Jam dinding di ruang tamu menunjukkan pukul 01.15 dini hari. Rumah terasa hening, hanya suara detak jarum jam yang terdengar, berpadu dengan gemerisik angin malam yang menyusup masuk melalui celah-celah jendela. Farhan tertidur di kamar, wajahnya tampak lelah setelah seharian bekerja. Tapi, di sudut lain rumah, Aisyah justru sedang resah. Ia mengenakan pakaian tidur berwarna biru muda, rambutnya tergerai, dan matanya menatap kosong ke arah jendela kamar. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya-sesuatu yang sudah lama ia pendam.
Aisyah menatap Farhan yang tertidur lelap. Suaminya itu tampak begitu damai, seolah dunia tidak sedang membawa beban apa pun kepadanya. Tapi Aisyah tahu, apa yang ia rasakan tidak bisa terus-menerus ia simpan sendiri. Ia harus berbicara. Malam ini, ia tidak bisa menunggu lagi.Dengan langkah pelan, ia mendekati ranjang dan menggoyang-goyangkan bahu suaminya. "Mas ... Mas Farhan ...," panggilnya lembut.Farhan menggerakkan tFarhan menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut. Pesan itu masih terpampang jelas: "Farhan, apa kamu yakin kamu tahu semua tentang istrimu?" Ia membaca ulang kalimat itu, mencoba mencari makna tersembunyi di baliknya. Siapa yang mengirim pesan ini? Apa maksudnya? Dan kenapa harus di tengah malam seperti ini? Ia mencoba menelepon nomor tersebut, tapi hanya terdengar nada sambung yang panjang tanpa jawaban. Pesan balasan yang ia kirim pun tidak direspon. Farhan menghela napas panjang, meletakkan ponselnya di meja, tapi pikirannya terus berputar. Ia menatap ke arah kamar, tempat Aisyah sedang tidur. Wajah istrinya yang damai di balik selimut membuat hatinya sedikit tenang, tapi pesan itu terus menghantui pikirannya. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang ia lewatkan selama ini?Keesokan paginya, Farhan bangun dengan kepala yang berat. Ia hampir tidak tidur semalaman, memikirkan pesan itu dan apa yang harus ia lakukan. Ketika ia keluar dari kama
Farhan duduk di sofa ruang tamu dengan laptop terbuka di pangkuannya. Sebuah grafik penjualan terpapar di layar, tapi pikirannya entah kenapa terasa kosong. Ia mengetik beberapa angka, mencoba menyelesaikan laporan yang sudah terlambat, tapi tak bisa fokus. Sudut matanya menangkap sosok Aisyah yang berjalan melintasi ruang tamu. Wangi parfum yang manis bercampur aroma melati langsung tercium. Farhan mendongak.Aisyah memakai dress merah yang membentuk lekuk tubuhnya dengan sempurna. Rambutnya digerai, make-up sederhana tapi membuat wajahnya terlihat bercahaya. Ia berhenti di depan jendela, pura-pura merapikan tirai. Farhan tersenyum kecil, mengagumi istrinya."Kamu cantik sekali hari ini," ucapnya lirih, tapi cukup terdengar.Aisyah menoleh, sedikit terkejut. "Masa?" tanyanya, mencoba tersenyum, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam.Farhan mengangguk. "Iya, serius. Kamu benar-benar cantik."Namun setelah itu, ia kembali menun
Jam dinding di ruang tamu menunjukkan pukul 01.15 dini hari. Rumah terasa hening, hanya suara detak jarum jam yang terdengar, berpadu dengan gemerisik angin malam yang menyusup masuk melalui celah-celah jendela. Farhan tertidur di kamar, wajahnya tampak lelah setelah seharian bekerja. Tapi, di sudut lain rumah, Aisyah justru sedang resah. Ia mengenakan pakaian tidur berwarna biru muda, rambutnya tergerai, dan matanya menatap kosong ke arah jendela kamar. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya-sesuatu yang sudah lama ia pendam.Aisyah menatap Farhan yang tertidur lelap. Suaminya itu tampak begitu damai, seolah dunia tidak sedang membawa beban apa pun kepadanya. Tapi Aisyah tahu, apa yang ia rasakan tidak bisa terus-menerus ia simpan sendiri. Ia harus berbicara. Malam ini, ia tidak bisa menunggu lagi.Dengan langkah pelan, ia mendekati ranjang dan menggoyang-goyangkan bahu suaminya. "Mas ... Mas Farhan ...," panggilnya lembut.Farhan menggerakkan t
Di sisi tempat tidur, Aisyah masih tertidur lelap. Wajahnya terlihat begitu damai, seperti tak ada beban apa pun yang bersarang di benaknya. Tapi Farhan tahu itu hanya ilusi. Aisyah akhir-akhir ini berubah. Kadang ia menjadi begitu hangat, penuh perhatian, bahkan romantis. Tapi di lain waktu, ia seperti menarik diri, terlarut dalam dunia pikirannya sendiri. Ada kalanya Farhan merasa ia tak mengenali perempuan yang tidur di sampingnya ini. Dia memandangi Aisyah dalam diam. Wajah itu masih sama seperti dulu, ketika pertama kali ia jatuh cinta. Mata yang teduh, senyum yang lembut, dan suara yang selalu bisa menenangkan. Tapi, sekarang ada sesuatu yang berbeda di balik semua itu. Farhan meletakkan ponselnya di meja kecil di samping tempat tidur, mencoba mengabaikan pesan itu untuk sementara. Ia merapatkan selimut ke tubuh Aisyah, lalu beranjak ke dapur. Pagi itu, Aisyah bangun lebih awal dari biasanya. Farhan yang sedang duduk di ruang tamu dengan
Malam itu, Farhan duduk di ruang tamu kecil mereka, memandangi secangkir kopi yang sudah mendingin di atas meja. Pikiran-pikirannya kacau. Sejak beberapa minggu terakhir, dia merasa Aisyah berubah. Bukan perubahan kecil yang tak berarti, tapi perubahan besar yang membuatnya bertanya-tanya, siapa sebenarnya wanita yang kini menjadi istrinya. Denting kecil dari arah dapur membuyarkan lamunannya. Perlahan, Farhan menoleh. Sesosok wanita dengan rambut yang digerai rapi berjalan ke arahnya. Itu Aisyah, tapi ada sesuatu yang begitu berbeda malam ini. "Kamu kenapa bengong, Mas?" tanya Aisyah dengan suara lembut sambil mendekat. Farhan menatap istrinya dari ujung kepala hingga kaki. Aisyah mengenakan gaun pendek berwarna merah yang memperlihatkan bahunya. Padahal, selama ini Aisyah selalu lebih suka pakaian sederhana-blus longgar atau gamis elegan. Bukan gaun seperti ini. "Kamu ... pakai baju ini?" Farhan akhirnya bersuara, suaranya terdengar ragu.
Udara malam itu masih hangat, meskipun angin lembut sesekali menyapa dari jendela kamar yang sedikit terbuka. Farhan duduk di tepi tempat tidur, menggulung lengan bajunya sambil memandangi ponsel di tangannya. Pesan dari Arman belum juga dibalas. Padahal, tadi siang Arman bilang ada sesuatu yang penting ingin dibicarakan. Tapi, malam ini bukan itu yang mengganggu pikiran Farhan.Aisyah duduk di ujung ruangan, punggungnya bersandar di sofa kecil dekat meja rias. Wajahnya muram. Kesedihan jelas terlihat di matanya, meskipun bibirnya terkatup rapat. Farhan melirik istrinya dengan hati-hati. Dia tahu, akhir-akhir ini Aisyah sering seperti ini. Diam, murung, lalu tiba-tiba meluapkan emosi. Semua itu membuat Farhan bingung, tapi dia mencoba bersabar."Aisyah," panggil Farhan pelan, suaranya lembut namun penuh kehati-hatian. "Kamu kenapa? Kok dari tadi diam aja?"Aisyah menghela napas panjang. Dia tidak langsung menjawab. Tangannya sibuk memainkan ujung jilbabnya