedalam bajunya lalu membawanya pergi kedalam hutan secara diam-diam, namun Juan tak menyadari bahwa Suma dan kawan-kawannya tengah mengikutinya dari belakang.
Juan yang penasaran langsung membuka buku itu, matanya terbeliak mendapati isi buku itu hanyalah sebuah buku kosong, hatinya di luputi rasa kecewa lalu membanting kasar buku itu ke atas tanah.
'Sret' tiba-tiba tangan kanannya teriris oleh suatu benda yang tak kasat mata, tangannya mengeluarkan banyak darah, meringis kesakitan seraya menekan luka dengan tangan kirinya.
Tak lama kemudian Suma dan kawan-kawan nya muncul dari balik semak-semak. "Hahaha lihat apa yang dilakukan bocah sampah ini, "ejeknya. Berjalan kearah Juan dengan sombong bersama teman-temannya, "oh dan lihat, " tangan nya mengambil buku itu dari atas tanah. " Dia bahkan diam-diam mencuri buku dari perpustakaan hanya untuk membaca buku kosong, sekali sampah tetap sampah, " melempar buku itu ke wajah Juan. " hahahaha aku merasa kasihan pada ibunya karena sudah melahirkan seorang anak tak berguna sepertinya. Bahkan ayahnya saja tak mau mengakuinya dan mengusirnya, " teman Suma semua tertawa terbahak-bahak mendengar Guyonannya yang bahkan tak ada kata- kata lucu didalamnya.
Kedua tangan Juan mengepal kuat menahan marah mendengar ejekan Suma yang menurutnya sudah melebihi batas, matanya melotot merah, ingin rasanya memukul tepat pada wajahnya yang sombong itu.
' Bugh, ' tiba-tiba tubuh Suma terpental jauh membuatnya tersungkur, wajahnya mencium tanah dan mengeluarkan darah dari dalam mulutnya.
" Apa yang kau lakukan?! " pekikny, tanganya menyentuh wajahnya yang terasa sakit.
Semua orang yang berada disana termasuk Juan sendiri hanya bisa tertegun, tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi.
" Ternyata kau hanya berpura-pura selama ini, " tuduhnya, " tunggu dan lihat saja akan ku adukan kau pada ibuku, " ucapnya, bangkit lalu berlari ketakutan meninggalkan Juan seorang diri.
Tak lama setelah Suma dan kawan-kawannya pergi, tiba-tiba sebuah kabut muncul entah dari mana datangnya, secara perlahan mulai menutupi semua area hutan, Juan menjadi waspada.
" Salam hormat dari saya tuan, "tiba tiba terdengar suara pria dewasa memasuki pendengarannya, perlahan tubuhnya berbalik secara perlahan, detik berikutnya tubuhnya tiba-tiba menjadi kaku, seperti boneka kayu. Matanya terbeliak melihat penampakan seekor naga raksasa bertubuh besar yang hampir memenuhi area hutan, seluruh tubuhnya bergetar hebat, keringat membasahi seluruh tubuhnya. Pandangan nya mulai menggelap lalu jatuh pingsan.
Perlahan membuka matanya, tangan nya memegang kepalanya yang terasa sakit, pandanganya mulai menyusuri seluruh area hutan, detik berikutnya matanya terbeliak mengingat sesuatu.
" Kemana Naga itu?, dimana Naga itu? " racaunya seraya memasang kuda-kuda yang masih berantakan.
'tuk' sebuah kipas memukul kepalanya pelan, membalik tubuhnya perlahan, di depannya terdapat sosok pria tampan berbaju serba putih rambutnya hitam panjang lurus terurai kebawah, di dahinya terdapat tali yang memiliki corak awan yang melingkari kepalanya. Tangan kanannya memegang sebuah kipas yang dipakainya untuk memukul kepalanya tadi.
" Si-siapa anda? " tanyanya takut.Pria itu diam tak menjawab matanya menelusuri setia jengkal tubuh Juan dari atas sampai kebawah dengan eksprei wajah yang tak percaya.
"Ckckckck, " pria itu berdecak tak percaya. " Bagaimana bisa seorang bocah tanpa inti spiritual bisa melepaskan segel ku begitu saja? " katanya. Memalingkan wajah.
" Memangnya kenapa kalau aku tak memiliki inti spritual ? lagi pula siapa dirimu? "
Pria kembali diam, berjalan bolak balik seraya memainkan kipas ditangannya.
" heh bocahkecil katakan siapa ayah mu? "
" Aku tak tahu, " jawab nya singkat, kedua tangannya dilipat di dada.
" Dimana rasa hormat mu pada orang tua? begini kah cara kedua orang tua mu mendidikmu? " kesalnya seraya berkacak pinggang.
Juan mendesah
" Maaf saja tapi ibuku hanyalah seorang janda, " timpal Juan tak mau kalah.
Pria itu tercengang kaget, menyadari kesalahannya pria itu mengalihkan pembicaraannya.
" Jika aku benar, sepertinya ayahmu bukan lah orang biasa. "
" Mengapa demikian?, "
" Karna hanya darah dari orang yang memiliki garis keturunan Raja Nemu yang bisa melepaskan segel yang terdapat pada buku itu, "
" Keturunan Raja?, Darah?, Segel?, Aku?, " Tunjuk nya pada diri sendiri, " apa yang ada maksud, aku tak mengerti sama sekali.
Pria itu melemparkan buku kepadanya. Mata nya terbeliak melihat buku itu.
" I-i-ini...bagaimana bisa? "
" Sebenarnya aku lupa bagaimana bisa tersegel dalam buku itu? "
Juan semakin tak mengerti apa yang dibicarakan oleh pria itu.
" Sudah lah sekarang ini bukan itu yang lebih penting," pria itu berkata. " Yang penting sekarang adalah bagaimana bisa kamu membuka segel itu, karena butuh kekuatan yang luar biasa untuk membukanya dan kau membukanya tanpa sadar...bocah siapa dirimu sebenarnya? "
Pria itu terus menatap lekat padanya, membuat Juan merasa risih. " Kenapa? tuan menatapku seperti itu? " Pria itu diam sesaat, " ulurkan tangan mu," pinta pria itu. Juan mengerutkan dahinya seraya bertanya curiga, menyembuyikan tangannya, " untuk apa? " 'ck' pria itu berdecak, " ulurkan saja, kamu tenang saja aku tak akan melukaimu, aku berjanji atas nama ibuku. " " Siapa nama ibu anda? " tanya nya polos. Pria itu menjadi kesal, mendengar pertanyaan dari Juan. " Berikan, atau aku akan menariknya secara paksa. " pria itu berkata. Walau sedikit ragu, akhirnya Juan mengulurkan tangan nya pada pria itu dengan enggan, kesal. Pria itu menarik tangannya secara kasar, jari jemarinya yang lentik, dia letakkan di atas urat nadi tangan Juan. Matanya terpejam, mencoba mencari sesuatu pada tubuh Juan, detik ber
" Anda yakin guru? "tanyanya. " Tentu saja aku sangat yakin lagi pula aku merasa nyaman seperti ini dari pada harus terjebak dalam buku itu,"ungkap Gentala. Juan terdiam sesaat " Tapi bagaimana jika ibuku menanyakan dari mana aku mendapatkan kalung ini? "tanyanya polos, tangannya menggaruk kepalanya yang tak gatal, " lalu apa yang harus aku katakan padanya?" sambungnya. Gentala yang berada didalam dimensi lain mendengus frustasi. "Hadeuhhhh mengapa aku harus memiliki murid bodoh sepertimu? " jedanya, apa ibumu tak pernah mengajari mu cara berbohong?! " bentaknya. Beberapa jam sebelumnya. " Maafkan saya yang tidak sopan ini hingga diri ini lupa untuk memperkenalkan. Nama saya adalah Juan Purwadi dan ibu saya adalah Dewi Ayu, umur saya empat belas tahun, dan saya seorang piatu, " " Bagus, bagus sangat bagus, aku menyuka
Juan menatap penuh benci kearah mereka, kedua tanganya mengepal kuat, kedua matanya melotot. " Mengapa kau begitu jahat pada kami? apa salah kami? bukankah urusan kita sudah selesai, mengapa kamu masih melecehkan kami? jangan kira aku tak berani hanya karena paman Ranu tak ada disini! " " Kau ...tidak sopan, apa ibumu tak mengajari sopan santun! " Pekiknya. Juan terkekeh " Sopan santun? " menatapnya remeh, " siapa disini yang sebenarnya yang tak memiliki sopan santun? Aku atau kau yang sedang melecehkan seorang janda? pantas saja suamimu tak menginginkan dirimu yang memiliki tempramental yang begitu buruk. " Gigi Bratawati bergemertak mendengar penghinaan yang di lontarkan dari mulut Juan, kedua tangan nya mengepal kuat, lupakan tentang Ranu, hari ini dirinya akan menggali kuburan untuk mereka berdua dan mengubur keduanya sekaligus. "Kau dasar bocah b
" Kalian tak apa-apa? "tanya Ranu Dewi Ayu menggelengkan kepalanya kedua tangannya memeluk putranya erat. Ranu kembali berbalik ke arah Bratawati. "Bukan kah aku pernah memperingatkan mu untuk berhenti menindas Dewi Ayu dan putranya! " menatapnya dingin. " Ta-tapi tuan. . ' sret ' sesuatu tak kasat mata menambah luka padda wajah cantik Bratawati. " Jika aku masih melihat kalian masih menindas mereka berdua, ada atau tidak ada aku , akan ku musnahkan semua klan mu, KAU MENGERTI!" Tubuh Bratawati bergetar setelah mendengar ancaman yang keluar dari dalam mulut Ranu, dia pun bergegas pergi men
Esokan harinya Juan pun pergi meninggalkan sang ibu walau dengan berat hati dan enggan untuk meninggalkannya. Namun, sebagai anak yang baik, ia harus mengikuti keinginan dari sang ibu. Sebelum melakukan perjalanan. Dewi Ayu mengatakan kalau ia harus melewati dua kota besar, dan satu makam keramat jika ingin pergi ke Akademi Kancah Nangkub. Berbekal tekad dan beberapa bekal makanan dari sang ibu, Juan pun melakukan perjalanannya bersama guru rahasianya. Gentala. Di sela perjalannya. Juan menggunakan waktunya untuk berlatih ilmu bela diri, dan melakukan bertapa setiap malam untuk meningkatkan daya tubuhnya, Namun, Ia tak menyangka kalau gurunya ternyata sangat kejam dalam mengajarinya cara teknik bela diri. Setiap hari ia harus berlatih sepuluh jam lamanya dengan menggunakan beberapa beban di tubuhnya, dan setelah selesai berlatih ia harus melanjutkannya dengan bertapa
Langkah nya terhenti, kedua bola matanya terbeliak ketika melihat murid nya. Juan yang tadinya tak sadarkan diri akibat serangan yang di terima oleh rubah itu tiba-tiba terbangun dengan kedua bola mata yang sudah memutih. Gentala bahkan bisa merasakan aura yang kuat dari tubuh muridnya. Di depan matanya, Juan, muridnya mulai menyerang rubah berekor sembilan itu dengan bringas tanpa menggunakan senjata apa pun. Gentala hanya bisa berdiam berdiri seraya menatap muridnya dengan tatapan tak percaya. Lalu tiba-tibanya kepalanya didera rasa sakit yang luar biasa, kemudian muncul beberapa kenangan yang melintas dalam benaknya. Seketika tubuhnya ambruk ke atas tanah, seluruh tubuhnya gemetar, kedua bola matanya mengeluarkan air mata tanpa sebab, merasa bingung dengan apa yang baru saja ia lihat dan di rasakannya. Meski hanya sepintas, namun ia bisa melihat de
Beberapa hari setelah luka Juan dan Rengganis sembuh,mereka bertiga memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka untuk menuju kota yang akan mereka tuju yaitu kota Gedugan. Selama masa penyembuhan, Juan dan Rengganis semakin akrab setiap harinya, namun berbeda dengan Gentala yang semakin tak akur dengan Rengganis. Meski awalnya Juan, merasa takut. Namun seiring dengan berjalannya waktu, membuat Juan mulai menerima keberadaanya, dan menamainya dengan nama Widura, yang sesuai dengan bulunya yang seindah batu permata. Widura yang senang telah di akui oleh tuannya membuatnya semakin manja dan menempeli kemana pun tuannya pergi, terkadang ia akan melingkarkan tubuhnya pada leher tuannya Rengganis yang melihat rubah itu semakin manja pada Juan, membuatnya merasa kesal, terkadang dirinya selalu berpikir untuk mengubahnya menjadi sup rubah, namun itu hanyalah angan-a
Juan masih membawa gadis itu berlari. Namun langkahnya terhenti oleh dua pria, mereka memakai pakaian pengawal dan mereka adalah salah satu orang yang Juan tendang tadi" Mau kemana kalian?," Ucap salah satu pria.Juan meneguk salivanya, tangannya mencengkram kuat tangan gadis itu. ia berbalik namun mereka sudah memblokir jalan keluar." Tuan muda, sepertinya kamu baru menginjakkan kaki di kota ini,"" . . . "" Akan ku beri saran, kita tak saling kenal jadi aku sarankan untuk tidak ikut campur urusan orang lain . . . lebih baik kamu berikan gadis itu pada ku ,"Tangan gadis itu berbalik mencengkram kuat tangan Juan." Tidak akan!"" Tuan muda kamu tahu sedang berurusan dengan siapa? "" . . . ,"" Aku adalah Bismo ,putra dari seorang gubernur daerah ini "Juan menyunggingkan senyumnya" Lantas kenapa? "" Hahaha , apa kamu berani MELAWAN KU?!!"" . . . "" Ku beri kamu