Aku mengetuk pintu kamar Arga dengan perasaan campur aduk. Baru saja Mama mertua memintaku dan Arga untuk datang ke rumahnya. Sepertinya dia sudah tau kalau kami sudah kembali dari bulan madu itu.
"Masuk!" Terdengar suara Arga dari dalam.Aku langsung memegang gagang pintu, saat pintu terbuka. Arga tengah duduk di sofa santai yang ada di kamarnya."Ada apa?" tanyanya langsung tanpa menoleh padaku."Mama telpon, katanya nyuruh kita ke sana sekarang!""Ya sudah, kamu bersiap saja. Aku mau mandi dulu!" jawabnya.Aku langsung berbalik setelah mendengar jawaban Arga. Langsung menuju kamarku kembali lalu berganti pakaian.Saat keluar kamar, aku lihat Arga sudah duduk di ruang tamu."Cepetan! Besok aku harus masuk kantor. Kita sebentar saja di sana!" ucap Arga dingin."Kalau ke rumah Ummi dan Abah kapan? Aku sudah membelikan mereka oleh-oleh," ucapku sedikit memberanikan diri."Besok saja kamu ke san"Lalu apa lagi gunamu di sini? Sedari awal kamu sudah tau kalau aku hanya mencintai Anita. Tapi kamu masih berupaya bertahan denganku. Setelah semua yang kita lalui di Bali, aku merasa kamu tidak terlalu buruk. Kamu bisa memenuhi hasratku kapanpun aku membutuhkannya. Jadi, jangan membangkang! Turuti saja kemauanku!" "Mas, aku tidak terima semua ini. Aku tidak ingin hanya menjadi pemuas nafsumu saja! Aku ingin kasih sayang darimu!" Isak tangisku tak membuat Arga bergeming sedikitpun."Kalau kamu tidak mau seperti itu, silahkan ajukan gugatan cerai! Biar aku bisa segera menikahi Anita!" "Kamu keterlaluan, Mas! Apa kamu tidak memikirkan sedikitpun perasaan keluarga kita?" "Aku memikirkan itu, makanya aku bertahan. Keluargaku tidak akan bisa bicara apapun jika kamu yang menggugat cerai!" jawab Arga dengan acuh.Aku menyeka airmata dengan perasaan hancur. Aku pikir Arga sudah mulai jatuh hati padaku. Nyatanya dia malah hanya menjadikan aku
Arga langsung kaget memandangi diriku yang berdiri tepat di depan mereka. Sedangkan Anita, dia malah menatapku sinis."Apa yang kamu lakukan di situ! Pergi! Jangan mencampuri urusan kami!" hardiknya. Darahku mendidih mendengar ucapan Anita. Aku sudah tidak sabar lagi. Kemarahan rasanya sudah memenuhi seluruh tubuhku."Kamu perempuan tak punya harga diri! Pergi dari rumah ini!" hardikku dengan keras."Apa hakmu melarangku ada di sini. Kamu yang tidak tahu diri! Kamu yang tidak punya harga diri! Sudah jelas Arga tidak mau denganmu, lalu kenapa kamu masih bertahan di sini!" balas Anita tak kalah keras."Mas, kamu suruh perempuan itu pergi, atau aku akan berbuat kasar padanya!" ucapku dengan marah pada Arga."Kamu bicara apa sih? Kamu sudah tahu hubunganku dengan Anita, lalu kenapa sekarang kamu protes? Bukankah kamu sudah bersedia menerima keadaan ini?" tanya Arga balik."Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku menerima hubu
Hari ini Arga pergi bekerja tanpa menyantap sarapan yang aku hidangkan di atas meja. Saat aku memberikan dia bekal makan siang, dia langsung menolaknya. Sikapnya kembali dingin padaku. Semalam, aku tidur seranjang dengannya. Tapi Arga, selalu memunggungiku. Dia bahkan tak bicara sedikitpun padaku. Aku sangat merasa sedih.Setelah dia pergi bekerja, aku terduduk lesu di teras rumah. Dia bahkan tak membiarkan aku menyalaminya. Wajahnya di penuhi amarah saat menatapku. Kala aku masih termenung sendirian, sebuah mobil memasuki halaman rumahku. Itu mobil Anita. Mobil yang Arga hadiahkan padanya. Anita keluar dari mobil dan langsung berjalan lurus menuju ke arahku."Ada apa kamu ke sini? Mas Arga sudah pergi bekerja!" ucapku dengan malas."Aku ke sini bukan untuk bertemu Arga, tapi untuk bertemu denganmu!" jawabnya dengan sinis."Untuk apa kamu menemuiku? Kita tidak punya alasan apapun untuk bertemu!" Ku pandangi Anita yang berdiri
Setelah selesai memasak, hari sudah jam setengah empat sore. Pihak salon juga sudah menghubungiku. Mereka akan segera sampai. Aku juga sudah selesai mandi dan sholat Ashar."Silahkan masuk, Mbak!" ucapku pada mereka yang tengah menjinjing peralatan untuk perawatanku."Kita langsung saja ya, Mbak! Dimana kita akan melakukan perawatan?" tanya salah seorang dari mereka."Ayo ikuti saya! Kita lakukan di kamar tamu saja," jawabku dengan senyum kecil di wajahku.Seperti perkataan Vani. Hari ini aku di manjakan dengan perawatan seluruh tubuh, mulai dari wajah, rambut, kuku serta yang terakhir make up."Mbak biasanya perawatan di mana?" tanya salah seorang dari mereka."Aku jarang perawatan, Mbak! Hanya di acara-acara penting saja aku jalani perawatan serta make up," jawabku dengan jujur."Wah, nggak menyangka ya? Aku kira Mbak rajin perawatan. Wajah serta rambut Mbak bagus," pujinya. "Aku termasuk orang yang malas kal
"Ayo makan, Mas!" Ku taruh sesendok nasi merah di atas piring Arga. Lalu sepotong Ayam kecap dan satu buah perkedel kentang ke atas piring Arga."Cukup," ucap Arga. "Mas nggak mau lalapan?" ku tunjuk sayur dan mentimun yang ada atas meja. "Nanti mas ambil," jawabnya.Aku juga mulai mengisi piringku dengan makanan, lalu mulai menikmatinya.Sesekali Arga melirik padaku, di sela-sela suapannya. "Kenapa melirikku seperti itu?" tanyaku."Hanya memastikan kalau yang di hadapanku itu kamu!" balasnya."Emang aku sangat berbeda ya?" "Iya, semuanya berbeda. Aku tak pernah membayangkan kalau kamu bisa tampil seperti ini," jawabnya.Aku tersenyum kecil padanya. "Kan sudah pernah aku katakan pada, Mas. Aku bisa tampil cantik seperti kemauan Mas kalau aku mau," ucapku."Jadi, kalau tiap hari kamu berpenampilan seperti ini, bisa kan?"Aku memandangi Arga saat dia mengatakan itu
"Sayang, aku tergila-gila padamu!" ucap Arga sambil mendaratkan sentuhan lembut di bibirku. Aku tersenyum bahagia saat dia mengatakan itu. "Aku juga tergila-gila padamu," balasku.Arga lalu mencabut miliknya dariku. Lalu berbaring di sebelahku. Dia menghadap padaku sambil memeluk tubuhku."Kamu sangat mengerti dengan keinginanku, Susan! Sungguh aku terperangkap dalam jebakanmu," Dia memainkan bukit kembar milikku."Aku tidak menjebakmu, sayang! Aku hanya berupaya menyenangkan suamiku," balasku.Arga tersenyum bahagia, dia melabuhkan kembali sentuhan lembut di bibirku. Aku membelai wajah Arga dengan penuh cinta. Sungguh, aku sangat mencintai dia. Rasanya aku tidak bisa hidup tanpanya. "Mari istirahat sebentar, sayang? Aku ingin melakukannya lagi nanti," Arga berucap dengan sangat manja. Aku membiarkan Arga tidur sambil memeluk tubuhku. Malam ini sangat membahagiakan bagiku.Aku memindahkan kepala Arga dari bahuku saat d
"Ooo... jadi ini Susan yang sering kamu ceritakan padaku dulu? Yang membuatmu tak berselera makan. Gara-gara dia juga kita pernah begadang semalaman hanya untuk membicarakan cara untuk meluluhkan hatinya?" tanya Arga seakan tak percaya."Iya, betul sekali. Dan sekarang aku tambah syok saat mendengar bahwa dia adalah istrimu!" tatapan Radit masih tertuju padaku. Hingga membuatku salah tingkah. Aku benar-benar tak menyangka bahwa Radit segitunya menginginkan aku menjadi kekasihnya saat kuliah dulu. Aku hanya tak mau pacaran saat kuliah. Jadi, siapapun yang berniat mendekatiku tak satupun yang aku gubris. Aku malah menjauh atau bahkan bersikap dingin pada mereka saat tahu mereka memendam perasaan padaku."Ya, kami menikah karena di jodohkan oleh kedua orang tua kami," ucap Arga sambil melirik padaku. "Kamu beruntung sekali mendapatkan Susan, Bro! Semasa kuliah, bukan hanya aku yang berusaha meluluhkan hatinya. Banyak sekali teman-teman seangkatan a
"Mas, kenapa kamu masih membiarkan dia tidur di kamarmu? Kan aku sudah bilang dari kemaren bahwa aku tidak suka!" hardik Anita dengan marah."Biarkan saja! Dia itu istri sahnya aku! Aku juga butuh kehangatan di malam hari!" "Mas, aku tidak terima ini! Kamu sudah berjanji untuk menikahiku setelah bercerai dari dia! Aku tidak rela kamu tidur dengannya!" ucap Anita dengan keras."Sudahlah, jangan marah. Mas hanya mencintai kamu, Susan hanyalah tempat mas menyalurkan hasrat saat mas butuh!" bujuk Arga pada Anita. Hatiku sangat sakit mendengar ucapan Arga. Apa dia pikir aku tidak punya perasaan? Tapi, sekuat tenaga aku kendalikan kemarahan itu. Aku akan membuat Arga tergila-gila padaku hingga Anita atau siapapun itu tidak bisa merebutnya dariku.Aku masuk ke kamar, sedikit membiarkan pintu terbuka agar aku masih bisa mendengar apa yang mereka bicarakan di luar sana."Sampai kapan seperti ini, Mas? Aku tidak tahan lagi melihat kedekatan kalian