Kini, tangan Eric sudah menjalar ke setiap inci tubuh Alana dan membuatnya tersentak. 'Tidak, aku tidak mau diperlakukan seperti ini. Cukup sekali aku melakukan kesalahan, sekarang tidak lagi, bagaimana pun caranya. Aku harus bisa terlepas dari genggaman iblis ini,' batinnya.“Hah, hah, hah.” Nafas Eric terdengar sudah memburu, sepertinya nafsu sudah menyelimutinya saat ini. Sehingga dia tidak bisa menghentikan apa yang sekarang dia lakukan, rasanya tubuhnya tidak mau berhenti dan ingin menuntaskan semuanya.Berbeda dengan Eric yang tidak bisa berhenti atas tindakannya saat ini, kepanikan Alana justru semakin memuncak, terlebih ketika dia mendengar nafas memburu dari Eric, membuat tubuhnya bergetar seketika. Air matanya menetes, dia sungguh tidak mau melakukan hal ini. Dia tidak mau membuat kesalahan untuk yang kedua kalinya. “Berhenti, kumohon. Kumohon jangan lakukan ini,” pintanya sambil menangis. Namun, Eric tidak mendengarkannya. Rasa amarah sekaligus nafsu yang bercampur men
Dengan menggendong Alden yang masih tertidur, Mely membuka pintu rumahnya, dia lalu masuk ke dalam kamarnya dan membangunkan suaminya yang sepertinya sudah tertidur lelap.“Ayah, bangun Yah,” ucapnya seraya menepuk-nepuk lengan suaminya itu agar terbangun.Tak butuh waktu lama, akhirnya sang suami pun bangun, dia mengucek-ngucek matanya agar bisa segera tersadar sepenuhnya.“Ada apa Bun? Kok malam-malam gini udah bangunin Ayah?” tanyanya. Dia lalu melihat Alden yang berada di gendongan istrinya, “loh kok Alden ada sama Bunda? Memangnya Alana belum pulang?” Lanjutnya.“Itu dia Yah, Alana masih belum pulang sampai sekarang, padahal dari tadi Alden udah nunggu di luar rumahnya sendirian. Dan ini sudah malam Yah, mustahil jika Alana belum pulang bekerja sampai sekarang. Bunda khawatir Yah, gimana kalo sekarang kita ke tempat kerjanya Alana dan memastikan keberadaannya. Kasian Alden Yah, udah pengen ketemu mamanya,” jelas Mely.Andri pun mengangguk, dia lalu bergegas turun dari tempat
Hari semakin gelap, Mely dan suaminya juga Alden masih terus mencari keberadaan Alana. Mereka menyusuri jalan raya, berharap Alana ada di sana. Di jalanan itu memang masih banyak orang-orang yang sedang berlalu lalang dengan berjalan kaki walaupun sebenarnya hari sudah tengah malam, mungkin mereka sedang menikmati indahnya malam di kota Jakarta ini.Mely berharap, Alana ada di salah satu orang-orang yang berjalan kaki itu. Tapi ternyata harapannya itu nihil, karena dia tidak melihat wanita dengan ciri-ciri seperti Alana. ‘Na, kau dimana,' batinnya.Mely menoleh ke arah samping kirinya, melihat Alden yang sangat mengkhawatirkan mamanya. Melihat raut wajah Alden saat ini, membuatnya tidak tahan. Dia kasihan dengan anak kecil di sampingnya ini. Bagaimana di usia sekecil ini, dia harus mengalami ini semua. Tidak memiliki ayah dan hanya tinggal bersama mamanya yang sangat dia sayangi. Tapi sekarang, justru mamanya juga tidak ada, menghilang entah kemana. Takdir macam apa ini sebenarnya.
Alana terus menatap pintu yang sudah tertutup dengan rapatnya itu. Dia tidak tahu, apa yang akan terjadi padanya ke depannya. Sekarang saja, Eric sudah memperlakukannya dengan sangat buruk, entah bagaimana dirinya bisa keluar dari sini dan pergi menemui anaknya.“Alden, maafkan mama. Bukannya mama mau meninggalkanmu, tapi mama juga tidak berdaya. Tolong tunggu mama, mama pasti akan kembali. Dan kita akan hidup bersama lagi,” gumamnya.Alana menoleh ke arah foto ayahnya, air matanya turun tanpa bisa dia bendung. “Ayah,” ucapnya lirih.***Mely melihat ponselnya yang baru saja terhubung dengan Alana. Sekarang perasaannya sudah sedikit lega karena bisa mendengar suara sahabatnya itu. Setidaknya dia tahu, bahwa Alana baik-baik saja.“Bunda, bagaimana? Apa yang Alana katakan?” tanya Andri yang memang dari tadi mendengarkan percakapan Mely dan Alana. Tapi dia tidak bisa mendengar apa yang Alana katakan.“Alana bilang dia baik-baik saja Yah. Dia sedang berada di suatu tempat. Katanya d
Pernikahan itu telah dilangsungkan, dan semua prosesnya sudah berakhir dengan cepatnya. Tidak ada apa pun dan siapa pun di sana. Hanya ada Eric, Alana dan juga para pelayannya yang menyaksikan upacara pernikahan itu.Ini hannyalah sebuah pernikahan rahasia yang singkat, yang dilakukan Eric demi balas dendamnya. Pernikahan yang diiringi oleh air mata kesedihan dan bukannya sebuah senyuman kebahagiaan. Semuanya sudah berakhir, pernikahan ini adalah awal dari penderitaan Alana. Dan selamanya, dia tidak akan bisa lepas dari sangkar mengerikan ini.Alana duduk melamun di ruang tamu setelah acara pernikahannya selesai. Dia tengah mencerna semua ini. Dia tidak mengerti, jika hanya balas dendam. Kenapa iblis itu harus menikahinya. Terlebih, pernikahan ini adalah pernikahan yang sangat buruk. Dulu, sewaktu dirinya masih remaja. Alana selalu bilang kepada ayahnya. Bahwa dia ingin menikah dengan pesta yang begitu besar, mengundang semua teman-temannya. Waktu itu dia bermimpi menikah dengan ses
Sorot mata itu semakin tajam, menusuk hingga ke jantung Alana yang saat ini melihat dari jarak dekat.“Karena aku ... ingin kau masuk ke dalam keluargaku,” jawab Eric.Alana mengernyit, dia masih tidak mengerti dengan jawaban yang Eric berikan. Apa hanya itu alasannya. Apa jika dia masuk ke dalam keluarganya, itu adalah pembalasan dendam yang mengerikan? Memangnya ada apa dengan keluarganya? Bingungnya.Smirk terlihat di bibir Eric, saat melihat reaksi yang Alana tunjukkan. “Asal kau tahu, keluargaku itu adalah keluarga sampah.” Lanjutnya yang menggambarkan keluarganya dengan kata-kata kasar. Hingga membuat Alana tersentak mendengarnya.“Keluargaku adalah keluarga yang mengerikan. Jika kau masuk ke dalamnya, akan aku pastikan kau juga akan berakhir menjadi sampah. Jangan pernah mengatakan kata-kata seperti cinta kasih sayang di sini. Karena kami ... tidak pernah mengenal hal itu. Jadi, selamat datang Mrs. Eric Filbert Carlson. Nikmatilah menjadi nyonya besar di sini. Karena aku in
Setelah membantu Alana membersihkan diri, Annie saat ini tengah membantu Alana menyisir rambutnya. Tampak Alana duduk di depan meja rias yang ada di kamarnya. Namun, tidak ada raut kebahagiaan di sana, hanya ekspresi datar dan pasrah dari wajahnya. “Anda sangat cantik Nona, tubuh Anda juga sangat bagus, Anda sepertinya bisa menjadi seorang aktris,” puji Annie.Namun, tetap tidak ada ekspresi dari wajah Alana. Hanya diam tanpa mengatakan apa pun.“Sudah selesai Nona, sekarang kita turun untuk sarapan. Anda pasti belum makan apa-apa kan dari kemarin,” ajak Annie.Lagi-lagi Alana tidak mengatakan apa pun, dia tidak membantah atau mengiyakan. Alana hanya melakukannya dengan tubuhnya secara langsung. Tampak dia bangun dari duduknya dan melangkah keluar kamarnya dengan diikuti oleh Annie.Saat Alana menuruni anak tangga, dan menuju ruang makan dengan dipandu oleh Alana. Di sana dia melihat ada 4 pelayan yang berbaris di samping meja makan. Dengan satu pelayan yang sudah paruh baya ber
Mely mengeratkan pelukannya pada Alden, dia merasakan cairan hangat jatuh ke pundak bagian kirinya. Dimana di sana Alden berada dalam pelukannya. Ya, air mata yang menggenang di mata hazel itu kini sudah turun membasahi pipi berona merah yang selalu ceria itu.Saat ini keceriaan itu tengah redup, disapu oleh air mata yang tengah mengambil alih.Menyadari itu, Mely pun semakin mempererat pelukannya. Dia membelai kepala Alden untuk menenangkannya, suara tangisan khas anak kecil itu mulai terdengar. Tangan mungil itu juga mengalung erat di leher Mely, dan membuat hati Mely semakin sakit.‘Na, andai kau lihat keadaan putramu saat ini. Kau pasti tidak akan kuat, karena aku pun tidak kuat melihatnya. Jadi kumohon, cepatlah kembali,' batinnya.***Alana masih memakan sarapannya, namun tiba-tiba dadanya ini berdetak dengan begitu cepat seperti terkejut dengan sesuatu bahkan sampai membuat sendok yang tengah dipegangnya itu sampai jatuh ke lantai. Tringg!Bunyi sendok jatuh itu mengage