Share

Kekecewaan Andra

"Saya yakin membutuhkannya, Pak," jawabku lelaki itu tak menjawabnya lagi.

"Baiklah, secepatnya saya akan carikan asisten laki-laki yang masih muda, seperti pesanan ibu," jawabnya, bisa andalkan.

Aku mengangguk puas, sembari menatap tajam ke arah laki-laki itu. Setelah ini apa yang akan aku lakukan, kupastikan akan membuat kamu resah Mas Andra. Tunggu balasan yang lebih kejam dariku.

Selesai dengan urusan Pak Jhon, aku sudah tidak sabar melihat reaksi Mas Andra, satu kantor dengannya. Bahkan jabatan yang sekarang aku pegang, lebih tinggi dibandingkan dia.

Sesusai yang aku perintahkan pada orang kepercayaanku tadi, Pak Jhon akan meminta Maa Andra dan Seroja, bersama dewan direksi lain untuk berkumpul di ruang rapat. Mengenalkan presidir yang baru.

Lewat monitor yang menghubungkan ruangan sebelah, aku bisa melihat satu persatu mereka masuk. Yang membuatku ingin muntah ialah wajah Mas Andra dan Seroja yang seolah tidak saling kenal. Padahal, di belakang kami semua, mereka berdua main belakang. Aku juga curiga ada beberapa dokumen keuangan perusahaan yang dipalsukan oleh Mas Andra. Dan itu akan aku selidiki sendiri setelah ini.

Pak Jhon berdiri di depan, mulai melaksanakan tugasnya sesuai yang aku perintahkan.

"Maaf sebelumnya, saya selaku orang kepercayaan dari mendiang Bu Salwa ingin menyampaikan sesuatu." Lelaki berperut buncit itu tampak menelan ludah, saat melihat ke arah Mas Andra.

"Sebelumnya surat yang akan saya bacakan ini ditulis oleh mendiang Bu Salwa, tiga hari sebelum kejadian kecelakaan pesawat itu terjadi."

Aku memperhatikan dengan jelas, wajah Mas Andra tampak gusar. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Atau mungkin dia sedang mengharap isi wasiat itu adalah menyerahkan semua aset milikku kepadanya? Jangan mimpi kamu, Mas. Itu semua gak akan pernah terjadi.

Pak Jhon membuka amplop berwarna kuning yang ada di hadapannya. Mengeluarkan selembar kertas yang aku buat semalam.

"Ehemm, Pak Andra saya mohon maaf. Jika ISO surat ini tidak sesuai dengan apa yang anda harapkan," ucap lelaki itu, tepat sasaran. Wajah Mas Andra langsung pucat, gesture tubuhnya tampak kaku, apalagi saat semua orang menyerang, dengan cara memandanginya.

"Saya bernama Salwa Andiswari dengan sadar dan tidak ada unsur keterpaksaan. Dengan ini saya menyatakan telah menghibahkan perusahaan Gemilang Persada kepada sepupu saya yang bernama Marni Deswita Maharani. Sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Surat ini saya buat untuk melindungi aset saya dari orang-orang yang ingin merusaknya. Demikian surat ini saya sampaikan. Dan keputusan saya ini tidak bisa diganggu gugat. Atas nama Salwa Andiswari dan surat ini ditandatangani oleh beliau," ujar Pak Jhon selesai membacakan surat itu.

"Kenapa istri saya menghibahkan perusahaan ini untuk Marni sepupunya. Sedangkan saya suaminya masih hidup," sahut Mas Andra terlihat tidak terima. Matanya memerah, penuh kekecewaan.

"Saya juga tidak tahu, Pak. Yang jelas, Buk Salwa menulis surat ini sebelum beliau meninggal di kecelakaan pesawat waktu itu, Pak," jawab Pak Jhon, setensng mungkin.

Mas Andra tersenyum getir, membuang pandangannya ke sembarang. "Apa anda bisa menunjukkan kepada saya, bukti kalau istri saya yang membuat surat itu? Bisa saja, ini ada konspirasi besar dari orang-orang yang ingin menguasai harta istri saya."

Pintar sekali Mas Andra membalikkan fakta. Kalau kenyataannya dialah orang itu, yang ingin menguasai semuanya sendiri. Bahkan sampai rela melakukan apa saja demi mencapai tujuannya.

Beruntungnya aku sudah siapkan semua. Beberapa video untuk mematahkan kecurigaannya itu. Dan untuk menyakinkan pada semua orang kalau surat itu benar aku tulis pada saat sebelum kecelakaan pesawat itu terjadi.

Aku memberitahu pak Jhon untuk tetap tenang. Dan meminta beliau memutar video yang aku kirim di ponselnya.

Dan benar saya, video itu dihubungkan ke proyektor sehingga semua orang bisa melihatnya. Termasuk laki-laki pengkhianat yang tidak punya hati itu.

Dalam video tersebut tampak jelas, aku menuliskan sesuatu di kertas kosong. Kemudian aku serahkan kertas itu kepada Pak Jhon. Yang mana waktu itu beliau meminta kepadaku alamat gudang produksi yang ada di Pekanbaru. Terkait peninjauan yang aku perintahkan pada beliau.

Aku yakin semua orang akan percaya, kalau yang aku tulis adalah surat yang baru saja dibacakan oleh Pak Jhon.

"Video ini sudah jelas kan, kalau apa yang saya sampaikan itu tidak ada kebohongan. Atau konspirasi seperti yang dituduhkan Bapak kepada saya!" tandas Pak Jhon, menatap Mas Andra. "Di sini juga tertulis tanggal pembuatan video tersebut."

Semua orang yang ada di ruangan itu tampak mengangguk percaya setelah menonton video tersebut. Kecuali Mas Andra dan Seroja. Kedua pengkhianat itu tampak kesal, karena kecurigaannya dipatahkan oleh isi dari video tersebut.

"Dan sudah waktunya saya akan memanggilkan presidir baru kita yaitu Buk Marni Deswita Maharani. Atau kalian bisa panggil beliau dengan sebutan Buk Maharani."

Usai pak Jhon menyebut namaku. Waktunya aku masuk ke dalam ruangan itu. Kira-kira Mas Andra bakalan ngapain ya, setelah tahu kalau aku bekerja, ternyata menjadi pimpinannya. Aku udah gak sabar.

Semua mata beralih memandang ke arahku. Saat kaki ini mulai masuk ke ruangan tersebut. Termasuk Mas Andra dan si Jalang itu yang langsung menatapku sinis.

"Selamat pagi menjelang siang Bapak-bapak, Ibuk-Ibuk selaku direksi dan CEO di perusahaan Gemilang Persada ini," sapaku tersenyum manis. Jauh dari ekspektasiku, akan gugup menghadapi mereka. Ternyata kegugupan itu digantikan dengan semangat baru melihat kekalahan Mas Andra dan wanitanya itu.

"Pagi," sahut semuanya. Kecuali Mas Andra yang justru buang muka.

"Sebenarnya saya tidak pantas menyandang jabatan ini." Aku beralih menatap Mas Andra, saat dirinya ketahuan mencuri pandang ke arahku. Bibir ini tersenyum kecil, berharap dia akan terus menatapku. "Tapi, semua ini saya lakukan untuk Kakak sepupu saya. Untuk melindungi harta beliau, konon ada yang mengincarnya." Aku semakin menatap wajah Mas Andra bahkan aku tidak gentar saat ia membalasnya dengan tatapan tajam.

"Karena itu mohon kerjasamanya dari Bapak dan Ibu untuk tetap mengembangkan perusahaan ini sebaik mungkin. Bukannya begitu Pak Andra?"

Deg

Pandangan matanya ia buang ke sembarang. Gugup, kesan yang aku tangkap dari gelagatnya usai aku menyebutkan namanya.

"Iya," jawabnya singkat, dengan wajah yang menunduk.

"Pak Andra tenang saja, saya tidak akan menguasai perusahaan ini sendiri kok. Saya akan membagi tugas sama anda, jadi saya harap kita bisa kerjasama dengan baik." Aku berjalan mendekatinya, ku ulurkan tangan ini ke arahnya. Dia memandangku, aku mengangguk. "Saya yakin perusahaan ini akan lebih berkembang kalau kita bisa bekerjasama dengan baik," ucapku, tak lupa senyuman manis untuk menyakinkan dirinya kalau aku mendng membutuhkannya.

Ia tampak ragu-ragu menyambut uluran tanganku. Ekor matanya melirik ke arah Seroja, wanita yang tengah menghancurkan rumah tanggaku. Aku bersumpah akan menghukum wanita itu dengan caraku sendiri.

Setelah beberapa saat, ia menyambutnya juga. Aku bisa melihat kekecewaan yang besar dalam dirinya.

"Selamat ya Buk Maharani atas jabatan anda," ucap yang lain, menyadarkan aku dan Mas Andra yang sama-sama saling berpandangan mata.

"Terima kasih Pak," jawabku, menarik tangan ini. Aku berbalik, dan sebuah kejadian membuat kami terperangkap dalam situasi yang sulit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status