Share

Kedatangan Yang Tidak Diharapkan

Risa benar-benar meninggalkan ruangan itu dengan perasaan tercabik-cabik. Dia ingin menangis, tapi rasanya terlalu sia-sia menangisi perlakuan pria itu terhadapnya. Bahkan ketika dirinya masuk ke dalam lift pun, Danu tidak tampak mengejar. Baru setelah pintu lift tertutup, dia menangis tanpa bisa menahannya.

Wanita itu sama sekali tidak menyangka jika sesuatu seperti ini akan menimpa dirinya. Bertemu dengan seorang pria yang baik di luar, lalu hamil tanpa bisa dicegah dan sekarang harus menanggungnya sendiri dengan penyesalan seumur hidup.

Lift tiba di lantai satu, pintu terbuka dan mempertemukan Risa dengan wanita cantik berpakaian modis yang terlihat terburu-buru. Dia melangkah keluar dan berdiri di depan pintu.

“Iya, Sayang. Aku baru saja masuk lift. Kau tunggu sebentar supaya kedatanganku tidak sia-sia.”

Saat pintu lift bergeser, Risa membalikkan badan, melihat wanita yang sepertinya sedang bertelepon dengan pria yang membuatnya hancur beberapa saat lalu.

“Jadi karena ini dia membuangku,” gumam Risa sambil tersenyum miris.

DIbandingkan dengan wanita yang baru saja naik ke lantai empat, tentu saja Risa tidak ada apa-apanya. Rambutnya panjang dan terawat, tubuhnya tinggi langsing, gayanya pun modis dan lebih modern. Dilihat dari wajahnya pun, Risa tahu jika wanita itu dari kalangan atas.

“Aku benci menjadi miskin.”

Kedua kakinya kembali melangkah, meninggalkan harapan besar yang telah dihancurkan dalam hitungan detik oleh pria yang Risa pikir akan menjadi sebuah rumah nyaman yang selalu menanti-nanti kepulangannya.

Untuk sekarang ini, Risa hanya perlu bersikap tenang dan memikirkan apa yang harus dilakukannya di masa depan. Tidak hanya hidup seorang diri, kali ini dia membawa serta janin yang harus dipertanggung jawabkan.

Sebagai satu-satunya tujuan di kota kecil ini, Risa akan mendatangi paman dan bibinya yang telah tinggal di sebuah desa yang jaraknya sekitar enam jam dari pusat pengobatan tersebut. Sudah sepuluh tahun lamanya mereka tidak bertemu, Risa agak sanksi jika paman dan bibinya akan menerima kedatangannya yang tiba-tiba.

Sementara itu, wanita cantik yang bertemu dengan Risa di lift kini berada di kantor Danu. Laras, wanita itu, memeluk Danu dengan kerinduan yang amat mendalam. Pasalnya mereka baru bertemu lagi setelah hampir satu bulan terpisah oleh lautan dan batas-batas negara.

“Aku sangat merindukanmu,” ucap Laras sebelum mengecup bibir kekasihnya.

“Aku juga rindu padamu,” balas pria itu dengan suara yang terdengar tidak bersemangat. Tentu saja hal itu membuat Laras melepas pelukannya, merasa agak kecewa.

“Kenapa kau terlihat tidak rindu padaku?” Laras menunjukkan wajah merengut, membiarkan Danu tahu jika dirinya kecewa.

“Wanita itu datang ke sini,” kata Danu tiba-tiba dan dia melihat Laras mengernyitkan kening. “Wanita yang ditemui Jaya di Kanada.”

“Ah ….” Laras mengingat siapa wanita yang dimaksud sebab dirinya pun bersama Jaya ketika pria itu berada dalam masa kritis. “Wanita yang namanya disebut oleh Jaya.”

“Ya, wanita itu. Dia baru saja pergi.”

Sedetik kemudian, Laras mengingat seorang wanita yang berpapasan dengannya saat hendak masuk ke lift. Jika memang wanita itu baru saja pergi, maka kemungkinan besar dia adalah Risa, cinta terakhir kembaran kekasihnya itu.

Beberapa jam berlalu, Risa kini berada di depan sebuah rumah dua lantai yang saat itu ditinggali empat orang. Pintu pagar tertutup, seperti tidak ada penghuninya. Dia berdiri di luar pintu pagar setinggi tiga meter, menunggu seseorang membukakan pintu besi tersebut dan mempersilakan dirinya untuk masuk. Namun, lagi-lagi wanita itu terlalu banyak berharap.

Santi, adik kandung ayahnya, datang tanpa membukakan pintu dan berbicara dari dalam seolah-olah kedatangan keponakannya itu membawa marabahaya. “Kenapa kau ada di sini? Bukankah hidupmu sudah lebih nyaman di luar negeri tanpa membuat orang-orang disekitarmu tertimpa kesialan?”

Risa menundukkan kepala, tak bisa membalas kata-kata menyakitkan yang dilontarkan oleh bibinya. Bahkan untuk membela diri pun rasanya tidak akan ada kesempatan sebab apa yang ada di otak Santi, dia tidak lebih adalah seorang pembunuh.

“Lebih baik kau enyah dari sini sebelum aku memanggil polisi!” Santi berteriak keras, memukul pintu pagar itu keras-keras dan memaksa Risa angkat kaki dari sana.

Tak punya pilihan lain, Risa kembali menarik kopernya pergi dari rumah Santi yang sama sekali tidak menyambut kedatangannya. Wanita itu tahu jika hidup ini memang tidak adil, tetapi dia sama sekali jika Tuhan benar-benar membuatnya semenderita ini.

“Apa ini karma karena telah membuat ayah dan ibuku mati?”

Risa bertanya pada siapa pun, terlalu putus asa dengan keadaan yang mempermainkannya. Jika memang ini adalah balasan yang didapatkannya karena telah membuat orang-orang tertimpa nasib sial, maka tidak seharusnya Tuhan menitipkan seorang bayi kepada dirinya.

“Ini agak keterlaluan, Ya Tuhan ….”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status