Share

5. Malam Penuh Kejutan

"Bi .. Bima?" Seketika ia menyesal setengah mati karena kebodohannya dengan terlalu menonjolkan diri.

Laki-laki itu mengangguk santai, mengedik ke arah Maudy yang begitu shock melihatnya di Singapura. "Bagaimana kau bisa ada di sini, hm?"

Maudy memikirkan banyak cara untuk menjawab pertanyaan Bima. Ia pun berpura-pura tidak terjadi hal apa pun selain hanya ingin pergi berlibur.

"Aku hanya ingin berlibur .. itu saja," pungkasnya singkat sambil berjalan keluar kafe diikuti oleh Bima.

"Lalu kenapa kau bisa berada di sini? Kau bukan sengaja mengikutiku kan, Tuan Bima?" Mata Maudy berusaha memberikan penekanan agar Bima tidak mencurigainya.

Sayang sekali yang di hadapinya adalah Bima, manusia yang hampir tak memiliki perasaan itu.

"Kau terlalu percaya diri, Maudy.” Laki-laki itu terkekeh pelan sebelum melanjutkan kalimatnya.” Aku hanya mengikuti naluriku, dan voila … aku menemukanmu."

Tanpa sadar keduanya telah berjalan menjauh dari keramaian. Maudy yang sadar ia telah terpancing masuk dalam perangkap Bima lantas buru-buru berpamitan. "Kalau begitu ... senang bertemu denganmu, Bima. Aku masih harus bertemu temanku. Semoga liburanmu menyenangkan."

Kenyataannya tidak semudah membalikan telapak tangan. Bima menghentikan Maudy dan mengunci pergerakannya dengan memeluknya.

"Bukankah kau terlalu terburu-buru?" bisik Bima tepat di telinga Maudy. "Siapa orang yang ingin kau temui itu? Seberapa penting dia buatmu?" lanjutnya.

Pertanyaan Bima seketika membuat Maudy mati kutu. Ia tidak tahu lagi harus menjawab apa. Sedikit saja salah menjawab, tamatlah riwayatnya. Untuk itu, hanya satu jawaban yang sekarang ia pikirkan … membuat laki-laki itu mendapatkan apa yang ia mau terlebih dahulu.

"Apa kau ingin menghabiskan waktu denganku?"

Bima mengangguk tanda setuju. “Kau memang gadis pintar, Maudy.”

**

Rumah bergaya modern classic itu langsung membuat Maudy terpesona, mengingatkannya pada rumah impian ia dan sang suami.

"Ini rumah keduaku. Bukan, tapi ketiga. Oh, atau keempat barangkali," ucap Bima sambil terkekeh.

'Kau cuma mau pamer saja kan, dasar cecunguk brengsek satu ini,' batin Maudy.

Namun yang terucap dari mulutnya hanyalah kebohongan untuk berpura-pura mengagumi semua yang dibicarakannya. "Rumah yang unik dan megah .. suatu saat aku juga ingin tinggal di rumah yang seperti ini."

"Nanti setelah kita menikah .. ini juga akan jadi rumahmu, jadi jangan khawatir Maudy!"

Mendengar perkataan Bima barusan membuat Maudy hampir tersedak. Ia hampir saja akan berkata kasar dan merutuk sebelum akal sehatnya kembali lagi menguasai dirinya.

Bagaimanapun juga, malam ini ia harus membuat Bima menceritakan banyak hal kepada Maudy agar segala informasi yang dibutuhkan dalam rencananya dapat berjalan lancar.

Sambil melihat Bima menyiapkan segelas cinnamon tea hangat, Maudy merasa jika di balik sifat brengsek dan kejamnya, ternyata Bima terlalu mudah untuk membuka diri pada orang baru seperti Maudy.

"Kau sudah lama bekerja untuk Sunday Media? Aku tahu jabatanmu sangat penting untuk perusahaanmu. Itu kenapa kau datang padaku begini kan?"

Dengan berpura-pura untuk malu-malu, Maudy hanya mengangguk merespons pertanyaan Bima. Ia ingin menggali informasi pribadi dari Bima.

"Kau .. pasti sudah bosan dengan taktik pasaran ini, kan? Sejujurnya aku memang mendekatimu untuk alasan bisnis tapi, secara pribadi aku juga seorang penggemar CEO Bimara Group sejak dulu."

Tak percaya dengan apa yang Maudy katakan, Bima langsung salah tingkah. Ia merasa sudah dipuji habis-habisan kali ini.

"Aku tidak menyangka jika kau mengagumiku, tapi tentu saja tidak semudah itu untuk mendapatkan perhatianku, bukan?"

Maudy tersenyum kikuk. Jauh di dalam hatinya ia ingin sekali meninju dan memaki-maki laki-laki brengsek yang ada di depannya ini.

"Ya, aku memang mengagumimu sejak masih kuliah. Dulu aku punya teman dekat yang juga mengagumimu. Jadi kurasa aku akan punya saingan yang berat, tapi ternyata dia tidak mendapatkan hasil sebaik aku."

Bima terlihat diam dan seperti sedang memikirkan sesuatu. Maudy terus memancingnya untuk bercerita lebih banyak lagi mengenai masalah pribadinya.

"Aku juga pernah menyukai perempuan yang sama dengan teman dekatku."

Maudy berusaha untuk menyembunyikan senyuman di wajahnya. Ia tahu ini akan berhasil.

"Wah .. perempuan itu pasti sangat beruntung ya? Aku jadi iri, siapa perempuan itu?"

Tanpa disangka reaksi Bima mendadak berubah. Ia seperti menahan amarah yang dalam saat Maudy berusaha untuk menanyakannya. Maudy berpikir setelah ini ia akan mendapat masalah besar.

"Ma- maaf .. jika ini menyinggungmu, aku tak bermaksud ..."

"Dia sudah mati! Ada yang membunuh perempuan yang sangat aku cintai itu. Dan ... dia adalah teman dekatku sendiri."

Jantung Maudy terasa tertumbuk. Ia hampir terlonjak kaget sebelum akhirnya ia menguasai dirinya lagi. Maudy teringat kembali jika suaminya dan Bima pernah menjalin hubungan pertemanan yang sangat dekat sewaktu kuliah. Ia juga tahu jika Bima selalu berusaha menjatuhkan suaminya untuk alasan yang rasanya tidak masuk akal.

'Apakah ini alasannya? Lalu siapa perempuan itu sebenarnya?' batin Maudy.

Melihat perubahan Bima yang begitu berbeda, Maudy perlahan mendekat. Ia berusaha menghibur Bima yang terlihat masih terpukul kala mengingat kenangan tentang ‘wanita’-nya itu.

“Maafkan aku, aku berjanji aku tidak akan menanyakan hal itu lagi.”

Namun keberuntungan tidak serta merta bersama Maudy. Sebuah amplop berwarna peach yang ia dapat dari novel suaminya itu terjatuh dari kantong bajunya.

Sial, Bima juga memergoki kertas tersebut. Laki-laki itu mengerutkan dahi dalam, dan menatap Maudy dengan tatapan mengintimidasi.

"Kertas apa ini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status