“Tidak ada yang tahu itu Paula! Aku membuatnya tetap misterius, untuk menjaga kemisteriusan desain kamu.”
Suara Val mulai melemah. “Kamu harus percaya sama aku, Sasha.” Sasha hanya menangis. Ia tidak mau berdebat lebih jauh dengan Val. Ponsel Val tiba-tiba berdering. Val menjawab telepon dari seseorang. “Ya? Apa?!” Val menginjak rem dengan tiba-tiba. Tubuh Sasha terbanting ke depan. Tangannya langsung menahan ke dashboard agar tidak terbentur. Val menatap tajam Sasha sambil ponselnya masih menempel di telinganya. Sasha tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Namun, ekspresi Val sangat mengerikan. “Aku akan segera ke sana!” ucapnya. Ia kemudian mematikan ponselnya. “Aku antar kamu pulang dulu. Aku harus kembali lagi ke tempat acara.” Tubuh Sasha masih gemetar karena ketakutan. Ia tidak berani membantah Val jika Val sudah seperti itu. Sasha terdiam selama sisa perjalanan. Val mengantar Sasha pulang lalu kembali pergi menuju hotel. Sasha masuk rumah dan berjalan dengan lunglai. Datang seorang asisten paruh baya, Bertha Hopskin, menyambutnya. “Nona Sasha, Anda tidak apa-apa?” tanya Bertha cemas. Ia memapah Sasha menuju kamar. “Tidak apa-apa Bu Bertha, aku hanya butuh istirahat,” jawab Sasha terisak. Bertha merapikan bantal untuk Sasha bersandar. Kemudian ia membaringkan Sasha dan menyelimutinya. “Saya akan bawakan teh chamomile madu supaya Nona merasa tenang.” “Terima kasih, Bu,” sahut Sasha. Bertha pergi menuju dapur. Sasha berusaha mengatur napasnya agar bisa lebih tenang. Sasha tidak tahu harus berbuat apa. Bayangan-bayangan saat Sasha memergoki Val dan Paula selingkuh, perlakuan Paula kepada Val saat makan malam, dan Paula yang tadi berdiri di hadapan para tamu mewakili Sasha atas desainnya terus berputar dalam kepala Sasha. Seperti melihat cuplikan-cuplikan film yang tidak ada habisnya. Sasha bisa merasakan darahnya berdesir. Kepalanya terasa akan meledak. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengemas pakaiannya secepat mungkin dan pergi dari sana. Bertha membawakan teh untuk Sasha. Dan begitu masuk ke kamar, Sasha sudah tidak ada di sana. Bertha tersenyum. Ada sedikit perasaan lega terlihat di raut wajahnya. “Inilah saatnya Anda menemukan kebahagiaan Anda sendiri, Nona Sasha.” Sasha turun di stasiun Crépusculaire Commuter Line. Ia duduk di ruang tunggu stasiun. Tidak tahu harus ke mana. Selama lima tahun ini, Val tidak memperbolehkan Sasha untuk pergi ke luar rumah, apalagi pulang ke kampung halamannya. Val selalu bilang kalau Sasha pulang ke keluarganya, maka kontrak kerjanya akan terputus. Ia tidak bisa lagi membayar hutang biaya pengobatan ayahnya. ‘Apa aku kembali saja ke rumah Val?’ pikirnya. Batinnya bergumul. ‘Tapi, kalau aku pulang, Val akan terus memanfaatkanku.’ Sasha bangkit. Ia memegang erat ransel dan kopernya. “Ya, lebih baik aku pergi saja. Ke mana pun, asal bisa jauh dari Val.” Sesaat kemudian, Sasha kembali duduk. Wajahnya tampak sedih. “Tapi bagaimana dengan hutangku? Val pasti akan mengejarku ke mana pun aku pergi. Aku tidak bisa selamanya bersembunyi darinya.” Sasha menelungkupkan wajahnya di koper. Ia sangat bingung. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ada telepon masuk dari Jade. “Ha … lo?” sapa Sasha ragu. “Datang ke sini sekarang!” perintah Jade di seberang telepon. Sasha kaget. “Tapi–” Jade langsung memotong perkataan Sasha. “Tidak ada tapi-tapian. Kecuali kalo kamu ingin Val–” “Iya iya, baik! Aku ke sana sekarang!” sahut Sasha. Ia sudah tahu apa yang akan dikatakan Jade. Sasha bergegas ke luar stasiun dan kembali naik taksi menuju Le Grand Cielo Hotel untuk menemui Jade. Sepanjang perjalanan, Sasha merasa jadi orang bodoh. Dia malah harus kembali ke kandang macan saat dia hendak lepas dari jeratan buaya. Sasha memaki dirinya sendiri. 'Dasar bodoh!’ Sasha kembali turun di depan lobby hotel. Ia menatap bangunan hotel itu dengan pandangan kosong. Lalu menghela napas panjang. Seorang doorman datang dan menyambut kedatangannya. Ia hendak membantu Sasha membawakan koper dan mengarahkannya ke meja resepsionis. Sasha langsung menolaknya dengan lembut. “Maaf, saya sudah tahu tujuan saya.” Doorman tersebut langsung mengangguk mengerti dan tersenyum. Sasha segera menuju lift, khawatir Val masih ada di dalam hotel. Sasha tiba di lantai paling atas. Samar-samar, ia mencoba mengingat dari kamar mana ia keluar pagi itu. “Semua pintu terlihat sama! Apa aku telepon saja yang mana kamarnya?” ucap Sasha sambil terus mengingat-ingat letak kamar presidential suite milik Jade. Tiba-tiba terdengar suara Val dan Paula dari kejauhan. Sasha bingung harus bersembunyi di mana. Ia mondar-mandir dengan kopernya hendak mencari pintu darurat. Detik itu juga, seorang pria menarik Sasha masuk ke sebuah kamar. Kejadiannya berlalu sangat cepat. “Aaah!” pekik Sasha. Saat Sasha mendongakkan kepala, ia menatap wajah Jade sedang tersenyum padanya. Lalu, tangan besar Jade langsung menutup mulut Sasha. Sedangkan tangan satunya menempel di mulutnya, mengisyaratkan agar Sasha tidak bersuara. “Sssshh!” Mata Sasha membelalak, lalu mengangguk setuju. Terdengar samar-samar suara Val dan Paula menghilang seiring dengan suara pintu yang tertutup.“Sudah sejak lama.”Jade memandang lurus ke jalan. Wajahnya terlihat murung. “Ada apa, Hubby?” tanya Sasha penasaran. Sepertinya memang ada yang disembunyikan oleh Jade. Jade menggeleng. Lalu ia tersenyum pada Sasha. “Nggak ada apa-apa.”Tidak lama kemudian ponsel Jade berdering. Terlihat di layar dashboard mobil Ibu Jade menelepon. “Sepertinya kita nggak bisa langsung pulang ke rumah nih.” Jade langsung memutar setir, dan putar haluan menuju Kota Boisville. Sasha tertegun. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. ‘Kenapa perasaanku nggak enak ya?’“Maafkan aku memperkenalkan kamu kepada mereka dengan cara ini, Honey,” ucap Jade dengan nada sedih. Sasha menggenggam tangan Jade. “Nggak apa-apa, Hubby, apa yang kamu lakukan sudah lebih dari cukup.”Ponsel Jade kembali berdering. “Jawab aja, aku nggak akan apa-apa kok,” ucap Sasha. Jade kemudian memencet tombol di layar dashboard. “Ya, Bu,” kata Jade. “Jade, Ibu melihat berita hari ini di TV–”Belum selesai Laura berbicara, Jad
Jade tersenyum “Baik, Bibi Holly. Bibi apa kabar?”Holly langsung memasang wajah cemberut. “Kamu tahu sendiri. Bibi selalu pusing melihat kelakuan anak bungsu Bibi.”Jade terkekeh.“Kamu juga terlalu memanjakan Val. Begitulah jadinya. Val tumbuh menjadi anak yang keras kepala dan semaunya sendiri,” ucap Alec.Alec dan Jade langsung berpelukan.“Maafkan aku, Paman. Padahal Paman dan Bibi sudah menitipkan Val kepadaku, tapi kami malah berakhir berhadapan di pengadilan,” ucap Jade.Alec menggeleng. “Tidak, tidak. Ini bukan salahmu. Oh iya, Sasha, apa kabar?”Sasha tersenyum kikuk. “Aku baik-baik saja, Om.”Holly segera mendekap Sasha. “Maafkan anak Tante, ya. Kami sudah berusaha supaya dia segera menikahimu, tapi entah apa yang ada di pikiran anak itu!”Sasha menggeleng. “Tidak apa-apa, Tante. Sekarang Aku sudah menemukan orang yang tepat.”Sasha menatap Jade dan tersenyum. Jade segera merangkul Sasha.“Oh benar! Tante sampai kaget menonton konferensi pers kalian. Kapan kalian menikah?”
“Saya Sasha Gregory, dengan ini menyatakan, bahwa saya siap menghadapi Direktur Utama Les Bijoux by Demian dan juga Desainer C secara hukum di pengadilan,” ucap Sasha tak gentar.Sasha dan Jade melakukan konferensi pers di aula serbaguna kantor pusat Fairy Goldmother, hari Senin pagi. Semua wartawan dari berbagai media lokal dan internasional hadir di sana.“Apakah Anda memiliki bukti bahwa Anda adalah pemilik desain yang sebenarnya dari semua produk Les Bijoux by Demian selama lima tahun terakhir?” tanya seorang reporter dari Media Global Network.Jade angkat bicara. “Saya dan istri saya hanya akan membuktikan itu semua di pengadilan. Pertanyaan selanjutnya bisa Anda tanyakan langsung kepada para pengacara kami.”Jade langsung menuntun Sasha untuk turun dari podium. Grayson dan Grace Bastian duduk di tempat Jade dan Sasha semula duduk.“Halo semuanya! saya Grayson Bastian, dan saudari kembar saya, Grace Bastian yang akan mengawal Tuan dan Nyonya Gregory untuk menyelesaikan gugatan te
“Kalian kini sah sebagai suami-istri,” ucap Grace. Semua saksi dan petugas kantor sipil bertepuk tangan. Jade dan Sasha tersenyum bahagia. Setelah pernikahan usai, mereka langsung kembali ke La Montagna. Bersama dengan Grace dan Grayson untuk menindaklanjuti gugatan mereka. Di rumah peristirahatan, sudah tergelar berbagai macam sajian untuk menyambut pengantin baru. “Cheers untuk pengantin baru kita!” seru Grayson sambil mengangkat gelasnya. “Cheers!”Semua ikut mengangkat gelasnya. Lalu mereka menenggak minuman mereka masing-masing. Setelah itu, mereka menikmati santapan sebelum melanjutkan rencana balas dendam mereka. Sejam berlalu. Kini mereka sedang duduk dengan serius di ruang kerja Jade. Grace dan Grayson sedang melakukan simulasi persidangan. Apa-apa saja yang mungkin dibantah oleh pihak Les Bijoux. Mereka harus mematangkan strategi pertempuran mereka agar bisa membuat Val dan Paula terpojok. Sebetulnya, jika dilihat dari bukti-bukti yang ada, kemungkinan Sasha menang
“Kamu bisa, Sasha. Kamu pasti bisa!”Sasha memberikan afirmasi positif untuk dirinya sambil bersiap-siap di depan kaca. Hari ini adalah hari pernikahannya. Entah apa yang dirasakan Sasha sebenarnya, ia juga tidak tahu.Dadanya berdegup kencang sejak pagi. Sampai-sampai ia mengira ia memiliki jantung lemah. Karena ia merasa cukup sesak. Namun, Jade memastikan Sasha baik-baik saja. Sasha hanya gugup. Karena ia tidak menyangka akhirnya ia menikah dengan seseorang. Jade malah menertawakan Sasha dan juga meledeknya sejak sarapan tadi. Wajah Sasha memerah. Rasanya panas sekali, padahal cuaca sedang cukup dingin. Sasha mulai merias wajahnya seperlunya. Eye shadow dan blush-on tipis, eyeliner dengan wing kecil, mascara yang bisa membuat bulu mata agak bervolume, dan juga lipstik merah muda yang cerah. Ia juga menata rambutnya. Rambutnya dicepol dengan beberapa helai yang terjuntai di samping kiri dan kanan. Tak lupa mengenakan jepit permata berbentuk bunga dari Fairy Goldmother. Sasha t
“Sasha, kamu sudah bangun?” tanya Jade cemas. Sasha masih pingsan. Tapi perlahan, ia sudah bisa mendengar suara Jade. ‘Aku kenapa?’“Sha, bangun, Sha. Kamu bisa dengar aku kan?” tanya Jade. ‘Aku bisa dengar, Paman, tapi mataku sangat berat,’ ucap Sasha dalam hatinya. Pak Mike datang membawakan teh manis hangat. “Ini minumnya, Pak. Bisa diberikan begitu Nona Sasha bangun.”“Terima kasih, Pak Mike.” Jade menyimpan cangkir di meja samping ranjang. Jade terus menggenggam tangan Sasha. Tidak lama kemudian tangan Sasha bergerak. “Sha, kamu sudah sadar?” tanya Jade cemas. Mata Sasha mulai mengerjap. Jade mengelus kepala Sasha lembut. “Kamu tidak apa-apa kan, Sha?”Sasha mulai membuka mata perlahan. Warna putih mendominasi pandangan Sasha. Mulai dari kabur, kemudian fokus. Langit-langit kamar yang putih dengan polet biru mulai jelas terlihat. Suara Jade semakin terdengar jelas, yang awalnya samar. Sasha mulai mengedarkan pandangan. Melihat jendela, perabot, jam dinding. Lalu bergera