Share

04

Penulis: Yeolsoo612
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-28 22:55:13

Pertanyaan Aleena tidak mendapatkan jawaban apapun, Aksa hanya diam sambil terus melihat ke arahnya dengan pandangan sulit diartikan.

"Tapi, kenapa harus aku? Kamu pikir hidupku ini sesuatu yang bisa kamu jadiin alasan buat nutupin kalo kamu nggak bisa nikah sama perempuan?!"

Aleena tentu saja merasa tidak terima. Aksa memanfaatkan dirinya demi keuntungannya sendiri.

"Asal kamu tahu, ya. Tuan Aksa Bumantara, yang terhormat. Hidupku bukan mainan yang bisa dengan gampang kamu atur sesuka hati kamu, bukan juga lego yang bisa kamu bongkar pasang. Hidupku aku yang menentukan!"

Tangan Aleena mengepal, matanya memerah karena menahan tangis. Entah kenapa perasaanya benar-benar tidak terkontrol untuk saat ini.

Ia merasa benar-benar terluka, tersinggung atas apa yang dilakukan Aksa padanya saat ini.

Memang benar, dirinya agak kewalahan dengan tuntutan orang-orang di sekitarnya untuk segera menikah. Tapi bukan berarti orang asing seperti Aksa boleh untuk memanfaatkan keadaan dengan menggunakan kelemahannya.

"Saya tahu. Saya juga bukan orang yang se brengsek itu untuk memanfaatkan kamu. Sebelumnya saat saya mengajakmu untuk bertemu saya mau menawarkan perjanjian."

Aleena terdiam, mencoba untuk menyimak apa yang akan dikatakan Aksa selanjutnya.

Aksa menghela napas panjang, pria itu mengeluarkan satu kotak cincin berwarna merah beludru dan menyodorkan nya ke arah Aleena yang saat ini tengah memalingkan wajah.

"Waktu itu saya bilang ke kamu, kalo saya mau bantu kamu terbebas dari pertanyaan soal pernikahan asal kamu juga mau bantu saya buat menikah. Dan cincin ini sebagai simbol 'lamaran' yang bisa kamu tunjukin ke keluarga kamu nantinya. Tapi ternyata kamu nggak mau dateng, jadi terpaksa saya ambil jalan pintas dengan langsung datang ke rumah kamu buat ngelamar."

Aksa berkata jujur, ia mengatakan apa yang memang sebelumnya ia rencanakan.

"Kamu tahu darimana kalo aku selalu dituntut keluarga aku buat menikah?" Aleena bertanya masih dengan mempertahankan intonasi dinginnya.

Ia hanya melirik sekilas ke arah Aksa yang masih melihat ke arahnya.

"Syifa. Dia teman kamu, 'kan?"

Pertanyaan Aksa membuat Aleena kian menghela napasnya kasar. Ia sudah menduga jika memang benar Syifa ada sangkut pautnya dengan apa yang terjadi padanya sekarang.

Ia jadi merasa heran sekaligus kesal dengan orang-orang di sekitarnya. Apa mereka berpikir jika belum menikah di usianya saat ini adalah sebuah aib besar?

Kenapa mereka terus saja menuntut dan berusaha menjodohkannya dengan orang asing yang sama sekali tidak Aleena kenal.

"Kamu jangan marahin Syifa," ujar Aksa menginterupsi.

"Dia nggak salah. Saya yang memang minta dikenalin ke kamu sewaktu dia cerita soal kamu yang terus-menerus dituntut untuk segera menikah. Pada awalnya Syifa juga nggak mau cerita, dia bilang kalo kamu bakalan marah kalau sampai tahu dirinya berusaha menjodohkan kamu meski sebenarnya nggak begitu."

"Tapi saya tetep memaksa Syifa buat ngetemuin saya dan kamu. Dan itulah kenapa saya bisa tiba-tiba datang di cafe tempat kamu dan Syifa janjian hari itu," jelas Aksa lagi.

Pria itu menyodorkan kotak cincin tersebut pada Aleena yang masih saja diam tanpa respon.

Ia melihat sebentar ke arah Aksa dan kotak cincin itu bergantian sebelum berbicara.

"Jadi maksud kamu, kamu mau nawarin perjanjian pernikahan kontrak dengan aku? Kamu pikir ini dunia novel? Aku nggak mau!" sahut Aleena tegas.

Aksa mengangguk, ia sudah tahu jika Aleena akan menolak permintaanya. Tapi pria itu juga tidak kehabisan akal.

"Bagaimana kalo kamu menganggap pernikahan kita bukan pernikahan kontrak?"

Atensi Aleena teralih bersamaan dengan kerutan yang terlihat di dahinya. Meski tanpa mengeluarkan suara, raut wajahnya terlihat jelas menunjukkan pertanyaan soal maksud dari perkataan Aksa sebelumnya.

"Kita benar-benar melakukan pernikahan ini, seperti pasangan pada umumnya. Tapi kita adalah pasangan berbeda," ucap pria itu menggantung.

"Kita akan tinggal di rumah yang sama, menjalani aktivitas seperti pasangan pada umumnya tapi perasaan kita tidak terikat pada satu sama lain. Keterikatan kita hanya sebatas hubungan untuk saling mengamankan diri dari tekanan keluarga soal pernikahan," lanjutnya.

Alis Aleena menukik, jika seperti itu apa bedanya dengan pernikahan kontrak?

"Kau pikir aku bodoh? Jika seperti itu, lalu apa bedanya dengan pernikahan kontrak?"

Aksa menghela napas. Menghadapi Aleena cukup menguras kesabaran yang dimilikinya.

"Pernikahan kita tidak memiliki tenggang waktu, tidak serta merta setelah kamu memiliki pasangan kita bercerai atau semacamnya. Kita juga tidak memiliki surat perjanjian atau semacamnya, masing-masing dari kita bebas melakukan apapun yang dimau asalkan tidak berbahaya untuk rahasia ini. Dan yang terpenting."

Aksa sengaja menjeda kalimatnya, ia ingin melihat bagaimana reaksi yang akan ditunjukkan oleh Aleena.

"Apa?!" gadis itu berseru. Ia terlihat cukup penasaran dengan lanjutannya.

"Kau harus bisa menjaga diri dan berperan baik di depan keluarga besar. Bukan hanya itu, tapi kau juga harus mau untuk menjadi bagian dari keluarga seutuhnya, karena aku juga akan melakukan hal yang sama."

Lagi-lagi Aleena melihat Aksa dengan mata memincing, gadis itu kemudian bertanya dengan nada yang lebih santai.

"Apa maksudmu? Kau coba menjebak ku lagi demi menutupi hubungan tidak waras mu, itu?" ucapnya dengan berani.

Sorot mata Aleena kini tajam, ia melihat Aksa dengan gurat emosi yang terlihat jelas. Dan Aksa sendiri cukup maklum dengan hal itu.

Ia sudah menduga jika Aleena akan merasa kesal atas apa yang sudah ia lakukan.

"Nenek. Nenek saya orangnya nggak gampang percaya sama orang baru, beliau gampang curiga sama sesuatu yang menurutnya janggal. Dan selama ini apa yang beliau curigai selalu benar, entah itu kejadian baik atau buruk,"

"Karena itulah saya minta kamu buat berhati-hati. Mata Nenek saya banyak dan ada dimana-mana, bahkan saat seseorang nggak sadar Nenek saya tahu apa yang dia lakuin," ujar Aksa kemudian.

Aleena menderita, ia tertawa lirih begitu mendengar penjelasan Aksa.

"Terus apa urusannya sama aku? Kamu pikir aku mau nerusin ini semua? Nggak! Aku bakalan batalin semuanya, semuanya!" serunya.

"Nenek bukan orang yang bisa nerima sembarang orang dengan mudah, tapi Nenek adalah orang yang bener-bener berpegang teguh sama yang namanya komitmen. Kamu nggak bakalan bisa batalin lamaran dan rencana pernikahan kita karena Nenek udah tahu semuanya," sahut Aksa masih mencoba menjelaskan.

Aleena mendengkus, gadis itu memutar bola matanya dengan malas.

"Aku nggak peduli!"

Suara bantingan pintu jadi hal terakhir yang didengar Aksa dari adu argumen mereka, Aleena keluar dari mobilnya dengan wajah kesal bukan kepalang.

Ia turun dan masuk ke dalam rumahnya dengan tergesa.

Aksa sendiri mengikuti langkah Aleena dengan ritme lebih santai, pria itu turut turun dari mobilnya dan berjalan pelan ke arah rumah Aleena.

Bisa Aksa lihat tubuh Aleena berdiri diam di ambang pintu utama, gadis itu kemudian menoleh ke arahnya dan mengumumkan sesuatu tanpa suara.

"Nenek."

Gumam Aksa lirih dibarengi senyum tipis. Dirinya sudah tahu jika sang Nenek akan datang ke rumah Aleena.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pura-pura Menikah   26

    Aksa membanting laporan yang ada di tangannya. Seorang karyawan laki-laki yang berdiri di hadapannya hanya bisa menunduk takut.Sudah dua minggu lamanya mencari, namun keberadaan juga bukti soal siapa yang menyebarkan rumor skandal Aksa belum juga ditemukan.Akun yang menjadi sumber utama tersebarnya berita hanyalah akun palsu yang digunakan oleh seseorang. Aksa mendesah frustasi, ia menatap galak ke arah karyawan tersebut dan berkata.“Laporan begini saja kau tidak becus mengurusnya?! Apa saja yang kamu pelajari selama ini?!” Dilemparnya laporan tersebut ke arah seorang karyawan yang hanya bisa meminta maaf. “Ada apa ini?” Arya masuk ke dalam ruangan.Melihat beberapa kertas berserakan, sepertinya Arya paham. Ia kemudian meminta sang karyawan untuk kembali ke ruangannya sementara ia akan berbicara dengan Aksa.Sepeninggalannya sang karyawan, Arya memilih mengambil tempat duduk di depa Aksa. Melihat dengan seksama bagaimana kacaunya pria itu sekarang.Penampilannya berantakan denga

  • Pura-pura Menikah   25

    Pagi datang menjelang. Aksa membuka mata dengan perlahan, menyipitkan matanya saat cahaya menyilaukan berlomba masuk melalui celah gorden. Dihembuskannya napas dengan pelan. Ia mengerjap beberapa kali, berusaha untuk mengumpulkan nyawanya sendiri. Pria itu kemudian terduduk dengan menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Coba menggeliat, namun kemudian sadar akan sesuatu. Tubuh bagian atasnya polos. Ia tidak memakai baju. Iya, Aksa memang memiliki kebiasaan untuk melepas pakaian atasnya saat tidur. Hanya saja dirinya tidak pernah melepas seluruh pakaiannya saat tertidur. Dan hal itulah yang saat ini terjadi. Lebih buruk dari itu, ia baru saja menyadari dimana dirinya terbangun dari tidur. Ruangan itu adalah kamarnya, bukan kamar tamu. Yang mana kamar pribadinya saat ini tengah menjadi kamar tidur yang ditempati Aleena. Omong-omong soal gadis itu. Di mana dia sekarang?? “Aishhh, sial! Apa yang sudah ku lakukan?” gerutu Aksa sembari mengacak rambutnya sendiri. Ia ha

  • Pura-pura Menikah   24

    Ponsel milik Aleena sudah berdering sejak tadi. Gadis yang sejak tadi sibuk dengan laptop di hadapannya mendesah kesal. Ia bukannya tidak mendengar ponsel miliknya terus saja berbunyi sejak tadi. Hanya saja pop up pesan yang muncul sebelum panggilan membuatnya merasa ragu untuk mengangkat telepon tersebut.Panggilan tersebut berasal dari sang Ibu. Sudah jelas alasan wanita baya itu meneleponnya karena berita yang baru saja tersebar.Sang Ibu pasti ingin mengkonfirmasi soal kebenaran rumor tersebut. Dan Aleena terlalu malas untuk mengatakannya.Lagipun, ia merasa heran. Darimana dan siapa yang sudah menyebarkan rumor tersebut. Seingatnya ia tidak pernah mengatakan soal kecurigaannya terhadap Aksa pada siapapun.Dan lagi, jika dilihat dari gelagat orang-orang terdekat Aksa sepertinya tidak ada yang menyadari soal kelainan pria itu. Jadi siapa yang tahu dan menyebarkan semuanya?Setelah panggilan ke lima berakhir, sebuah notifikasi pop up pesan kembali muncul.-Sore ini datanglah ke rum

  • Pura-pura Menikah   23

    Sebuah kamar dengan campuran warna emas dan merah itu tampak mewah. Ranjang berukuran king dengan sprei berwarna merah itu tampak memiliki sebuah gundukan di tengah.Selimut tebal menggulung tubuh mungil seorang wanita dengan gaun tidur berwarna hitam. Rambutnya yang hitam legam dengan sedikit bergelombang tampak cocok berpadu dengan kulitnya yang seputih susu.Dirinya menggeliat, membuka mata perlahan dan tersenyum cerah. Didudukannya diri dengan bersandar pada kepala ranjang, diambilnya sebuah ponsel pintar yang ada di nakas dan jari-jari lentiknya mulai beraksi, berselancar di atas layar benda pipih tersebut.Sudut bibirnya terangkat, merasa puas dengan apa yang baru saja dirinya lihat.Sebuah headline yang terpampang jelas sebagai berita utama pada protal berita terkini. Topic paling hot yang dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam menjadi trending nomor satu dalam mesin pencarian online.Skandal yang menjerat cucu salah satu pengusaha ternama sekaligus pewaris tunggal sebuah

  • Pura-pura Menikah   22

    Saat itu pukul sebelas. Aleena menggeliat, mengerjap pelan sebelum bangkit dari tidurnya.Setelah insiden yang terjadi antara dirinya dan Aksa, pria itu pergi begitu saja setelah berkata maaf. Pun Aleena, ia masih saja menggulung diri dalam selimut sampai kemudian tertidur tanpa sadar.Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. Hujan masih belum juga berhenti, meski intensitasnya sudah tidak sederas sebelumnya.Hawa dingin menyeruak, membuat bulu kuduk si gadis seketika meremang. Tiba-tiba saja terdengar suara perut miliknya sendiri. Ia baru ingat jika dirinya belum makan apapun semenjak siang hari, terakhir ia hanya makan siang bersama Oma Anya dan sang Ibu mertua.Dengan langkah pelan Aleena turun dari ranjang. Membuka pintu kamar dan melonggokan kepala, menoleh ke kanan dan kiri, memastikan keadaan aman di luar.Ia masih belum mau bertemu dengan Aksa. Sikap pria itu yang mendadak berubah drastis dan kejadian sebelumnya, Aleena hanya khawatir akan terjadi hal yang sama.Sepi, tidak ada s

  • Pura-pura Menikah   21

    Aksa dengan segera menyodorkan segelas air pada Aleena yang kemudian ia minum hingga setengah. Wanita itu sempat melirik ke arah Aksa dengan ekspresi aneh, seperti memintanya untuk mengambil alih suasana.“Kami belum kepikiran sampai ke sana, Oma. Lagipula urusan anak kami pasrahkan saja pada Tuhan. Biar berjalan sesuai apa adanya,” jawab Aksa sekenanya.“Tapi jika dilihat dari reaksi Aleena tadi, sepertinya dia nggak mau buru-buru punya anak, ya?”Aleena menghela napas lirih. Ia mengunyah makanan di mulutnya dengan amat sangat lambat, cukup merasa kesal juga dengan perkataan yang baru saja terlontar dari mulut Oma Anya.Setelah menelan makanan dengan setengah tertahan, Aleena menghembuskan napas. Coba memberanikan diri untuk menatap wanita baya yang duduk tepat di hadapannya itu.“Maaf jika aku lancang, Oma. Tapi seperti apa yang sudah dikatakan Aksa tadi. Untuk urusan momongan kita tidak mau terlalu memaksa, kami hanya akan mengikuti kehendak Tuhan saja,” jawabnya berusaha terdenga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status