Share

Bukan Wanita Suci

Setelah beberapa menit, sebuah video masuk ke aplikasi W******p. Ternyata itu undangan pernikahan Naya. Namanya tertulis indah di samping lima huruf yang sangat aku kenal. Alden. Lelaki yang telah hampir satu tahun bertunangan denganku. Gadis yang telah aku anggap seperti saudara kandung kini justru menggunting dalam lipatan.

Sebuah pesan teks kembali masuk saat dadaku masih bergemuruh dan kedua mata berkaca-kaca. "Kamu pasti terkejut dan tidak menyangka kalau aku kirim bukti lainnya."

Nomor asing itu mengirim foto Alden dan Naya yang sedang mendatangi klinik dokter kandungan. Setelahnya, sebuah dokumen berisi fakta bahwa Naya telah mengandung juga dikirim melalui W******p. Pesan-pesan itulah yang membawa langkahku ke tempat ini.

Sekarang, di depanku Naya sedang melayangkan tatapan tajam pada Alden. Lelaki itu bergegas mendekati pengantinnya.

"Aku bisa jelaskan, Nay."

"Jelaskan apa? Bahwa kamu nggak bisa mutusin dia sebelum pernikahan ini? Bahwa kamu masih mencintainya? Bahwa kamu juga nggak bisa menghalangi perempuan itu untuk datang ke pernikahan kita? Lihat hasil keraguan kamu. Dia mengacau acara kita, Al!"

Mataku melebar, sementara kepala seolah dipenuhi asap. Bagaimana bisa seorang sahabat bicara seperti itu?

"Jadi, kamu udah mau putusin aku sebelum ini, Al? Kenapa nggak jadi dilakukan? Kamu nggak tega, hah?"

Dua sejoli yang harusnya sedang bahagia itu sekarang menatap ke arahku. Alden mendekat.

"Siapa yang bilang aku nggak tega, El? Hari ini, kita sudah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Aku akan menikah dengan Naya. Jadi, sebaiknya kamu pergi dari sini sebelum petugas keamanan mengusir dengan paksa."

"Waw!" seruku sambil bertepuk tangan. Kulangkahkan kaki mendekati pembawa acara dan mengambil mikrofon dari tangannya.

"Lihatlah para hadirin. Lelaki yang akan mengucap janji suci ini justru baru saja memutuskan hubungan dengan saya. Kami sudah cukup lama bertunangan dan hendak menikah. Artinya, dia masih berada di ikatan yang lain saat melamar Naya, bahkan hingga beberapa detik yang lalu."

Gemuruh kembali terdengar di ruangan itu. Beberapa orang bahkan mengarahkan telunjuknya pada Naya dan Alden.

"Untuk Naya, terima kasih karena telah menjadi sahabatku dalam waktu yang tidak sebentar. Pernikahan ini adalah hadiah terakhir yang nggak akan aku ingat sama sekali. Semoga kamu berbahagia dengan lelaki yang mulai detik ini sudah aku buang ke tempat sampah."

Aku baru hendak mengembalikan mikrofon saat Naya tiba-tiba mendekat. Dengan tidak terduga ia melayangkan sebuah tamparan. Aku menjerit karena terkejut. Mikrofon di tangan terlempar jatuh ke lantai. Beberapa tamu undangan ikut berteriak histeris.

"Kurang ajar! Apa maksud ucapanmu tadi?" Perempuan itu mendekatkan wajahnya. Jarak kami tidak sampai satu jengkal saja.

Aku tersenyum sinis. "Silakan kamu terjemahkan sendiri. Bukankah seorang Naya Ariesta adalah perempuan pintar? Kita saling bersaing nilai sejak kelas satu SMP, kan? Kalau kamu mengambil barang dari tempat sampah dan menggunakannya, itu berarti ...."

Ucapanku belum selesai saat Naya menampar sekali lagi. Matanya merah dengan manik yang seperti hendak melompat keluar.

Alden ikut mendekat dan berdiri di samping perempuan itu. "Hentikan, Nay! Kamu juga, El. Lebih baik pergi sekarang."

"Kamu pikir dirimu wanita suci, hah?" tanya Naya lagi sambil berkacak pinggang. "Ibumu hanya seorang pelacur. Jadi, siapa yang lebih sampah? Kamu tidak layak bersama Alden."

Aku membeku mendengar kalimat itu. Frasa yang kuanggap tidak akan pernah terdengar lagi. Kata-kata yang tidak kusangka akan diucapkan oleh Naya.

***

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status