“Mmm… Mmmm…”
Sasha berusaha melepaskan cengkraman tangan Jade dari mulutnya. Tapi Jade semakin mempererat tangannya sehingga Sasha agak kesulitan bernapas. Setelah memastikan tidak terdengar suara apapun dari luar, Jade melepaskan tangannya. Sasha akhirnya bernapas lega. Sasha memelototi Jade. “Paman Jade, Paman nyaris buat aku mati!” Jade meringis. “Daripada kamu mati di tangan Val.” Lalu, Jade melihat barang bawaan Sasha. “Kamu sudah siap tinggal di sini?” Sasha menyeret kopernya pelan. Jalannya tampak lemas. “Aku hanya sedang banyak pikiran.” Jade mengikuti Sasha masuk. Jade menunjuk kursi dan berkata dengan lembut. “Duduklah!” Sasha lalu duduk dan melihat-lihat ke sekitar. Jade berjalan menuju kulkas. Ia mengambil dua kaleng minuman. Membuka salah satunya dan memberikannya kepada Sasha. “Kamu bertengkar dengan Val?” tanyanya. Sasha meminumnya. “Sepertinya Paman lebih banyak tahu daripada aku.” “Kalau begitu, sudah ditentukan ... kamu akan tinggal di sini!” seru Jade tampak senang. Sasha mendelik. “Itu tidak mungkin.” “Kalau kamu tidak mau–” Belum sempat Jade meneruskan kata-katanya, Sasha langsung menutup telinganya. “B-baik baik, Paman tidak perlu meneruskan kalimat Paman!” Jade tersenyum melihat tingkah Sasha yang baginya menggemaskan. Ia kembali memperhatikan wajah Sasha yang imut dengan mata yang bulat. Bibirnya yang mungil membuat Jade teringat kecupannya di malam itu. Sasha langsung memperingatkan Jade. “Tolong jangan berpikiran macam-macam, Paman!” Lalu, Sasha teringat Val dan Paula masuk ke ruangan sebelah. Wajahnya berubah murung. “Kamu mau mencoba untuk memergoki mereka?” tanya Jade. “Tidak, aku tidak berani. Aku tidak mau membuat Val semakin marah padaku,” timpal Sasha. Jade menatap Sasha lekat. “Memangnya kalau kamu mencoba kabur seperti ini, Val tidak akan marah?” Sasha termenung. Pikirannya sangat kalut. “Val pasti marah, apalagi kalau tahu kalau aku di sini.” Jade tersenyum mengejek. “Kok Paman tidak terkejut melihat mereka?” tanya Sasha penasaran. Jade menyesap minumannya. “Kamu sendiri yang bilang. Aku lebih banyak tahu daripada siapapun.” “Apa Paman juga tahu, kira-kira siapa yang menjebakku malam itu?” tanya Sasha penasaran. Jade menaikkan alisnya. “Dan setelah tahu dalangnya, kamu mau apa?” Sasha menggeleng lemah. Wajahnya tertunduk. “Tidak ada. Aku tidak punya kuasa untuk melakukan apapun. Bahkan untuk mengakui semua karyaku sendiri, rasanya itu tidak mungkin.” “Kamu bisa gunakan aku jika kamu mau,” sahut Jade. Sasha berdiri. “Tidak, terima kasih. Aku akan selesaikan semua masalahku sendiri.” Ia kemudian kembali menyeret kopernya. “Sepertinya, aku harus pulang. Boleh kan?” Jade langsung mengambil koper Sasha dengan paksa. Ia lalu berjalan menuju kamar. Sasha hendak mengejar untuk mengambil koper. Tiba-tiba ponsel Sasha berdering. Sasha menatap ponselnya. Ada pesan masuk dari Val. Val: Maafkan aku. Nanti malam kita akan makan malam bersama. Sasha membaca pesannya dan merasa luluh dengan kata-kata Val. Matanya tampak berkaca-kaca. Setelah selesai merapikan barang-barang Sasha, Jade kembali ke ruang tamu dan melihat Sasha masih menatap ponselnya. “Dari Val?” tanya Jade penasaran. Sasha mengangguk dan tersenyum. Jade kemudian mengambil ponsel Sasha dan membaca pesan itu. “Kamu percaya dia sungguh-sungguh meminta maaf?” tanya Jade. Wajahnya yang tampan berubah sangar. “Dia mengirim pesan sama kamu, sambil berduaan dengan Paula!” Sasha merebut ponselnya. “Aku tahu. Tapi Val meminta maaf. Itu artinya, dia peduli terhadap perasaanku.” “Kita tidak tahu apa maksud dibalik permintaan maafnya, Sasha,” gerutu Jade. “Lebih baik kamu jangan lagi termakan rayuan Val.” “Tapi aku ini kan tunangannya Val,” kilah Sasha. Jade menarik lengan Sasha dan mengusap jari Sasha yang tersemat cincin tunangannya. “Sudah berapa lama kamu hanya jadi tunangannya?” Sasha terdiam. Ia menarik tangannya dengan gusar. Sasha menunduk dan tak terasa matanya basah. Jade segera mendekap Sasha. Sasha tidak menolaknya. Ia malah meluapkan emosinya dan menangis dengan keras. Waktu berlalu begitu cepat. Sasha sedang merapikan barang-barangnya kembali ke dalam koper. Jade berdiri di belakang Sasha. “Kamu mau ke mana?” Sasha kaget. “A-aku harus pulang, Paman. Aku harus makan malam bersamanya.” Kedua tangannya memegang pundak Sasha. Ia tersenyum lembut. “Kamu lebih aman berada di sini, Sha.” “Tapi, aku harus pulang,” tegas Sasha. “Aku berjanji, aku akan membuatkan desain perhiasan untuk perusahaan Paman. Tapi tolong, izinkan aku pulang malam ini.” Sasha memohon. Jade kemudianmelepaskan pegangannya. Lalu beranjak menuju lemari. Ia mengeluarkan sebuah gaun pink selutut. “Pakailah baju ini. Aku akan mengantarkanmu menuju restoran tempat kalian makan malam.” Sasha berdiri dengan ragu. Ia bergulat dengan pikirannya sendiri. Namun, ia menurut dan segera mengganti pakaiannya. Mereka keluar dari hotel dan menuju restoran Amber di pusat kota. Sasha dan Jade tiba di depan restoran. “Masuklah! Aku akan memgantarkan kopermu ke rumah Val,” kata Jade lembut. Sasha pamit dan segera masuk ke restoran. Tepat saat itu, mobil Val tiba di restoran. Ia melihat Sasha keluar dari mobil Jade.“Sudah sejak lama.”Jade memandang lurus ke jalan. Wajahnya terlihat murung. “Ada apa, Hubby?” tanya Sasha penasaran. Sepertinya memang ada yang disembunyikan oleh Jade. Jade menggeleng. Lalu ia tersenyum pada Sasha. “Nggak ada apa-apa.”Tidak lama kemudian ponsel Jade berdering. Terlihat di layar dashboard mobil Ibu Jade menelepon. “Sepertinya kita nggak bisa langsung pulang ke rumah nih.” Jade langsung memutar setir, dan putar haluan menuju Kota Boisville. Sasha tertegun. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. ‘Kenapa perasaanku nggak enak ya?’“Maafkan aku memperkenalkan kamu kepada mereka dengan cara ini, Honey,” ucap Jade dengan nada sedih. Sasha menggenggam tangan Jade. “Nggak apa-apa, Hubby, apa yang kamu lakukan sudah lebih dari cukup.”Ponsel Jade kembali berdering. “Jawab aja, aku nggak akan apa-apa kok,” ucap Sasha. Jade kemudian memencet tombol di layar dashboard. “Ya, Bu,” kata Jade. “Jade, Ibu melihat berita hari ini di TV–”Belum selesai Laura berbicara, Jad
Jade tersenyum “Baik, Bibi Holly. Bibi apa kabar?”Holly langsung memasang wajah cemberut. “Kamu tahu sendiri. Bibi selalu pusing melihat kelakuan anak bungsu Bibi.”Jade terkekeh.“Kamu juga terlalu memanjakan Val. Begitulah jadinya. Val tumbuh menjadi anak yang keras kepala dan semaunya sendiri,” ucap Alec.Alec dan Jade langsung berpelukan.“Maafkan aku, Paman. Padahal Paman dan Bibi sudah menitipkan Val kepadaku, tapi kami malah berakhir berhadapan di pengadilan,” ucap Jade.Alec menggeleng. “Tidak, tidak. Ini bukan salahmu. Oh iya, Sasha, apa kabar?”Sasha tersenyum kikuk. “Aku baik-baik saja, Om.”Holly segera mendekap Sasha. “Maafkan anak Tante, ya. Kami sudah berusaha supaya dia segera menikahimu, tapi entah apa yang ada di pikiran anak itu!”Sasha menggeleng. “Tidak apa-apa, Tante. Sekarang Aku sudah menemukan orang yang tepat.”Sasha menatap Jade dan tersenyum. Jade segera merangkul Sasha.“Oh benar! Tante sampai kaget menonton konferensi pers kalian. Kapan kalian menikah?”
“Saya Sasha Gregory, dengan ini menyatakan, bahwa saya siap menghadapi Direktur Utama Les Bijoux by Demian dan juga Desainer C secara hukum di pengadilan,” ucap Sasha tak gentar.Sasha dan Jade melakukan konferensi pers di aula serbaguna kantor pusat Fairy Goldmother, hari Senin pagi. Semua wartawan dari berbagai media lokal dan internasional hadir di sana.“Apakah Anda memiliki bukti bahwa Anda adalah pemilik desain yang sebenarnya dari semua produk Les Bijoux by Demian selama lima tahun terakhir?” tanya seorang reporter dari Media Global Network.Jade angkat bicara. “Saya dan istri saya hanya akan membuktikan itu semua di pengadilan. Pertanyaan selanjutnya bisa Anda tanyakan langsung kepada para pengacara kami.”Jade langsung menuntun Sasha untuk turun dari podium. Grayson dan Grace Bastian duduk di tempat Jade dan Sasha semula duduk.“Halo semuanya! saya Grayson Bastian, dan saudari kembar saya, Grace Bastian yang akan mengawal Tuan dan Nyonya Gregory untuk menyelesaikan gugatan te
“Kalian kini sah sebagai suami-istri,” ucap Grace. Semua saksi dan petugas kantor sipil bertepuk tangan. Jade dan Sasha tersenyum bahagia. Setelah pernikahan usai, mereka langsung kembali ke La Montagna. Bersama dengan Grace dan Grayson untuk menindaklanjuti gugatan mereka. Di rumah peristirahatan, sudah tergelar berbagai macam sajian untuk menyambut pengantin baru. “Cheers untuk pengantin baru kita!” seru Grayson sambil mengangkat gelasnya. “Cheers!”Semua ikut mengangkat gelasnya. Lalu mereka menenggak minuman mereka masing-masing. Setelah itu, mereka menikmati santapan sebelum melanjutkan rencana balas dendam mereka. Sejam berlalu. Kini mereka sedang duduk dengan serius di ruang kerja Jade. Grace dan Grayson sedang melakukan simulasi persidangan. Apa-apa saja yang mungkin dibantah oleh pihak Les Bijoux. Mereka harus mematangkan strategi pertempuran mereka agar bisa membuat Val dan Paula terpojok. Sebetulnya, jika dilihat dari bukti-bukti yang ada, kemungkinan Sasha menang
“Kamu bisa, Sasha. Kamu pasti bisa!”Sasha memberikan afirmasi positif untuk dirinya sambil bersiap-siap di depan kaca. Hari ini adalah hari pernikahannya. Entah apa yang dirasakan Sasha sebenarnya, ia juga tidak tahu.Dadanya berdegup kencang sejak pagi. Sampai-sampai ia mengira ia memiliki jantung lemah. Karena ia merasa cukup sesak. Namun, Jade memastikan Sasha baik-baik saja. Sasha hanya gugup. Karena ia tidak menyangka akhirnya ia menikah dengan seseorang. Jade malah menertawakan Sasha dan juga meledeknya sejak sarapan tadi. Wajah Sasha memerah. Rasanya panas sekali, padahal cuaca sedang cukup dingin. Sasha mulai merias wajahnya seperlunya. Eye shadow dan blush-on tipis, eyeliner dengan wing kecil, mascara yang bisa membuat bulu mata agak bervolume, dan juga lipstik merah muda yang cerah. Ia juga menata rambutnya. Rambutnya dicepol dengan beberapa helai yang terjuntai di samping kiri dan kanan. Tak lupa mengenakan jepit permata berbentuk bunga dari Fairy Goldmother. Sasha t
“Sasha, kamu sudah bangun?” tanya Jade cemas. Sasha masih pingsan. Tapi perlahan, ia sudah bisa mendengar suara Jade. ‘Aku kenapa?’“Sha, bangun, Sha. Kamu bisa dengar aku kan?” tanya Jade. ‘Aku bisa dengar, Paman, tapi mataku sangat berat,’ ucap Sasha dalam hatinya. Pak Mike datang membawakan teh manis hangat. “Ini minumnya, Pak. Bisa diberikan begitu Nona Sasha bangun.”“Terima kasih, Pak Mike.” Jade menyimpan cangkir di meja samping ranjang. Jade terus menggenggam tangan Sasha. Tidak lama kemudian tangan Sasha bergerak. “Sha, kamu sudah sadar?” tanya Jade cemas. Mata Sasha mulai mengerjap. Jade mengelus kepala Sasha lembut. “Kamu tidak apa-apa kan, Sha?”Sasha mulai membuka mata perlahan. Warna putih mendominasi pandangan Sasha. Mulai dari kabur, kemudian fokus. Langit-langit kamar yang putih dengan polet biru mulai jelas terlihat. Suara Jade semakin terdengar jelas, yang awalnya samar. Sasha mulai mengedarkan pandangan. Melihat jendela, perabot, jam dinding. Lalu bergera