Share

BAB 6 TIDAK BISA DIBACA

Author: Aleena Tan
last update Last Updated: 2025-08-22 09:48:56

“Syarat apa yang kubutuhkan untuk menikah denganmu?” tanya Adeline tanpa basa-basi dengan pria di depannya.

“Tidak ada. Aku sudah menyuruh seseorang untuk mengurus semuanya.”

Adeline menyipitkan kedua matanya. Mencari celah untuk bisa membaca ekspresi dari pria itu. Namun, dia bukanlah seorang yang pandai membaca ekspresi. Ditambah Leonard adalah seorang pria yang pandai menyembunyikan isi hati. Jadi, tidak ada apapun yang bisa Adeline simpulkan. 

Adeline menarik napas panjang dan membuangnya dengan kasar. Semua sudah terlanjur. Lebih baik dia bertanya jujur supaya hal yang mengganjal di hati, bisa terlepas dengan bebas.

“Kenapa kamu memilihku menjadi istrimu?”

“Tidak ada.”

“Kamu mempermainkan aku, ya?”

“Tidak.”

“Hahhh ….” Adeline memutar bola mata malas. Kejadian beberapa hari sebelumnya membuat ia terpaksa harus berada di posisi yang sangat tidak dia inginkan ini. Menikah dengan pria yang dia anggap sangat aneh karena langsung meminta untuk menjadi istri di pertemuan pertama mereka, sangat mengganjal pikirannya.

“Sebenarnya, kamu itu siapa?” tanya Adeline jujur. Dia sudah sangat jenuh dengan pembicaraannya yang berputar-putar.

“Leonard Alaric Kane. Sama seperti kamu, aku adalah CEO di perusahaanku,” jawabnya santai.

 “Kamu itu sungguh sangat menyebalkan!”

Leo mengangkat bahu dengan santai. Mengambil secangkir kopi miliknya dan menyeruput pelan.

“Apa kamu sudah selesai?” tanya Leo seraya menaruh cagkir kopi yang telah habis isinya.

“Kenapa?” Nada suara Adeline terdengar sangat ketus. Namun, Leo tentu saja tidak peduli. Tanpa berbicara, Leo bangkit dan pergi keluar.

“Hei! Kamu belum membayar bill-nya,” seru Adeline.

Leo hanya terus berjalan tanpa menghiraukan ucapan Adeline.

“Hei! Leonard!”

Mendengar namanya disebut, langkah kaki Leonard terhenti dan membuat Adeline yang berjalan di belakangnya, menabrak punggungnya yang lebar.

“Kamu tidak bisa berhenti dengan benar, ya?” Adeline melihat Leo dengan kesal.

Leo tidak menjawabnya. Hanya diam dan menatap iris mata Adeline yang berwarna biru.

“Apa kamu memakai lensa kontak?”

“Hah?”

“Soflens. Apa kamu memakai itu?” Leo memperjelas pertanyaannya.

“Iya, memang kenapa? Ada urusan denganmu?”

“Jelek! Lebih baik kamu tidak usah memakai lensa kontak.” Leo melanjutkan kembali langkahnya setelah mengatakan hal itu. Tidak menggubris panggilan dan umpatan yang Adeline layangkan untuknya. 

Adeline sangat kesal dengan sikap apatis pria itu sampai berdialog dengan dirinya sendiri. “Apa katanya? Jelek? Padahal laki-laki lain sangat mengagumiku jika sedang mengenakan lensa kontak berwarna biru. Tapi pria menyebalkan itu malah mengatakan bahwa aku jelek? Apa dia tidak normal?”

Di dalam mobil, Leo terbayang wajah Adeline yang semakin cantik dengan warna biru di matanya. Apa wanita itu tidak menyadari bahwa dia sangat cantik dengan softlens berwarna biru? Apalagi, tadi posisi mereka sangatlah dekat. Membuat jantungnya berdebar kencang.

Pintu terbuka, Leo langsung mengeluarkan ponsel dan mengecek e-mail. Adeline masuk dan duduk di kursi samping kemudi. Membuatnya menghentikan gerakan dan melihat wanita itu.

“Sedang apa kamu?” tanya Leo ketus.

“Ya … duduk. Aku tidak sudi duduk di sampingmu,” balasnya tak kalah ketus.

“Pindah!” perintahnya seraya menatap layar ponsel.

“Tidak mau.”

Leo mengangkat kepala dan menatap Adeline dengan tajam. Jika itu adalah bawahannya, sudah pasti akan menurut tanpa dia harus bersusah payah mengeluarkan suara. 

Namun, berbeda dengan Adeline. Wanita itu tetap duduk di kursi depan samping kemudi bersama sang supir.

“Kubilang, pindah!” 

Melihat tuannya yang sedang menahan amarah, akhirnya sang supir meminta Adeline untuk pindah di belakang.

“Maaf, Nona. Silakan Anda pindah ke belakang,” ucapnya.

Adeline mengembuskan napas kasar. Dia memang tidak pintar namun dia tidak cukup bodoh untuk mengetahui bahwa karir supir itu berada di ujung tanduk jika dia tak menurut.

“Puas?” tanya Adeline dengan kesal ketika dia sudah duduk di kursi belakang.

“Biasa saja.”

Adeline semakin kesal mendengar jawabannya yang sangat acuh tak acuh. Namun, kali ini dia tak menghiraukannya lagi. Tenaganya seperti sudah terkuras untuk menghadapi pria itu.

Mobil berjalan menyusuri jalan ibu kota yang sangat padat namun masih terbilang lancar. Lalu lintas yang berjalan normal dan teratur membuat suasana tidak terlalu memuakkan untuk Adeline. Wanita itu masih bisa menikmati perjalanan mereka meski sedang bersama dengan pria aneh.

“Hei, kita mau kemana?” tanya Adeline ketika mobil mulai menjauhi pusat ibu kota.

“Nanti kamu akan tahu,” balas Leo dengan pandangan yang masih tertuju pada sebuah tab di tangannya.

Adeline menyipitkan kedua mata. Tiba-tiba ia teringat dengan Dalton yang saat ini masih mengusahakan supaya perusahaan tidak disita oleh bank. Rasa bersalah kembali hadir di hati Adeline. Wanita itu merasa bersalah karena di hari tua, sang asisten itu masih saja harus bekerja keras.

Adeline menolehkan, melihat Leo yang sudah selesai dengan pekerjaannya, kedua matanya tertutup seakan tengah mengusir sejenak rasa lelah. Dia membuka mulut namun tak satupun kata-kata keluar dari celah bibirnya.

“Katakan saja,” balas Leo dengan kedua mata yang terpejam.

‘Bagaimana pria itu bisa tahu aku ingin bicara?’ batinnya bertanya.

Adeline melihat lagi mata Leo yang masih terpejam. Sebelah tangannya terangkat dan mengibaskan di depan wajah pria itu. 

‘Kelopak matanya tidak bergerak tapi bagaimana pria itu bisa tahu?’ 

Greep!

Tiba-tiba Leo menggenggam tangan Adeline yang masih berada di depan wajahnya. Perlahan kedua matanya terbuka dan bertemu dengan kedua mata Adeline.

Untuk sesaat tak ada yang bisa Adeline lakukan. Dia seperti tersihir oleh mata Leo yang menatap tanpa ekspresi. Dia seperti membatu dan tidak bisa berbuat apapun.

“Jangan pernah mendekatiku!” geram Leo seraya melepaskan genggamannya di tangan Adeline.

“Aku tidak—”

Sorot mata Leo yang tajam membuat Adeline menghentikan perkataannya yang sudah diujung lidah. Dia memilih untuk memalingkan wajah dan menatap jalanan.

“Apa yang ingin kamu katakan?” tanya Leo tiba-tiba.

“Ah? Oh, A-aku … aku ingin bertanya mengenai ….” Melihat sikap Leo yang dingin, membuat Adeline ragu untuk mengatakan hal yang mengganjal hatinya. 

“Perusahaanmu?”

“I-iya.” Adeline memaksa senyum senormal mungkin. Meski tetap saja senyumannya malah terlihat dengan jelas keterpaksaannya. “Apakah bisa segera diselesaikan?” tanyanya memberanikan diri.

“Tergantung.”

“Tergantung?”

“Tergantung secepat apa kita menikah.”

“Hah? Apa maksudmu? Kenapa—”

Leo langsung membuka pintu mobil dan tidak memedulikan Adeline yang menggerutu di belakangnya. Mereka masuk ke dalam sebuah butik dengan berbagai macam gaun pengantin yang sangat indah.

Ketika sampai di lobi, sudah ada beberapa orang wanita yang seakan sudah menunggu kedatangan mereka. Meski bingung, Adeline tidak bertanya karena menurutnya sekarang bukanlah saat yang tepat. Masih banyak orang dan ia lebih nyaman hanya berdua saja ketika sedang bertanya.

“Halo, selamat siang, Tuan dan Nyonya Kane. Saya Elora Devereux, pemilik dari butik sekaligus yang merancang semua gaun pernikahan di sini,” sapa seorang wanita.

“Tunggu!” Adeline menolehkan kepala ke arah Leo yang seakan tidak memiliki beban. “Leo? Apa maksudnya ini?” tanyanya dengan sedikit emosi.

Leo menolehkan kepala ke arahnya. Sudut bibirnya sedikit terangkat. Membuat sebuah senyum yang tidak terlalu kentara.

“Aku ingin kamu menikah denganku seminggu dari sekarang.”

“Apa?!”

***

Bersambung~~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 181 MEMERIKSAKAN KANDUNGAN

    "Tuan Leo? Kenapa Anda pergi? Bukankah istri Anda belum saya periksa? Kasihan nanti jika istri Anda tidak melakukan pemeriksaan kandungan hanya karena keegoisan Anda," ucap Alexi memanas-manasi Leo.Adeline tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Tapi melihat ekspresi wajah Leo yang sangat kesal dan penuh dengan amarah membuat dia yakin bahwa mungkin ada sesuatu yang terjadi antara Leo dan dokter itu yang bernama Alexi.Leo menolehkan kepala ke arah Adeline. Dia tersenyum pada istrinya itu dan memberikan usapan lembut di pipinya."Apakah tidak apa-apa jika kita melewatkan pemeriksaan kandungan hari ini?" tanya Leo dengan lembut.Adeline tersenyum pada Leo. Dia lalu menganggukkan kepala dan berkata, "Kita bisa mencari rumah sakit lain yang memiliki seorang dokter wanita seperti yang kamu inginkan. Aku akan selalu mengikuti keinginanmu."Senyuman Leo semakin lebar ketika melihat Adeline yang mengerti dengan perasaannya. Padahal ist

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 180 DOKTER PRIA

    Adeline terkekeh melihat gurauan sang suami. Lalu dia menganggukkan kepala dan menunggu Leo melanjutkan ucapannya."Jadi, tadi ketika aku sedang duduk di meja kerjaku, laptopku sedang menyala. Aku sedang bekerja dengan serius saat itu. Hingga tiba-tiba sebuah gambar wajah seorang wanita cantik hadir dalam benakku."Terlihat Adeline yang kesal dengan perkataan pilihan padanya. Dia sangat kesal dengan Leo yang membicarakan wanita lain di saat sedang bersamanya."Jika kamu ingin membicarakan tentang wanita itu, maka jangan dilanjutkan! Aku tidak ingin mendengarkan apapun mengenai wanita itu!"Adeline bangkit dari tidur namun ditahan oleh suaminya itu. Leo langsung berpindah posisi hinggap yaitu berada di atasnya."Aku belum selesai berbicaranya, Sayang," ucap Leo dengan lembut seraya mengusap puncak kepala Adeline."Baiklah! Silakan lanjutkan ucapan," ucap Adeline mempersilakan sang suami."Aku mencoba menahan diriku tapi ternyata aku tetap merindukannya meski aku sudah berada di depanny

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 179 BERMALAM BERSAMAMU

    Membuat wanita itu merasa malu karena perutnya tidak bisa diajak kompromi.Sedangkan Leo tentu saja merasa lucu dengan tingkah apa adanya yang ditunjukkan oleh istrinya."Kamu lapar? Mau pasta?" tanya Leo.Adeline menganggukkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Leo.Pria itu menggulung lengan kemejanya dan mulai membuat makan malam untuk mereka. Melihat sang suami yang baru saja pulang dan langsung membuatkan makan malam untuknya, ditambah suaminya itu belum sempat mengganti pakaian, membuat Adeline semakin merasa tidak enak."Apakah tidak apa-apa?" tanya Adeline pada Leo yang masih sibuk dengan urusan perdapuran."Tidak apa-apa, apanya?" tanya Leo tidak mengerti."Itu ... kamu baru saja pulang yang dan belum beristirahat. Tapi, kamu malah menyiapkan makan malam untukku. Padahal harusnya aku juga menyiapkan makanan untukmu," ucap Adeline sedikit merasa malu."Memang kenapa jika aku yang menyiapkannya? Aku senang memasakkan makanan untukmu. Aku senang ketika kamu mau makan apapun

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 178 SUDAH BERBAIKAN

    Entah apa yang membuat Adeline ragu untuk mengatakan bahwa dirinya sedang marah pada Leo. Padahal sebelumnya Adeline sangat yakin dengan saran yang dikatakan oleh Anna.Adeline berdiri bersandar di balik pintu kamar. Seketika dia merasa takut jika bertemu dengan suaminya."Aku ini kenapa, sih? Kenapa malah jadi tidak ingin bertemu dengannya? Padahal sebelumnya aku ingin melihat terus di sini bersama aku. Sekarang aku malah ingin pria itu pergi."Adeline menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia mendengar langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Seketika itu juga Adeline langsung naik ke atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Ceklek!Pintu kamar terbuka. Adeline bisa merasakan langkah kaki mendekat ke arah ranjang. Beberapa saat kemudian, dia juga merasakan sisi sebelahnya yang seakan sedang diduduki. Tentu saja Adeline mengira bahwa itu adalah Leo. Karena hanya ada dirinya dan pria itu di dalam apartem

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 177 AKHIR DARI ARASY

    "Kamu pikir aku takut dengan ancamanmu? Aku tidak pernah takut dengan siapapun! Bahkan aku tidak pernah takut jika harus berhadapan dengan Kane Global! Aku tidak peduli dengan perusahaan yang menjadi top 3 perusahaan paling besar di Eropa. Aku tidak pernah takut pada—"KRINGGG! KRINGGG!Telepon kantor yang ada di meja Adrian tiba-tiba berbunyi. Membuat pria itu menghentikan ucapan yang akan dia katakan pada Leo.Smirk tipis muncul di bibir Leo, pandangannya tajam mengarah tepat ke iris hitam pria paruh baya itu.Awalnya Adrian ragu untuk menjawab. Namun, karena telepon itu terus berdering akhirnya dia menjawab panggilan itu.Adrian mengangkat telepon dengan kedua mata yang masih menatap Leo. Nampak senyuman pria itu yang begitu menakutkan untuknya. Seketika dia memiliki perasaan yang tidak enak tentang panggilan yang akan diterima."Ya," ucap Adrian sembari terus memperhatikan Leo. Seketika kedua mata Adrian terbelalak ke

  • Pria Tampan Alat Balas Dendamku   BAB 176 KEHANCURAN QUEENRYSA GROUP

    "Sebenarnya, aku meminum semua obat itu. Tapi, setelah meminumnya aku akan masuk ke dalam kamar mandi dan mulai memuntahkan semua isi perut ku. Aku tidak tahu kenapa aku lakukan itu. Seperti yang aku katakan sebelumnya bahwa aku hanya ingin anak ini tidak lahir ke dunia."Alice menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia harus banyak-banyak bersabar ketika mendengarkan cerita dari Adeline.Berulang kali dia berkata pada diri sendiri bahwa yang dilakukan oleh Adeline adalah hal yang wajar. Setiap wanita yang sedang depresi pasti akan melakukan hal yang di luar nalar manusia normal pada umumnya."Sekarang kamu sudah tahu bahwa yang kamu lakukan itu adalah percuma. Apakah kamu masih mau untuk tidak meminum obatmu?" tanya Alice dengan lembut.Adeline menggelengkan kepalanya. Dia sadar bahwa sebenarnya yang membutuhkan obat-obatan itu adalah dirinya sendiri. Karena itu dia akan mulai membiasakan diri untuk meminum kembali obat-obatan itu.Alice tersenyum menyadari bahwa Adelin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status