Bab 4
"Bibi! Kau tidak menanyakan namaku?" Sean memainkan kancing baju Lerina.Kini mereka berada di kamar untuk memakaikan baju pada Sean setelah hampir setengah jam memandikannya, hingga membuat baju Lerina sedikit basah."Aku bisa memanggilmu Tuan muda," kata Lerina. Dia mulai memakaikan pakaian dalam untuk Sean.Dia sedikit teringat tentang anaknya, sekarang pasti sudah sebesar ini. Pikirnya."Bibi harus memanggilku nama!" protesnya. Baginya Lerina istimewa."Lalu, siapakah nama Tuan muda tampan ini?" Lerina sedikit menggelitiki perut Sean.HahahahaSean tertawa kegelian, hingga terdengar keluar.Lerina begitu hangat, dia merasa senang dengan anak ini."Bibi, stop! Sean tidak tahan!""Oh, jadi namanya Sean?""Hmm, dan itu pemberian daddy," jawabnya cepat.Lerina mengingat masalalu. Dia pernah berkata pada wanita tua yang menemaninya selama mengandung anaknya dulu. Kalau dia ingin anaknya di beri nama Sean."Bibi, Kau melamun? Aku kedinginan!" Dia, mengguncang tangan Lerina."Oh iya, maaf!" Lerina segera memakaikan baju pada Tuan muda yang bernama Sean ini.Tidak berapa lama Sean keluar dari dalam kamar dan di ikuti oleh Lerina."Daddy, aku sudah wangi dan tampan. Apa Daddy akan menciumku!" Dia bertanya."Tentu saja. Daddy juga akan memelukmu, seperti ini!" Han meraih tubuh mungil itu. Keduanya berpelukan sangat hangat.Lerina tersenyum tipis, pemandangan yang indah menurutnya. Di balik sikap dingin presdir Zoku, ternyata dia sangat hangat dengan keluarganya."Tuan, maaf! Aku sedikit basah," kata Lerina tidak enak. Selain basah rok hitamnya juga terlihat putih karena Sean memainkan bedaknya tadi.Han menoleh cepat. "Nani!" panggilnya.Nani adalah pengasuh Sean. "Iya Tuan!""Ambilkan baju Sarra untuknya!" perintah Han."Baik Tuan!" Nani segera menaiki tangga.Han bercengkrama dengan putranya. Tidak berapa lama Nani datang dengan baju di tangannya."Mari Nona, ikut saya!" katanya pada Lerina.Lerina mengikutinya ke dalam kamar yang mungkin miliknya. "Ini, Nona silahkan ganti di sini!" Dia menyerahkan baju itu dan meninggalkan Lerina sendiri.Lerina segera memakai baju itu. Dress panjang selutut, sangat tidak formal memang, tapi tidak buruk juga. Dia mematut dirinya di cermin kemudian keluar dari kamar."Tuan, sudah saatnya kita ke lapangan!" Lerina baru menyadarinya sekarang.Daddy dan anak itu kompak menoleh padanya. Han terpaku menatap Lerina yang menurutnya cantik. Sisi feminimnya terlihat.Lerina jadi serba salah di tatap seperti itu, dia menarik sedikit gaunnya agar lebih turun menutupi lututnya."Daddy akan pergi lagi?" Pertanyaan Sean membuatnya tersadar."I-iya, daddy harus memantau proyek sekarang," jawabnya. Dia sedikit gugup.Sean mengerucutkan bibirnya. "Aku kesepian Daddy!" katanya kemudian."Dirumah banyak pelayan," kata Han."No, Sean ingin bersama Daddy!" Dia memeluk pinggang daddynya erat.Han menghembuskan napas. "Sayang, kita baru saja pindah ke sini, jadi masih banyak pekerjaan yang harus daddy urus sendiri!" Han memberi pengertian pada anaknya yang sudah menenggelamkan kepalanya di dada bidang Han."Apa uang daddy akan berkurang?""Oh, tentu saja tidak, uang daddy banyak. Apa Kau ingin mainan lagi?" Han merasa ini akan mudah."Aku ingin mommy, Daddy!" ucapnya pelan.Lerina masih bisa mendengarnya dengan jelas.Han menarik napasnya pelan. Selama di Itali, Sean hanya meminta hal ini sesekali, tetapi di Mennesota dia mengatakannya berulang kali."Nani!""Iya Tuan!" Wanita yang di taksir berusia dua puluh limaan itu datang menghampiri majikannya."Bawa Sean ke kamarnya! Aku harus bekerja sekarang!" perintahnya."Baik Tuan!" jawabnya. Dia mendekat dan akan mengambil tangan mungil Sean."No! Aku bisa jalan sendiri!" Dia menepis tangan Nani kasar kemudian berlari ke kamarnya.Han mendengkus melihatnya sementara Lerina merasa bahwa Sean itu sangat kesepian dan membutuhkan seorang ibu.Lerina memang mendengar bahwa Han Zoku memiliki anak dari rahim sewaan, persis seperti yang di alaminya dulu. Orang kaya memang sesuka hati. Pikirnya.Mereka kini sudah sampai di lokasi lapangan. Betapa terkejutnya Lerina, dia melihat ada Selena sepupunya disitu, namun dia tidak bisa menghindar."Presdir Zoku, aku Selena Smith putri dari Robin Smith! Senang berkenalan dengan Anda!" Selena memperkenalkan dirinya, dia belum menyadari kehadiran Lerina di situ. Dia terlalu fokus pada Han Zoku.Bagaimana tidak, Han Zoku memiliki segala apa yang di inginkan wanita, setiap wanita pasti senang menatapnya berlama-lama.Han menatap jamnya. "Langsung saja Nona Smith, saya tidak punya banyak waktu di sini!" Datar saja, bahkan Han tidak tersenyum sama sekali."Mmm, baiklah Tuan, Anda memang seperti apa yang di gambarkan orang," kata Selena, dia berusaha membangun komunikasi."Saya tidak peduli penilaian orang." Dia bahkan tidak melirik Selena. Han mengangkat tangannya memberi tanda pada kepala proyek.Mereka mengerti dan datang membawakan dua helm untuk presdir Zoku yang terhormat.Han menerimanya. "Lerina, ini pakai!" katanya.Lerina segera berjalan ke depannya dan menerima helm itu. Selena tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Sepupu miskinnya itu ada di sini dekat dengan presdir Zoku. Dia kemudian paham, mungkin Lerina adalah sekretarisnya. Dia menahan diri untuk tidak menegurnya.Mereka mulai berjalan bertiga. Selena mulai menjelaskan semuanya secara detail. Lerina siap mencatat di bukunya, sebelum kemudian nanti di pindahkan ke tabletnya.Mereka sudah kembali ke tempat semula. "Aku rasa sudah cukup Nona Smith, ada beberapa yang harus di ubah," katanya."Bagian mana Tuan? Tentu Kami bersedia mengubahnya," sambut Selena cepat."Aku masih harus memikirkannya, silahkan Kau ambil nomor sekretarisku. Dia yang akan menghubungimu terkait perubahan proyek ini!" Han melihat ke arah Lerina.Sungguh Lerina tidak menyukai ini, dia sudah lama menghindari keluarga pamannya ini. Sekarang dia bertemu lagi terkait masalah pekerjaan."Lerina, berikan nomor ponselmu!" perintah Han. Dia segera melangkah menuju mobil.Hal ini digunakan Selena untuk bertanya. "Wow, ada yang telah kulewatkan sepupu, Kau ternyata menjadi sekretaris Han Zoku sekarang!" Selena sedikit memelankan suaranya, tentu saja dia tidak mau kalau pria incarannya mendengar ini."Seperti yang Kau lihat! Aku masih hidup dan baik-baik saja!" Lerina membalas dengan datar."Jangan sombong Lerina, aku dulu bisa menyingkirkanmu dengan mudah, kedepannya tentu bukan hal sulit untuk menghancurkan hidupmu lagi, hingga Kau merangkak di kakiku untuk mohon belas kasih!" Selena tersenyum remeh, dia mengancam Lerina."Oh ya! Aku pikir aku tidak akan takut, Selena, aku pernah berada di titik terendah, dan aku bisa bangkit lagi sekarang. Oh ya, aku tidak menyangka akan bertemu manusia tamak sepertimu di sini!" Lerina seakan tidak mau kalah."Kau! Tutup mulutmu!" Selena tidak terima dibilang tamak, dia ingin menampar sepupunya itu, tapi kemudian dia sadar ada Han di mobil."Kenapa berhenti? Kau takut Han Zoku melihatnya? Hahaha. Bisa aku tebak, Kau pasti tertarik padanya!" Lerina menantang Selena.Selena tidak menyangkal itu, memang dia sangat tertarik dengan Han Zoku. "Diam Kau Lerina! Aku akan memberimu pelajaran setelah ini!" ancamnya lagi."Nona Lerina, tidak baik membuat presdir menunggu lama!" Sang sopir menghampiri mereka."Ah, iya, maaf!" Lerina segera mengoyak kertas yang sudah di tulisnya dengan nomornya. Dia menyerahkannya pada Selena, kemudian mengikuti langkah sopir menuju mobil."Sialan! Dia pasti mengincar Han Zoku juga, aku pastikan itu tidak akan terjadi Lerina, dan aku akan membuatmu di pecat jadi sekretarisnya!"Selena menghentak-hentakkan kakinya ke tanah. Dia teramat cemburu sekarang. Memikirkan Lerina jadi sekretaris dari pria yang di incarnya. Tentulah setiap hari mereka dekat. Pikirnya."Butuh waktu yang lama untuk menyerahkan nomor ponsel!" kata Han dingin.DegLerina tahu itu adalah kalimat sindiran. Kalau saja Selena tadi tidak memulainya, dia juga tidak sudi bicara dengan sepupunya itu.Mobil telah melaju, mereka akan kembali keperusahaan sekarang, masih ada waktu sedikit lagi untuk menyelesaikan pekerjaan.Setelahnya tak ada lagi yang bicara sampai mereka tiba di perusahaan. Han Zoku segera masuk keruangannya. Lerina pun mulai memindahkan catatannya ke laptopnya lalu mengirimkannya kepada Han Zoku."Cukup cepat!" ucap Han setelah menerima file itu. Itu adalah gambaran proyek tadi. Han akan merubah beberapa bagian sekarang.Pukul lima sore, waktunya pulang. Lerina sudah menyusun tasnya, namun dia tidak berani pulang. Tuan Peng mengatakan dia tidak akan pulang kalau Han tidak keluar dari ruangannya.Sudah lima belas menit berlalu, dia mendengkus kesal. Bagaimana tidak, Lerina harus belanja bahan makanan lagi sebelum pulang ke apartemennya.Setengah jam berlalu, dia sudah gelisah sekarang. Lerina berdiri dan mulai berjalan mondar mandir. Matanya tertuju ke pintu presdir. Kira-kira kapan bosnya itu akan keluar?CeklekLerina langsung menoleh pun dengan Han yang sama menatap tepat ke matanya. Untuk sesaat mereka saling terpaku sampai kemudian Lerina tersadar, dia menunduk."Sa-saya permisi Tuan!" katanya kemudian."Ya!" jawab Han singkat. Lerina mengambil tasnya di meja kemudian membungkuk sedikit pada Han sebelum melangkah keluar.Ending Malam itu Lucia tertidur di sofa sedangkan Sean masih terjaga di dekat box kedua bayinya. Sean menoleh pada istrinya yang tampak kedinginan, ia pun berdiri dan menutupkan jasnya di tubuh Lucia.Malam itu Sean tidak tidur, ia fokus menjaga keduanya, mengabaikan rasa lelah yang mendera tubuhnya juga membiarkan Lucia terlelap, karena besok Sean harus ke perusahaan. Setidaknya istrinya istirahat dengan cukup. "Selamat pagi Tuan!" Seorang suster datang memeriksa keadaan si kembar."Pagi!" balas Sean.Suster tersebut menyentuh kulit Vin dan Van, "Sudah tidak demam, sebentar lagi dokter akan datang memeriksa." Suster tersebut keluar lagi.Sean melihat istrinya yang masih tertidur, dia melihat jam yang sudah menunjuk pukul tujuh. Sean akan tinggal sampai Lucia bangun, setidaknya di rapat kemarin dia sudah memperingatkan para staff untuk melapor padanya atas kebijakan Rain yang mungkin akan berpotensi merugikan perusahaan.Sean menunggu hingga satu jam kemudian Lucia bangun. Se
Vin Dan Van Demam Bibir Rain menyeringai saat menuruni anak tangga, ia sempat mendengar pembicaraan Sean dan Lucia. Entah apa maksudnya, keributan pasangan suami istri itu seolah menjadi hiburan baginya. Ke esokan paginya, Lucia masih mendiamkan Sean, ia hanya fokus kepada bayi kembarnya. Sean memaklumi hal itu, dia yang salah karena belakangan ini sering pulang terlambat. Wajar saja Lucia pasti lelah menjaga dua bayinya meski Vin dan Van bukan termasuk bayi yang rewel. Sean tetap membantu Lucia mengurus Vin dan Van sebelum berangkat ke perusahaan . Dia sengaja datang sedikit siang hari ini. "Aku pergi!" pamitnya pada Lucia yang hanya di balas dengan deheman, "aku janji akan pulang lebih awal," katanya seraya tersenyum, namun lagi-lagi Lucia hanya diam. Sean melangkah meninggalkan kamar dan ketiga makhluk pengisi hatinya. Di perusahaan baru saja di adakan rapat yang di pimpin oleh Rain. Padahal rapat itu di rencanakan oleh Sean kemarin, namun Rain mengganti jadwalnya atas
Ada Apa Dengan Rain? "Sana, pergi dari sini! Dasar mesum!" Alyona mengusir Dario yang sudah lancang memeluknya tadi."Nona, aku bisa jelaskan," kata Dario seraya mundur kebelakang, karena Alyona mengusirnya dengan sapu, "Aku sempat mengira anda laki-laki," ucap Dario mengklarifikasi."Alyona, tidak perlu pakai sapu, dia pasti pergi," kata Rivera pada putrinya. Alyona sangat kasar terhadap orang yang ia benci."Mom, pria mesum seperti ini memang pantas di kasari." Gadis itu tidak paduli, ia terus mengacungkan sapu ke arah Dario yang sudah keluar dari pintu utama. Dia sudah seperti tersangka."Sana, tidak ada yang sudi mempekerjakan orang mesum sepertimu!" ucap Alyona seraya memelototi Dario. Dia masih berpikir kalau pria yang berasal dari Milan Itu adalah pekerja di rumah kakek besar. "Siapa yang mesum?" Sean yang baru saja turun sempat mendengar ucapan adik sepupunya itu. Ia mengeryitkan dahi saat melihat Alyona menghardik temannya dengan gagang sapu. "Kakak, kebetulan sekal
Sudah Pelayan Mesum Lagi Berita duka baru saja datang dari Dellwood. Kakek Zoku dinyatakan meninggal dunia pagi ini. Pria yang paling banyak berjasa untuk keluarga mereka yang selalu memastikan keluarganya hidup dengan baik dan layak.Masing-masing keluarga sudah di hubungi oleh Ben sang asisten. Termasuk Han yang masih ada di Kota Milan. Kesedihan merayapi hati setiap jiwa yang terikat dengannya. Mendengar hal itu, Sean langsung mendatangi dokter untuk menanyakan perihal putranya yang akan melakukan perjalanan udara.Pesawat pribadi menjadi pilihan mereka, sore nanti mereka akan terbang dari Milan menuju Minnesota, di lanjut dengan perjalanan darat kurang lebih dua jam lagi.Keluarga Zoku di liputi duka mendalam akibat kepergian sesepuh mereka, Zoku.Banyak para pelayat yang datang, terutama dikalangan pengusaha bahkan ada yang dari luar negeri.Mereka bergantian memberikan salam penghormatan, mencium untuk yang terakhir kalinya. Sampai saatnya Kakek Zoku di antar ke per
Nasib Pernikahan Luisa Ludwig di vonis penjara selama dua puluh tahun atas percobaan pembunuhan juga kasus penculikan Lucia dulu.Dia memohon untuk di ampuni dan di keluarkan dari dalam penjara."Valdez, aku mohon keluarkan aku dari sini!" pintanya saat sidang kasusnya baru saja selesai.Valdez hari itu hadir bersama pengacaranya. "Kau tidak malu memintaku untuk mengeluarkanmu, ingat kesalahanmu Lud, hampir dua puluh tahun Kau pisahkan aku dari putriku. Sedangkan aku memperlakukanmu layaknya keluarga, di mana hati nuranimu?" Masih ada emosi di hati Valdez terhadap orang yang pernah sangat dipercayainya itu.Kini dengan mudahnya Ludwig meminta untuk di keluarkan dari penjara. "Val, aku punya alasan untuk itu," sela Ludwig seraya memikirkan alaaannya. "Karena Kau mencintai istriku sampai saat ini bukan?" potong Valdez hingga membuat Ludwig membulatkan matanya.Dia terhenyak mendengar jawaban Valdez, jadi dia tahu tentang perasaannya, "Kau salah, Val," sangkalnya, "It-itu tid
Luisa Lari! Balon-balon yang di dominasi warna biru tampak menempel di beberapa tempat, termasuk tangga hingga ke ujung, juga di dekat sofa dan di beberapa dinding, di tambah sedikit bunga hingga menambah keindahan ruangan tersebut. Di tengah ruangan itu terdapat karpet yang terhubung ke ayunan si kembar, juga beberapa foto mungil mereka tak lupa di tempelkan di sisi ayunan.Lucia akan di sulap secantik mungkin. Sebagai orang yang sangat berpengalaman, Luisa yang akan mendandani kembarannya itu agar terlihat semakin cantik saat menyambut dua keponakannya.Meski masih ada rasa canggung, keduanya tampak cocok. Mereka berdua sama-sama memiliki hati yang baik. Meski hidup bergelimang harta tak membuat Luisa sombong. Ia bahkan berencana membagi warisannya untuk Lucia nantinya."Lucia, aku tidak bisa mengungkapkan rasa bahagia ini karena menemukanmu," kata Luisa setelah selesai merias wajah kembarannya tersebut.Lucia mengulas senyum menanggapinya. "Maaf untuk hidupmu selama