Share

Pria Yang Menjadi Ayah Anakku
Pria Yang Menjadi Ayah Anakku
Author: Augustwos

Menderita Penyakit Mematikan

“Ini sel kanker. Meski ukurannya masih kecil, kami menyarankan untuk melakukan operasi,” kata dokter bernama Margareth itu. Dia menunjukkan foto rontgen pada Risa dan melingkari benjolan yang dimaksud.

Risa tertunduk lesu di hadapan Margareth yang sedang membacakan hasil pemeriksaan Kesehatan rutin para karyawan. “Aku harus bagaimana?”

Risa tahu, biaya operasi di sini sangat mahal. Belum lagi, tidak ada jaminan jika setelah dioperasi sel kanker tersebut akan benar-benar menghilang. Hari itu, meski Margareth yang juga merupakan teman sekelas di SMA itu menyuruhnya melakukan operasi pengangkatan, Risa justru punya keputusan yang berbeda.

Toh, kematian sedang mengintainya. Mumpung dia masih belum ada keluhan dan sel kanker itu belum menggerogoti tubuhnya, Risa berpikir untuk menikmati hidup sebebas yang dia bisa. Untuk itu, di sinilah dia sekarang … di Kota Yellowkinfe untuk menyaksikan salah satu keindahan Tuhan, yakni aurora.

Risa menatap tenda-tenda lain di sekitarnya. Agaknya, hanya dia yang datang sendirian ke sini, sementara yang lain datang berpasang-pasangan. Dia mengembuskan napasnya panjang. “Mereka pasti akan ajak orang terkasih untuk melihat keindahan dunia ini,” keluhnya sambil menyesap minuman hangat.

Apa kau juga datang sendiri?”

Tiba-tiba, suara seorang pria mengejutkan Risa, membuat wanita itu memutar tubuh menatap sosok tersebut yang wajahnya masih tertutup oleh syal. “Apa kau orang Indonesia?”

Pria tersebut tersenyum, langkahnya semakin mendekat ke arah Risa. “Sepertinya ini takdir.” Pria tersebut menunjukkan sebotol wine yang dia bawa. “Apa kau punya gelas kosong?”

Risa tersenyum, lalu menggeser duduknya. “Duduklah. Aku punya gelas kosong, juga tempat kosong. Jika kau tidak keberatan?”

Tersenyum, pria itu lantas mengambil tempat di samping Risa dan menerima uluran gelas kosong dari wanita tersebut. Saat pria itu ingin menyesap minuman beralkoholnya, mendadak Risa terpana menatap wajah pria tersebut. Hidungnya yang mancung itu memerah karena suhu yang begitu rendah di atas sini. Kulit putihnya pun kian memucat. Pria itu pasti sangat kedinginan.

“Mau?” Pria tersebut menawarkan botol wine ke arah Risa. “Alkohol ini akan lebih cepat menghangatkan tubuhmu,” ujarnya lebih lanjut.

Sejenak, Risa terdiam. Selama ini, dia tidak pernah meminum wine atau alcohol lain. Ditambah lagi dengan penyakit yang sekarang dia derita. Namun, keraguan itu pupus saat dia mengingat tujuan utamanya ke sini, yakni menikmati hidup sebebas dan sebahagianya.

Terima kasih.”

Keduanya melakukan cheers. Risa menyesap cairan merah itu perlahan.

Namaku Jaya.” Pria itu mengulurkan tangannya ke depan Risa.

“Risa.” Wanita itu menyambut uluran tangan Jaya dengan senyum di bibir.

Saat Risa tengah menikmati pemandangan yang tersaji indah di langit, juga merasakan suhu tubuhnya mulai menghangat karena minuman di tangannya, Jaya menatap Risa secara lekat-lekat.

Jadi, kau juga orang Indonesia?”

Risa mengangguk. “Tiga tahun ini aku tinggal di Perancis karena urusan pekerjaan.” Risa menjelaskan dengan singkat. Baginya, tidak perlu membagi urusan pribadi pada pria asing yang baru ditemuinya sekali ini.

“Lalu, kau ke sini hanya untuk melihat aurora?” tanya Jaya lagi.

Risa mengedikkan bahunya, menoleh ke Jaya sepersekian detik sebelum kembali memandang langit. “Sesuatu terjadi padaku, dan membawaku ke sini.”

Jaya mengangguk-angguk mengerti meski tidak tahu apa yang terjadi hingga membuat perempuan itu datang ke tempat jauh ini. Akan tetapi, pertemuannya ini tentu bukan hanya sekadar kebetulan, melainkan pertemuan yang sudah tertulis dalam garis takdirnya yang sebentar.

“Lalu, kenapa kudengar tadi kau mengeluh?”

Risa berdecak saat mendengar pertanyaan Jaya. Matanya kemudian menatap ke arah tenda di sekitar, membuat Jaya mau tak mau juga mengikuti arah pandang gadis itu. “Pemandangan yang indah, suhu dingin, dan pasangan.” Risa menoleh ke arah Jaya. “Bukankah itu perpaduan sempurna?”

Jaya terkekeh. Pria itu kemudian menaruh gelas dan botol winenya. “Jadi, kau berniat ingin mencoba perpaduan itu?”

Risa diam usai mendengar pertanyaan Jaya. Meski belum pernah berhubungan lebih jauh dengan pria, tetapi gadis itu jelas tahu ke mana arah Jaya berbicara. Lagi, tujuannya ke sini memang untuk bersenang-senang, tetapi … apakah bersenang-senang dengan pria yang bukan suaminya dan dilarang oleh Tuhannya, tidak akan membuat Risa makin terjerumus dalam kubangan dosa?

Namun, sedalam apa pun Risa berpikir, ego dan motivasinya untuk menciptakan kenangan manis nan indah sebelum kematiannya datang lebih menguasai. Mengikuti Jaya, gadis itu pun menatap Jaya dengan pandangan sayunya. “Semua tergantung padamu. Kau bisa membuatku senang seperti apa?”

Jaya terkekeh. Meski menggunakan kata yang lugu, pria itu jelas bisa menangkap maksud Risa. “Aku akan buat malam ini tak terlupakan.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status