Share

BAB 5 MEMBALASMU

Author: Aleena Tan
last update Huling Na-update: 2025-07-30 19:14:37

Adeline terdiam mendengar ucapan pria itu. Dalam sehari ini, sudah dua kali pria itu memintanya untuk menikah dengannya. Hal itu tentu saja menimbulkan kecurigaan di hati Adeline.

“Kenapa Anda meminta saya untuk menikah dengan Anda?”

Pria itu tidak menjawab dan malah berbiara mengenai hal lain.

“Jika kamu menikah denganku, maka aku akan membantumu untuk membalas dendam pada mantan suamimu. Selain itu, kamu juga tidak perlu bersusah payah belajar bisnis. Aku bisa membantumu untuk mengurus perusahaan keluargamu. Dan kamu juga tidak usah khawatir karena sahammu tidak akan ku sentuh. Kamu hanya perlu menjadi istriku.”

Adeline tersenyum mendengarnya. Dia memalingkan wajah sebelum kembali menatap pria itu. “Apa wajahku … memang wajah orang yang mudah dibodohi?”

Pria itu diam membiarkan Adeline untuk terus berbicara dan mengeluarkan keluh kesahnya.

“Aku tahu bahwa aku tidak lulus kuliah. Usiaku masih muda ketika membuat keputusan besar dalam hidupku. Menjanda di usia muda dan harus mengemban tugas sebagai CEO di perusahaan untuk menggantikan ayahku yang sudah tidak ada. Tapi ….” Adeline memposisikan dirinya berhadapan dengan pria itu. Wajahnya sangat kesal karena rentetan kejadian hari ini yang sangat membuat hatinya lelah. “Aku tidak bersedia menjadi istrimu!”

Adeline bangkit dan hendak pergi dari sana. Namun, lengannya malah ditahan oleh pria itu. Dia berbalik dan menatap sinis. Mengempaskan tangan pria itu dengan kasar dan melupakan bahwa satu-satunya orang yang bisa membantunya hanyalah Tuan Kane.

Pria itu mengeluarkan sebuah kartu nama dan menyodorkannya ke hadapan Adeline. Membuat gerakan seakan meminta wanita itu untuk menerimanya.

“Aku tahu kamu akan menolak. Seperti perkataanku sebelumnya. Aku memberimu waktu 24 jam.” Pria itu bangkit dan membenarkan jas yang dikenakannya. “Jika kamu berubah pikiran, telpon aku ke nomor itu,” ucapnya sebelum benar-benar pergi dari sana.

Adeline melihat kartu nama yang berada di tangannya. Ia melihat sebuah nama yang bertuliskan “Leonard Alaric Kane, Chief Executive Officer Kane Global.”

“Leonard Alaric Kane?” Adeline mengerutkan keningnya. Merasa tidak asing dengan nama itu.

Adeline tidak ingin ambil pusing, dia memasukkan kartu nama itu ke dalam tas tanpa ada niat untuk menghubunginya. Adeline yakin, pasti ada jalan lain untuk menyelamatkan perusahaannya.

Akhirnya Adeline kembali tanpa memedulikan wajahnya yang terluka. Ketika sampai di perusahaan, wanita itu dikejutkan dengan sebuah papan yang bertuliskan gedung perusahaannya yang disita oleh bank. 

Adeline langsung berjalan mendekat dan mencari seseorang. Namun, tidak ada seorangpun di sana. Hanya ada seorang security yang tidak mengetahui duduk perkaranya.

“Tuan Dalton hanya mengatakan bahwa dia ke rumah Anda, Nona,” ucap security itu menyampaikan informasi. 

Adeline langsung pergi ke rumahnya. Dia ingin tahu kenapa perusahaannya bisa disita oleh bank. Meski sudah enam bulan terjun ke dunia bisnis seperti ini, namun masih ada beberapa hal yang tidak dia mengerti. Adeline masih membutuhkan bimbingan tentang apa yang terjadi di perusahaan keluarganya.

Sekitar 30 menit kemudian, Adeline sampai di rumah mewah miliknya. Rumah yang sudah diwariskan sang ayah untuknya.

Namun, di depan rumahnya sudah ada beberapa orang yang seakan sedang menunggunya. Adeline segera turun dari mobil dan menghampiri mereka. Berdiri di samping Dalton dan menanyakan situasinya.

“Mereka adalah orang dari bank, Nona. Mereka datang untuk menyita rumah Anda dan semua isinya. “

“Apa?!”

“Perusahaan kita sudah lewat dari tenggat waktu yang disepakati. Jadi—”

Adeline sudah tidak sanggup mendengarkan penjelasan dari asisten kepercayaannya. Dan semuanya menjadi gelap dalam seketika.

***

“Nona? Apa Anda baik-baik saja?”

Adeline mengerjabkan kedua mata. Setelah netranya mulai terbiasa dengan keadaan sekitar, barulah kedua matanya bisa terbuka lebar.

“Nona? Anda baik-baik saja?” tanya Dalton lagi mengulang pertanyaannya.

Adeline hanya diam. Melihat ruangan yang asing. Dia mengingat kejadian sebelumnya. Ketika beberapa orang dari bank datang untuk menyita satu-satunya rumah yang dia punya.

“Pak Dalton, bagaimana dengan rumahku?” Adeline tidak peduli dengan kesehatannya. Dia hanya pedulikan adalah rumahnya yang memiliki banyak kenangan bersama sang ayah.

Dalton terdiam mendengar pertanyaan sang majikan. Hal itu semakin membuat Adeline yakin bahwa harapannya sudah pupus. Perusahaan dan rumahnya sudah disita oleh bank. Dia sudah tidak lagi memiliki apapun sebagai penopang hidup untuk ke depannya.

“Nona bisa tinggal di sini selama apapun,” ucap Dalton dengan tulus.

“Ini rumahmu?”

“Iya, Nona. Memang tidak sebesar rumah Nona, tapi cukup untuk menjadi tempat berteduh,” balasnya.

Adeline melihat ketulusan di kedua mata pria yang sudah bertahun-tahun bekerja dengan mendiang ayahnya. Dia baru menyadari bahwa Dalton memikili tatapan mata yang teduh khas orang tua. Sama seperti ketika mendiang sang ayah tengah menatapnya. Begitu teduh dan menyejukkan.

“Lalu, bagaimana denganmu?” tanya Adeline.

“Anda tidak usah khawatirkan saya, Nona. Saya bisa tinggal dimanapun. Saya sudah terbiasa,” balasnya

Mendengar balasan Dalton, membuat Adeline tidak bisa membendung air matanya. Cara bicara pria tua itu membuatnya teringat dengan sang ayah yang sudah tiada. Adeline yang seumur hidup selalu dimanja dan dijadikan seorang putri, kini harus tinggal di rumah bawahannya. Hidup sebatang kara tanpa pegangan apapun. 

“Nona, Anda tidak usah bersedih. Saya berjanji akan menjaga Anda. Saya berjanji akan membuat kehidupan yang layak untuk Anda,” ujar Dalton merasa bersalah karena hanya bisa menyediakan tempat tinggal seperti ini.

“Tidak, tidak. Saya sangat berterimakasih karena Pak Dalton sudah bersedia menampung saya. Saya berjanji akan segera menemukan tempat tinggal lain untuk saya tinggali. Jadi, Pak Dalton bisa segera kembali ke tempat ini.” Adeline akan merasa sangat tidak enak hati jika dia tinggal di rumah seorang pria tua.

Dalton tersenyum mendengarnya. Sejujurnya ia merasa sangat bersalah karena belum bisa menepati janji dengan mendiang tuannya. 

Namun, dalam hati dia sudah bertekad untuk membantu Adeline sampai wanita itu bisa mandiri. Dalton sadar, dia tidak bisa hidup selamanya untuk menjaga wanita itu. kondisi kesehatannya juga sudah tidak seperti dulu. Usianya juga sudah mengharuskan dia untuk tidak bekerja. 

“Saya akan selalu bersama dengan Nona. Saya tidak akan pernah meninggalkan Anda sama seperti saya yang tidak pernah meninggalkan Tuan Rothwell,” ucap Dalton.

Sepeninggal Dalton, Adeline duduk seorang diri di ranjang kamar itu. Sendirian tanpa ada seorangpun yang menemaninya. Mengenang kehidupan beberapa tahun silam saat ia masih menjadi tanggungan sang ayah. Saat bahagia itu yang tidak akan pernah dia lupakan. 

Dulu Adeline adalah gadis paling beruntung. Terlahir cantik dan dari keluarga berada adalah impian setiap gadis. Banyak yang merasa iri padanya, banyak juga yang merasa kagum karena kebaikan hatinya. Adeline adalah gadis yang disegani dan banyak yang ingin berteman dengannya. Meski terkadang ada juga beberapa orang yang suka memanfaatkan kebaikannya. 

Namun, Adeline tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Dia hanya berpikir untuk menjadi orang yang bermanfaat. Prinsip hidupnya adalah, apa yang kita tanam itu yang kita tuai.

Sampai suatu hari, hari dimana tidak pernah terpikir sekalipun olehnya. Bertemu dengan Brandon secara tidak sengaja di sebuah restaurant ternama di pusat ibu kota. 

Pria yang baik dan sangat menarik. Mampu membuat para gadis terpesona hanya dengan tatapannya. Dan Adeline adalah salah satu dari gadis yang terpesona itu.

“Brandon,” gumamnya dengan penuh penekanan.

Adeline mengambil sebuah kartu nama yang dia simpan di dalam tas. Dia tidak berniat untuk menggunakan kartu itu. Namun, setelah apa yang terjadi padanya hari ini—

“Aku akan membuatmu merasakan apa yang sudah kamu lakukan padaku.”

***

Bersambung~~

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 108 MASALAH SELESAI

    Perkataan yang diucapkan Arasy membuat Adeline membuka mulut karena tercengang dengan permintaan wanita itu. Sesaat hanya ada ketegangan di ruangan itu. Hingga akhirnya Arasy tertawa membuat Adeline menjadi bingung.“Hahaha … apa kalian serius menganggapku sejahat itu?” tanya Arasy di sela tawanya.Meski bingung, Adeline tetap merasa bahwa dia harus merespon ucapan wanita itu. Namun, yang terjadi dia hanya tersenyum dengan sangat terpaksa.Arasy tersenyum pada Leo dan Adeline. Dia lalu menggenggam tangan Adeline dan melihatnya dengan sedih.“Adeline, aku ingin meminta maaf karena sudah membuatmu terluka. Aku minta maaf karena sudah mengajakmu berkelahi. Aku tahu apa yang kulakukan salah, tapi aku sangat mengharapkan maaf darimu.”Mendengar hal itu tentu saja membuat Adeline terkejut. Dia seperti mengalami senam jantung dalam sehari ini.“Adeline? Apa kamu memaafkanku?” tanya Arasy membuat Adeline tersadar dari lamunannya.Adeline memandangnya bingung. Menatap wanita itu, mencari tahu

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 102 MENIKAH DENGAN ARASY BARU DIMAAFKAN

    Adeline merasakan sakit di kepalanya akibat tarikan Arasy pada rambutnya yang sangat kencang. Dia juga merasa lengan dan hampir seluruh tubuhnya kesakitan. Tanpa melihat pun, dia tau bahwa ada luka lebam di tubuhnya.Adeline menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia melihat langit-langit ruang IGÐ rumah sakit itu dengan pikiran yang berkecamuk."Seharusnya aku tidak terpancing!""Benar! Seharusnya kamu tidak terpancing!"Adeline menolehkan kepalanya ke asal suara itu. Nampak Alexander berjalan ke arahnya dengan tatapan penuh ketidaksukaan."Ayah?" Adeline bangun hendak turun dari ranjang rumah sakit itu.Namun, gerakannya terhenti karena Alexander mengangkat tangan. Membuat Adeline menunduk ketakutan."Kamu itu istri dari Leo Alaric Kane. Apa kamu sadar akan hal itu?" Alexander memandangnya sinis."Iya, Ayah. Saya sadar akan hal itu." Adeline semakin menundukkan kepala. Dia sangat takut dengan kemarahan sang ayah mertua. "Saya mohon maaf karena sudah membuat kecewa. Say

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 106 PERTENGKARAN

    Adeline terbangun dengan kondisi Leo yang sudah tidak ada di kamar. Dia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Dia teringat dengan ucapan pria itu yang sudah mulai bekerja hari ini.Adeline lalu bangun dan langsung membersihkan diri. Hari ini dia tidak memiliki janji untuk keluar rumah. Mungkin dia akan memutuskan untuk bekerja dari rumah seperti kemarin.Sebelum mandi, Adeline mengecek ponselnya dan terlihat sebuah pesan yang Leo kirimkan untuknya. Dia tersenyum ketika melihat pesan itu. Pesan yang berisi kata-kata manis dan sebuah perintah untuknya mandi dan sarapan.Setelah membalas isi pesan tersebut, barulah dia berjalan menuju kamar mandi dan bersiap-siap. Adeline lalu keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang makan untuk sarapan."Sudah bangun, Nak?" tanya Camila ketika mengambil buah dari dalam lemari es."Sudah, Ibu," jawab Adeline. Dia mengambil dua lembar roti gandum dan mengoleskannya dengan selai kacang

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 105 MENUNGGUMU HINGGA SIAP

    Leo sudah merayu Adeline untuk tidur bersama di ranjang. Namun, istrinya itu tetap bersikeras supaya dia tidur di sofa. Alhasil Leo hanya bisa pasrah dan menerima keadaan bahwa dia harus mengalah."Aku belum tidur bersamamu tapi malah disuruh untuk tidur di sofa," gerutunya ketika merasa Adeline sudah tertidur pulas."Aku mendengarmu!" sahut Adeline dengan kedua mata terpejam.Mendengar itu membuat Leo semakin takut. Khawatir Adeline akan semakin marah padanya.Lampu kamar sudah dimatikan. Leo yang tidur di sofa juga sudah memejamkan kedua matanya. Adeline bangun karena dia belum ingin tertidur.Sebenarnya tidak bisa sepenuhnya salah Leo. Pria itu hanya ingin menghibur dengan caranya. Namun, ternyata malah membuat Adeline kesal.Adeline menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia bangun dari ranjang dan berjalan menuju sofa. Dia hanya bisa melihat wajah sang suami dengan samar karena saat ini penerangan hanya dari lampu tidur di samping tempat tidur.Adeline berlutut di d

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 104 SUDAH CINTA

    BAB 104 SUDAH CINTA"Alex!" Camila memandang Adeline dengan senyum. Dia memegang kedua tangan sang menantu kemudian berkata, "Ayo, kita makan.""Siapa yang mengizinkan kamu untuk makan?" Kali ini Alexander berbicara pada Camila, sang istri.Camila menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia memejamkan kedua mata sebelum akhirnya berbalik dan menatap sang suami dengan penuh kekesalan."Saya akan makan dengan atau tanpa persetujuan darimu!" seru Camila setelah itu beralih pada Adeline dan pergi meninggalkan suaminya.Adeline melihat sang ibu mertua yang berjalan menuju ruang makan seraya menggenggam tangannya. Seketika dia merasakan hatinya menghangat karena diperlakukan sampai seperti ini.Namun, dia juga merasa sedih karena melihat orang tua suaminya harus bertengkar karena dirinya."Ibu," panggil Adeline."Iya, Sayang," Camila menjawab panggilan sang anak namun dia tetap berjalan menuju ruang makan."Apa Ibu tidak apa-apa?" tanya Adeline khawatir.Camila menghentikan lan

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 103 PENOLAKAN ALEXANDER

    Leo sangat panik saat ini. Dia takut Jika Adeline pergi meninggalkannya karena mendengar kalimat yang diucapkan sang ayah.Leo menuruni anak tangga dengan terus mencoba untuk memanggil ponsel sang istri."Adeline, kamu di mana?" tanyanya bermonolog.Leo sudah menelpon sang istri berkali-kali namun panggilan itu selalu tak tersambung. Operator telepon selalu menyebut bahwa nomor ponsel Adeline sedang berada di luar jangkauan."Adeline, kumohon ...!" Leo benar-benar berharap bahwa dia bisa bertemu dengan sang istri.Ketika dia sampai di ruang tamu, langkahnya terhenti karena sang ibu memanggil"Iya, Bu. Ada apa?" tanya Leo. Ekspresi wajahnya yang panik membuat sang ibu terheran."Kamu ingin kemana?" tanya Camila."Mencari Adeline, Ma." Leo mengeluarkan kunci mobil dari dalam saku celananya. Sedangkan pandangannya masih tertuju pada layar ponsel."Mencari Adeline kemana? Kenapa kamu sampai mengeluarkan kunci mobil?" tanya Camila semakin heran dengan sikap sang anak."Karena Adeline tidak

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status