Share

Bab 6: Lebih Baik Aku Pergi

Author: Nareswari
last update Last Updated: 2025-06-12 09:29:46

“Tidak ada yang tahu itu Paula! Aku membuatnya tetap misterius, untuk menjaga kemisteriusan desain kamu.”

Suara Val mulai melemah. “Kamu harus percaya sama aku, Sasha.”

Sasha hanya menangis. Ia tidak mau berdebat lebih jauh dengan Val. 

Ponsel Val tiba-tiba berdering. Val menjawab telepon dari seseorang. “Ya? Apa?!”

Val menginjak rem dengan tiba-tiba. Tubuh Sasha terbanting ke depan. Tangannya langsung menahan ke dashboard agar tidak terbentur. 

Val menatap tajam Sasha sambil ponselnya masih menempel di telinganya. 

Sasha tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Namun, ekspresi Val sangat mengerikan.

“Aku akan segera ke sana!” ucapnya. Ia kemudian mematikan ponselnya. “Aku antar kamu pulang dulu. Aku harus kembali lagi ke tempat acara.”

Tubuh Sasha masih gemetar karena ketakutan. Ia tidak berani membantah Val jika Val sudah seperti itu. 

Sasha terdiam selama sisa perjalanan. Val mengantar Sasha pulang lalu kembali pergi menuju hotel. 

Sasha masuk rumah dan berjalan dengan lunglai. Datang seorang asisten paruh baya, Bertha Hopskin, menyambutnya. 

“Nona Sasha, Anda tidak apa-apa?” tanya Bertha cemas. Ia memapah Sasha menuju kamar. 

“Tidak apa-apa Bu Bertha, aku hanya butuh istirahat,” jawab Sasha terisak. 

Bertha merapikan bantal untuk Sasha bersandar. Kemudian ia membaringkan Sasha dan menyelimutinya. “Saya akan bawakan teh chamomile madu supaya Nona merasa tenang.”

“Terima kasih, Bu,” sahut Sasha. 

Bertha pergi menuju dapur. Sasha berusaha mengatur napasnya agar bisa lebih tenang. Sasha tidak tahu harus berbuat apa. 

Bayangan-bayangan saat Sasha memergoki Val dan Paula selingkuh, perlakuan Paula kepada Val saat makan malam, dan Paula yang tadi berdiri di hadapan para tamu mewakili Sasha atas desainnya terus berputar dalam kepala Sasha. Seperti melihat cuplikan-cuplikan film yang tidak ada habisnya. 

Sasha bisa merasakan darahnya berdesir. Kepalanya terasa akan meledak. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengemas pakaiannya secepat mungkin dan pergi dari sana. 

Bertha membawakan teh untuk Sasha. Dan begitu masuk ke kamar, Sasha sudah tidak ada di sana.

Bertha tersenyum. Ada sedikit perasaan lega terlihat di raut wajahnya. “Inilah saatnya Anda menemukan kebahagiaan Anda sendiri, Nona Sasha.”

Sasha turun di stasiun Crépusculaire Commuter Line. Ia duduk di ruang tunggu stasiun. Tidak tahu harus ke mana. 

Selama lima tahun ini, Val tidak memperbolehkan Sasha untuk pergi ke luar rumah, apalagi pulang ke kampung halamannya. 

Val selalu bilang kalau Sasha pulang ke keluarganya, maka kontrak kerjanya akan terputus. Ia tidak bisa lagi membayar hutang biaya pengobatan ayahnya. 

‘Apa aku kembali saja ke rumah Val?’ pikirnya. Batinnya bergumul. ‘Tapi, kalau aku pulang, Val akan terus memanfaatkanku.’

Sasha bangkit. Ia memegang erat ransel dan kopernya. “Ya, lebih baik aku pergi saja. Ke mana pun, asal bisa jauh dari Val.”

Sesaat kemudian, Sasha kembali duduk. Wajahnya tampak sedih. “Tapi bagaimana dengan hutangku? Val pasti akan mengejarku ke mana pun aku pergi. Aku tidak bisa selamanya bersembunyi darinya.”

Sasha menelungkupkan wajahnya di koper. Ia sangat bingung. 

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ada telepon masuk dari Jade.

“Ha … lo?” sapa Sasha ragu. 

“Datang ke sini sekarang!” perintah Jade di seberang telepon. 

Sasha kaget. “Tapi–”

Jade langsung memotong perkataan Sasha. “Tidak ada tapi-tapian. Kecuali kalo kamu ingin Val–”

“Iya iya, baik! Aku ke sana sekarang!” sahut Sasha. Ia sudah tahu apa yang akan dikatakan Jade.

Sasha bergegas ke luar stasiun dan kembali naik taksi menuju Le Grand Cielo Hotel untuk menemui Jade. 

Sepanjang perjalanan, Sasha merasa jadi orang bodoh. Dia malah harus kembali ke kandang macan saat dia hendak lepas dari jeratan buaya.

Sasha memaki dirinya sendiri. 'Dasar bodoh!’ 

Sasha kembali turun di depan lobby hotel. Ia menatap bangunan hotel itu dengan pandangan kosong. Lalu menghela napas panjang. 

Seorang doorman datang dan menyambut kedatangannya. Ia hendak membantu Sasha membawakan koper dan mengarahkannya ke meja resepsionis.

Sasha langsung menolaknya dengan lembut. “Maaf, saya sudah tahu tujuan saya.”

Doorman tersebut langsung mengangguk mengerti dan tersenyum. Sasha segera menuju lift, khawatir Val masih ada di dalam hotel. 

Sasha tiba di lantai paling atas. Samar-samar, ia mencoba mengingat dari kamar mana ia keluar pagi itu. 

“Semua pintu terlihat sama! Apa aku telepon saja yang mana kamarnya?” ucap Sasha sambil terus mengingat-ingat letak kamar presidential suite milik Jade. 

Tiba-tiba terdengar suara Val dan Paula dari kejauhan. Sasha bingung harus bersembunyi di mana. Ia mondar-mandir dengan kopernya hendak mencari pintu darurat. 

Detik itu juga, seorang pria menarik Sasha masuk ke sebuah kamar. Kejadiannya berlalu sangat cepat.

“Aaah!” pekik Sasha. 

Saat Sasha mendongakkan kepala, ia menatap wajah Jade sedang tersenyum padanya. Lalu, tangan besar Jade langsung menutup mulut Sasha. Sedangkan tangan satunya menempel di mulutnya, mengisyaratkan agar Sasha tidak bersuara. 

“Sssshh!”

Mata Sasha membelalak, lalu mengangguk setuju. Terdengar samar-samar suara Val dan Paula menghilang seiring dengan suara pintu yang tertutup.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pria yang Tidur Denganku Ternyata Paman Tunanganku   BAB 131: Lunatic Lunaire

    “Hubby, aku takut!” Sasha memeluk Jade erat. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Jade mengusap kepala Sasha lembut. “Kamu aman di sini bersamaku, Honey. Tenanglah.”Jade kemudian mengajak Sasha pulang. Namun, sepanjang perjalanan, Sasha tampak sangat ketakutan. Ia selalu terlihat waspada setiap ada orang yang berjalan dari belakang. Sesampainya di hotel, Sasha segera mengunci pintu. Ia bahkan menutup semua tirai dan menyalakan lampu di semua ruangan. “Honey, kenapa semuanya dinyalakan?” tanya Jade penasaran. “Aku nggak suka gelap. Aku ingin semuanya terlihat jelas, Hubby. Aku nggak mau ternyata ada yang sembunyi di sini,” jawab Sasha. Matanya bergerak cepat, memastikan tidak ada yang luput dari pandangannya. Jade jadi semakin khawatir dengan keadaan Sasha. Ia yakin, Sasha pasti terlalu lelah dengan pekerjaannya sehingga ia seperti ini. Jade mengambilkan air putih dan vitamin untuk Sasha. “Diminum dulu, Honey.”Sasha meminum vitaminnya.“Sekarang kamu istirahat, ya, Honey,

  • Pria yang Tidur Denganku Ternyata Paman Tunanganku   BAB 130: Ketegangan di Ruangan Sasha

    “Nona Kruger, tolong ke ruangan saya sekarang,” ucap Sasha melalui intercom. Tidak lama kemudian, Monica Kruger, sekretaris Sasha, datang ke ruangan Sasha. “Ada apa, Bu Direktur?” tanya Monica. Sasha menyerahkan sebuah berkas yang sedari tadi ia kerjakan. “Tolong kamu buatkan presentasinya dari materi yang sudah saya susun di sini. Hari ini juga harus sudah selesai ya!”“Baik, Bu,” ucap Monica sambil mengambil berkas tersebut. Setelah itu, ia kembali ke ruangannya. Sasha menggeliat. Rasanya seluruh tubuhnya begitu remuk. Sasha kemudian meneguk air putih dan mencoba memejamkan matanya. Daerah sekeliling Sasha berubah menjadi gelap. Sasha terkejut. Ia berusaha mencari jalan untuk keluar. “Nona Kruger!” Sasha berteriak memanggil sekretarisnya.Tapi tidak ada jawaban. Harusnya Monica ada di ruangannya, tapi Sasha tidak tahu kenapa ia tidak menjawabnya. Sasha terus berjalan dengan meraba-raba. Seingatnya, ruangannya tidak pernah seluas ini. Tapi sejauh apapun Sasha berjalan, ia teta

  • Pria yang Tidur Denganku Ternyata Paman Tunanganku   BAB 129: Makan Siang Bersama

    “Menarik,” ucap Youssef. Youssef melahap sejenis Croquette yang diisi kentang tumbuk dan daging cincang. “Silakan dicelup sausnya, Tuan Elharrar,” sahut Sasha. “Saya jamin, rasanya akan lebih menarik. Youssef mencelupkan croquette-nya ke dalam saus sabayon. Youssef terlihat benar-benar menikmatinya. Youssef tersenyum. “Makanan di negara kami kaya akan rempah. Sedangkan makanan di sini terasa begitu ringan tapi tidak kalah menarik.”Youssef menggigit croquette dan mengunyahnya pelan. “Terasa lumer di mulut tapi dagingnya memberi kejutan di setiap gigitan.”Semua tim El Jawahir mengangguk setuju.“Saya setuju,” sambung Noura. “Mirip seperti samosa tapi versi ringannya.”Mereka kemudian beralih kepada menu utamanya. Mereka terlihat puas dengan jamuan dari Le Grand Cielo Hotel. “Makanan di sini benar-benar enak, Tuan dan Nyonya Gregory. Terima kasih,” kata Youssef. Jade tersenyum dan melirik Sasha sesaat. “Itulah salah satu alasannya selama ini saya tinggal di sini, Tuan Elharrar. T

  • Pria yang Tidur Denganku Ternyata Paman Tunanganku   BAB 128: Rombongan El Jawahir

    “Kapan tim El Jawahir datang?” tanya Jade di balik kemudinya. Sasha mengecek ponselnya. “Lusa, katanya. Mereka baru berangkat lusa. Dengan penerbangan kurang lebih 15 jam.”Jade memutar kemudinya dan memarkirkannya di tempat parkir lantai 10. Setelah itu, ia turun dan membukakan pintu untuk Sasha. “Berarti rapat dijadwalkan hari Jumat kan?” tanya Jade. Sasha mengangguk. “Ya, aku sudah meminta sekretarisku untuk membicarakan jadwalmu dengan Pak Mike.”“Pak Mike suka gitu, ngasih tahu jadwal selalu mendadak,” sahut Jade. Sasha dan Jade tiba di presidential suite. Sasha langsung membersihkan diri dan Jade menghubungi layanan kamar untuk menyiapkan makan malam mereka. Setelah Sasha selesai ganti pakaian, layanan kamar datang dan giliran Jade yang mandi. Sasha langsung menata hidangan di meja makan bersama petugas layanan kamar. “Terima kasih,” ucap Sasha. Petugas layanan kamar tersenyum. “Sama-sama, Bu.”Kemudian ia pamit. Tidak lama kemudian, Jade selesai dan langsung menuju ruan

  • Pria yang Tidur Denganku Ternyata Paman Tunanganku   BAB 127: Hari-hari Sibuk

    “Nggak apa-apa, beneran,” ucap Sasha. “Aku istirahat di ruanganku aja.”Sasha tampak pucat. Tapi ia tetap tidak mau ke dokter. Eva dan Clara akhirnya mengantar Sasha ke ruangannya. Bagaimanapun, ini proyek pertama mereka dengan perusahaan luar negeri. Sasha tidak boleh menyerah hanya karena kondisi badannya. “Jangan kecapekan ya, awas lho!” Eva memperingatkan. Sasha mengangguk. “Iya, iya. Galak amat sih! Dah sana kalian kerja.”Eva dan Clara keluar dari ruangan Sasha. Sasha merebahkan tubuhnya di sofa. Pandangannya terasa kabur. Ia kemudian memejamkan matanya. Dan tertidur dengan lelap. Saat Sasha bangun, Jade sudah berada di sisinya. Menatapnya dengan cemas. “Kamu nggak apa-apa, Honey? Mau pulang aja?” Jade memegang dahi Sasha, memeriksa apakah dia demam atau tidak. Sasha bangun dengan perlahan. Lalu duduk. Ia bingung dengan keberadaan Jade di sana. “Kenapa kamu di sini, Hubby? Kamu nggak kerja?” tanya Sasha. Jade memperlihatkan jam di ponselnya. “Bentar lagi udah lewat jam

  • Pria yang Tidur Denganku Ternyata Paman Tunanganku   BAB 126: Rencana Kolaborasi

    “Baiklah, sudah diputuskan!” Sasha berdiri penuh semangat. “Aku akan membawa De Lune Blanc ke mancanegara!”Jade tersenyum sambil meneguk tehnya sampai habis. “Sebelum itu, ayo kita adakan pelajaran tambahan dulu supaya kamu lebih siap menghadapi klien internasional!” Jade menggered Sasha. Sasha berekspresi keberatan tapi ia terpaksa nurut. Mereka berdua menuju ruang kerja. Jade menyalakan tombol yang menurunkan layar untuk proyektor. Kemudian ia menyalakan laptopnya dan mengeklik browsernya. “Baiklah, apa yang kamu ketahui tentang El Jawahir?” tanya Jade. Sasha menjawab pertanyaan Jade berdasarkan apa yang dibaca sebelumnya dalam artikel.Jade kemudian membahas kembali visi dan misi De Lune Blanc didirikan. Ia juga membandingkan visi misi El Jawahir sehingga bisa ditemukan kecocokan di antara kedua perusahaan. El Jawahir lebih menonjolkan desain yang otentik dan bersifat etnik. Sedangkan De Lune Blanc lebih mengutamakan keanggunan dalam desainnya. “Kamu bisa menggabungkan unsu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status