Share

12. Setelah Enam Tahun

Happy Reading

*****

Di ballroom hotel acara pesta ulang tahun perkawinan Yusuf berlangsung.  Lelaki itu tersenyum penuh kebahagiaan. Sudah lama kabar kehamilan sang istri dinantikan. Walau sampai saat ini belum timbul cinta pada perempuan tersebut. Namun, lelaki itu sudah berusaha sebaik mungkin untuk membahagiakan wanitanya.

"Terima kasih, Dhis. Kamu sudah memenuhi impian dan harapan Eyang serta keluarga ini," ucap Yusuf tulus. Tak sungkan, lelaki itu merangkul wanitanya dengan sangat mesra. Berusaha menutupi bagian punggung yang terekspos, membuat mata semua tamu lelaki menatapnya penuh kagum. Yusuf sama sekali tak menyukai hal itu.

"Sama-sama, Mas." Bibir Adhisti mungkin menjawab perkataan sang suami, tetapi matanya mengarah pada Yudhistira yang kini tengah dikerubungi wanita-wanita cantik. "Mas, aku sapa teman-teman di sana, ya. Sudah lama tidak bertemu mereka."

Yusuf menganggukkan kepala, tetapi sebelum sang istri pergi, dia mencegah. "Pakai ini." Melepas jas yang dikenakan.

"Jangan biarkan punggungmu dilihat oleh lelaki mesum. Dosanya bisa dua kali lipat."

Bibir bergerak hendak memprotes, tetapi Yusuf sudah mendelik terlebih dahulu. Adhisti dengan cepat menyambar jas di tangan sang suami. Lalu, bergerak mendekati Yudhistira.

Merasa Adhisti berada di lingkungan yang aman, Yusuf juga bergerak mendekati para tamu undangan. Berusaha seakrab mungkin dengan para tamu. Namun, baru beberapa langkah akan mendekati salah satu rekan kerjanya. Pandangan Yusuf berhenti pada sosok bocah yang sedang berteriak memanggil bundanya.

"Unda, tempatnya bagus banget, ya. Temennya Tante Ina pasti kaya."

"Iya, Sayang. Beliau ini adalah salah satu pengusaha muda sukses di kota ini. Insya Allah, Fatih nanti pasti bisa seperti beliau. Kamu mau kan menjadi orang sukses?" tanya Bunga. Melempar senyuman termanis pada sng putra.

"Mau banget. Kalau jadi orang sukses, Fatih bisa bahagiain Unda sama Nenek."

"Anak pinter." Mengusap lembut puncak kepala Fatih, Bunga mengaminkan cita-cita yang terucap tadi."

Melupakan niatnya untuk menyapa beberapa tamu, Yusuf bergerak mendekati sumber suara yang tak lain adalah Fatih. Senyum lelaki itu terkembang lebar apalagi ketika mendengar percakapan Ibu dan anak itu.

"Halo, ketemu lagi kita," sapa Yusuf sok akrab pada Fatih dan Bunga. Hilang sudah benteng dingin yang selama ini dia bangun apalagi ketika mendengar perkataan Fatih tadi. Yusuf seperti menemukan masa kecil dalam diri Fatih.

Ibu dan anak itu menatap sang pemilik acara dengan senyum canggung. Bunga bahkan ingin sekali segera pergi dan menghindari percakapan dengan lelaki tersebut. Jangan sampai ada fitnah yang mengatakan bahwa perempuan itu mendekati sang pengusaha. Cukup label buruk yang tersemat padanya ketika hamil dan melahirkan Fatih tanpa seorang suami.

"Kok, bisa ada di sini, Om?" tanya si kecil, sedangkan ibunya menunduk tanpa berani menatap lelaki di depannya. Bunga bungkam tak mau melihat sedikitpun lelaki di depannya.

"Ini pestanya, Om, Sayang. Kok, kamu bisa datang ke sini, dengan siapa kalian menghadiri pesta ini?" Yusuf sengaja melirik Bunga bahkan hanya dengan melihat wajah perempuan itu, hatinya menghangat. Suatu rasa yang sangat sulit dia deskripsikan. Tidak pernah lelaki itu merasakannya pada sang istri. Beberapa kali bertemu, lelaki itu selalu merasakan hal sama pada si perempuan. Ketenangan serta kehangatan yang sulit dia artikan. Yusuf sendiri heran dengan kehadiran rasa itu.

Menatap kembali pada Bunga. "Kenapa selalu menunduk tiap kali bertemu?" tanya lelaki itu. Tak tahan lagi untuk mengungkapkan apa yang ada di hati. Belum pernah bertemu dengan perempuan seaneh Bunga.

Bunga adalah satu-satunya wanita yang selalu menundukkan pandangan ketika bertemu dengan Yusuf. Hal itu tentu saja membuat sang lelaki penasaran, pasalnya semua wanita yang bertemu dengannya akan menatap penuh keinginan dan kagum.

"Sudah seharusnya seorang wanita menundukkan pandangan ketika bertemu lawan jenis. Apalagi Anda adalah lelaki beristri. Jangan sampai menimbulkan fitnah dan berujung seperti kejadian masa lalu yang tak pernah kita inginkan. Sebaiknya, Anda belajar dari kesalahan tersebut."

"Hah? Apa sebelumnya kita pernah bertemu?"

Saat itu juga Bunga merapatkan bibir menyadari jika ucapannya bisa menimbulkan banyak persepsi. Menarik tangan Fatih menjauhi Yusuf supaya tidak ada lagi perbincangan di antara mereka. Namun, gerakan si perempuan lebih cepat dari cekalan tangan Yusuf.

Bunga sedikit meronta ketika lelaki berwajah tampan dengan kulit kuning langsat itu memegang pergelangannya dengan kuat. Walau demikian, Yusuf enggan untuk melepaskannya. Sementara itu, Fatih cuma bisa terdiam melihat adegan bundanya dan lelaki tersebut. Ingin bertanya, jelas si kecil takut. Bunda dan neneknya pernah memperingati supaya dia tidak ikut campur urusan orang dewasa.

"Tunggu. Tolong jelaskan padaku. Apa kita pernah bertemu atau memiliki hubungan sebelumnya?" Tatapan mata Yusuf penuh pertanyaan dan kebingungan.

Bunga menyadari jika ucapannya tadi salah. Dia ingin meralatnya, tatapi tidak mungkin. Sorot mata Yusuf terlanjur meminta penjelasan darinya. Kehadiran Fatih juga tidak bisa dia abaikan begitu saja. Putranya itu pasti akan bertanya macam-macam jika Bunga tidak segera melakukan klarifikasi.

"Tidak! Kita bahkan baru bertemu ketika Anda memesan gaun untuk pesta hari ini, beberapa waktu lalu. Anda masih ingat hari itu, kan? Permisi." Bunga mengibaskan cekalan tangan Yusuf dengan sangat kuat sehingga lelaki itu terpaksa melepasnya begitu saja.

Menuntun putranya dengan cepat menjauh dari sang pemilik pesta. Bunga sedikit menyesal karena bersedia menerima ajakan Shaqina untuk menghadiri pesta ulang tahun pernikahan lelaki tersebut.

"Jika begitu, mengapa kamu selalu ada di mimpiku. Bertahun-tahun aku mencari sosok wanita yang selalu mengganggu tidurku. Sekarang aku sudah menemukanmu. Tolong ceritakan yang sejujurnya," ucap sang pengusaha muda sedikit keras. Yusuf tak peduli jika ucapannya akan didengar para tamu yang hadir.

Menoleh ke samping kiri dan kanan, lelaki itu bersyukur. Beruntung, di tempat tersebut tidak ada seorang pun kecuali Yusuf, Bunga serta Fatih. Jadi, dia tidak perlu menjelaskan apa pun pada Jafar jika sampai ada yang melapor nanti.

"Apa yang harus aku ceritakan? Memang sepantasnya kita melupakan semua yang terjadi di masa lalu. Aku tidak pernah meminta untuk dihadirkan dalam mimpimu. Hubungan kita hanyalah sebuah kesalahpahaman, wajar jika kamu melupakan aku. Aku yang terlalu bodoh untuk menyadari semua permainanmu itu." Bunga kembali merutuki dirinya yang berkata dengan mudahnya mengungkap isi hati.

Saat itu juga kepala Yusuf kembali berdenyut. "Permainan apa? Aku tidak mengerti dengan perkataanmu?" Memegangi kepala dan mulai hilang keseimbangan.

Namun, segala pertanyaan Yusuf tidak digubris oleh perempuan itu. Bunga tetap melangkah dengan cepat menggandeng Fatih. Katakan dia manusia tidak berperasaan saat ini, membiarkan lelaki tersebut ketika sedang kesakitan.

"Tolong jangan pergi," pinta Yusuf. Memanggil Bunga dengan suara yang begitu lemah bahkan kesadarannya mulai menghilang.

"Unda, Om itu!" teriak Fatih.

"Biarkan saja." Bunga malah menggendong putranya untuk keluar dari pesta.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status