Perkataan yang diucapkan Arasy membuat Adeline membuka mulut karena tercengang dengan permintaan wanita itu. Sesaat hanya ada ketegangan di ruangan itu. Hingga akhirnya Arasy tertawa membuat Adeline menjadi bingung.“Hahaha … apa kalian serius menganggapku sejahat itu?” tanya Arasy di sela tawanya.Meski bingung, Adeline tetap merasa bahwa dia harus merespon ucapan wanita itu. Namun, yang terjadi dia hanya tersenyum dengan sangat terpaksa.Arasy tersenyum pada Leo dan Adeline. Dia lalu menggenggam tangan Adeline dan melihatnya dengan sedih.“Adeline, aku ingin meminta maaf karena sudah membuatmu terluka. Aku minta maaf karena sudah mengajakmu berkelahi. Aku tahu apa yang kulakukan salah, tapi aku sangat mengharapkan maaf darimu.”Mendengar hal itu tentu saja membuat Adeline terkejut. Dia seperti mengalami senam jantung dalam sehari ini.“Adeline? Apa kamu memaafkanku?” tanya Arasy membuat Adeline tersadar dari lamunannya.Adeline memandangnya bingung. Menatap wanita itu, mencari tahu
Adeline merasakan sakit di kepalanya akibat tarikan Arasy pada rambutnya yang sangat kencang. Dia juga merasa lengan dan hampir seluruh tubuhnya kesakitan. Tanpa melihat pun, dia tau bahwa ada luka lebam di tubuhnya.Adeline menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia melihat langit-langit ruang IGÐ rumah sakit itu dengan pikiran yang berkecamuk."Seharusnya aku tidak terpancing!""Benar! Seharusnya kamu tidak terpancing!"Adeline menolehkan kepalanya ke asal suara itu. Nampak Alexander berjalan ke arahnya dengan tatapan penuh ketidaksukaan."Ayah?" Adeline bangun hendak turun dari ranjang rumah sakit itu.Namun, gerakannya terhenti karena Alexander mengangkat tangan. Membuat Adeline menunduk ketakutan."Kamu itu istri dari Leo Alaric Kane. Apa kamu sadar akan hal itu?" Alexander memandangnya sinis."Iya, Ayah. Saya sadar akan hal itu." Adeline semakin menundukkan kepala. Dia sangat takut dengan kemarahan sang ayah mertua. "Saya mohon maaf karena sudah membuat kecewa. Say
Adeline terbangun dengan kondisi Leo yang sudah tidak ada di kamar. Dia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Dia teringat dengan ucapan pria itu yang sudah mulai bekerja hari ini.Adeline lalu bangun dan langsung membersihkan diri. Hari ini dia tidak memiliki janji untuk keluar rumah. Mungkin dia akan memutuskan untuk bekerja dari rumah seperti kemarin.Sebelum mandi, Adeline mengecek ponselnya dan terlihat sebuah pesan yang Leo kirimkan untuknya. Dia tersenyum ketika melihat pesan itu. Pesan yang berisi kata-kata manis dan sebuah perintah untuknya mandi dan sarapan.Setelah membalas isi pesan tersebut, barulah dia berjalan menuju kamar mandi dan bersiap-siap. Adeline lalu keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang makan untuk sarapan."Sudah bangun, Nak?" tanya Camila ketika mengambil buah dari dalam lemari es."Sudah, Ibu," jawab Adeline. Dia mengambil dua lembar roti gandum dan mengoleskannya dengan selai kacang
Leo sudah merayu Adeline untuk tidur bersama di ranjang. Namun, istrinya itu tetap bersikeras supaya dia tidur di sofa. Alhasil Leo hanya bisa pasrah dan menerima keadaan bahwa dia harus mengalah."Aku belum tidur bersamamu tapi malah disuruh untuk tidur di sofa," gerutunya ketika merasa Adeline sudah tertidur pulas."Aku mendengarmu!" sahut Adeline dengan kedua mata terpejam.Mendengar itu membuat Leo semakin takut. Khawatir Adeline akan semakin marah padanya.Lampu kamar sudah dimatikan. Leo yang tidur di sofa juga sudah memejamkan kedua matanya. Adeline bangun karena dia belum ingin tertidur.Sebenarnya tidak bisa sepenuhnya salah Leo. Pria itu hanya ingin menghibur dengan caranya. Namun, ternyata malah membuat Adeline kesal.Adeline menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia bangun dari ranjang dan berjalan menuju sofa. Dia hanya bisa melihat wajah sang suami dengan samar karena saat ini penerangan hanya dari lampu tidur di samping tempat tidur.Adeline berlutut di d
BAB 104 SUDAH CINTA"Alex!" Camila memandang Adeline dengan senyum. Dia memegang kedua tangan sang menantu kemudian berkata, "Ayo, kita makan.""Siapa yang mengizinkan kamu untuk makan?" Kali ini Alexander berbicara pada Camila, sang istri.Camila menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia memejamkan kedua mata sebelum akhirnya berbalik dan menatap sang suami dengan penuh kekesalan."Saya akan makan dengan atau tanpa persetujuan darimu!" seru Camila setelah itu beralih pada Adeline dan pergi meninggalkan suaminya.Adeline melihat sang ibu mertua yang berjalan menuju ruang makan seraya menggenggam tangannya. Seketika dia merasakan hatinya menghangat karena diperlakukan sampai seperti ini.Namun, dia juga merasa sedih karena melihat orang tua suaminya harus bertengkar karena dirinya."Ibu," panggil Adeline."Iya, Sayang," Camila menjawab panggilan sang anak namun dia tetap berjalan menuju ruang makan."Apa Ibu tidak apa-apa?" tanya Adeline khawatir.Camila menghentikan lan
Leo sangat panik saat ini. Dia takut Jika Adeline pergi meninggalkannya karena mendengar kalimat yang diucapkan sang ayah.Leo menuruni anak tangga dengan terus mencoba untuk memanggil ponsel sang istri."Adeline, kamu di mana?" tanyanya bermonolog.Leo sudah menelpon sang istri berkali-kali namun panggilan itu selalu tak tersambung. Operator telepon selalu menyebut bahwa nomor ponsel Adeline sedang berada di luar jangkauan."Adeline, kumohon ...!" Leo benar-benar berharap bahwa dia bisa bertemu dengan sang istri.Ketika dia sampai di ruang tamu, langkahnya terhenti karena sang ibu memanggil"Iya, Bu. Ada apa?" tanya Leo. Ekspresi wajahnya yang panik membuat sang ibu terheran."Kamu ingin kemana?" tanya Camila."Mencari Adeline, Ma." Leo mengeluarkan kunci mobil dari dalam saku celananya. Sedangkan pandangannya masih tertuju pada layar ponsel."Mencari Adeline kemana? Kenapa kamu sampai mengeluarkan kunci mobil?" tanya Camila semakin heran dengan sikap sang anak."Karena Adeline tidak