Share

4. Heboh

Author: pramudining
last update Last Updated: 2023-09-07 08:07:08

Sedikit gemetar, tangan Bunga mulai memencet tombol mesin EDC di depannya. Perempuan itu masih sangat hafal dengan pin yang disebutkan sang pemilik kartu. Suara print out dari mesin kecil itu keluar. Bunga melirik putranya yang tersenyum begitu bahagia ketika dia telah membayar biaya sekolah dengan mudah.

Namun, senyum Bunga luntur ketika mengingat seseorang yang memberikan kartu tersebut. Apalagi ketika nominal pembayaran tersebut keluar. Cukup banyak untuk ukuran kebutuhannya sebagai seorang perempuan yang hidup sendiri.

"Kartu ATM siapa yang kamu berikan pada petugas tadi, Nduk? Kenapa Ibu nggak pernah melihatnya," tanya perempuan paruh baya di sebelah Bunga.

"Nanti, Bunga akan cerita, Bu. Sekarang, kita pulang karena aku harus kerja. Ada pelanggan butik yang harus aku temui. Dia sangat cerewet sekali. Kasihan jika Shaqina sendirian menghadapinya."

Mereka bergegas kembali ke parkiran ketika semua syarat-syarat pendaftaran sekolah sudah diselesaikan.

Sesampainya di rumah, Bunga langsung pamit untuk berangkat kerja. Dia tidak akan mengecewakan kepercayaan Shaqina yang sudah memberikan kesempatan.

Lewat sepuluh menit dari waktu yang diminta kemarin sore pada sang atasan, Bunga membuka helm dan berjalan sedikit tergesa ke ruangan sang sahabat.

"Assalamualaikum," ucap Bunga ketika berada di depan ruangan Shaqina.

"Masuk saja, Say. Aku sudah menunggumu."

Memutar knop, pintu pun terbuka. Wajah tegang Shaqina terlihat dengan jelas.

"Sorry, aku telat," kata Bunga. Meletakkan tasnya di meja kerja dan menghampiri sang sahabat. "Dia belum datang, kan?" tanyanya pada tamu yang kemarin sudah janjian.

Shaqina menunjuk kamar mandi dengan dagunya. Sedikit mengerucutkan bibir tanda bahwa dia mulai lelah dengan pelanggan tersebut.

"Sorry," ucap Bunga sekali lagi. Shaqina cuma membalasnya dengan senyuman.

"It's okey buatku, tapi tidak dengan dia, Say." Sekali lagi, cewek berjilbab warna baby pink itu mengerucutkan bibir.

Tepat ketika pembicaraan dua sahabat itu selesai, seorang perempuan dengan dandanan sangat seksi keluar dari kamar mandi. Bunga mengamati tampilan perempuan itu dengan sangat teliti. Jik kemarin, dia cuma melihat wajah, maka sekarang dia melihat keseluruhan. Dari ujung kaki hingga ujung rambut perempuan itu.

"Cantik, pantas kamu bisa menjadi istrinya. Mungkin wanita sepertimu yang dia cintai," ucap Bunga dalam hati.

Shaqina mencolek lengan sahbatnya ketika pandangan mulai kosong.

"Tidak profesional sama sekali. Janjian jam berapa, datang jam berapa," sindir perempuan cantik nan seksi bernama Adhisti.

"Maaf, Bu. Saya sedikit terlambat karena harus mengurus pendaftaran anak di sekolah," kata Bunga. Dia juga menundukkan kepala supaya sang konsumen tidak semakin marah.

"Memangnya tidak ada yang ngurus lagi. Cuma mendaftar bisa diwakilkan, kan. Saya ini orang sibuk. Kerjaan banyak, tidak bisa menunggu terlalu lama seperti tadi."

"Mari kita mulai, Bu. Jika pembicaraan kita cuma berputar-putar pada masalah keterlambatan. Mungkin, pembahasan detail desain saya tidak akan selesai." Bunga tak bisa lagi cuma diam menanggapi nyinyiran wanita itu.

"Ngelunjak, ya. Sudah salah malah ngebantah." Adhisti menunjuk Bunga dengan jari telunjuknya.

"Maaf, Bu. Mungkin, karyawan saya benar. Waktu yang ibu berikan pada kami untuk membuat baju yang super wah itu sedikit. Jika kita membahas masalah lain, akan semakin lama kamu memproduksi gaun tersebut." Shaqina terpaksa menginterupsi Adhisti.

Penuh kekesalan, Adhisti duduk di sofa yang disediakan. "Tunjukkan revisi gambar yang sudah kamu buat sesuai keinginan saya kemarin."

Bunga mengambil desain yang dibuat semalam dari dalam tas. Lalu, menunjukkan pada si pelanggan. Beberapa komplain masih saja diucapkan oleh wanita itu. Sebagai desainer, Bunga cuma mengangguk-anggukkan kepala.

"Besok, saya tidak bisa datang ke butik untuk melihat hasil revisimu. Kirimkan saja lewat email. Saya akan mengeceknya," kata Adhisti di akhir pertemuan mereka.

Shaqina dan Bunga bernapas lega, tetapi revisi yang diminta Adhisti akan membuat pekerjaan mereka terhambat.

"Tenang saja, Say. Aku akan selesaikan  sore ini juga, biar besok sudah bisa dijahit. Bahan yang diminta sudah lengkap, kan?" tanya Bunga menghibur sahabatnya yang terlihat cemberut.

Di tempat lain, salah satu lelaki berperawakan gemuk mengetuk pintu ruangan atasannya.

"Masuk," perintah sang pemilik ruangan dari dalam. Lelaki yang tak lain adalah Yusuf, mengalihkan perhatian dari berkas di depannya pada sosok lelaki yang berdiri.

"Ada apa, Pak?"

Si lelaki berbadan gemuk dengan perut buncit yang tak lain adalah manajer sekaligus penasihat keuangan Yusuf, membenarkan posisi berdirinya. Setelah dipersilakan duduk oleh sang pemilik ruangan, dia mendaratkan bokongnya di kursi di depan Yusuf. Rasa cemas serta bingung kentara sekali di wajahnya.

"Pak, ada notifikasi masuk pada email. Seseorang melakukan transfer dari nomer rekening pribadi bapak."

Yusuf menghentikan gerakan tangan dan menatap tajam pada sang manajer. "Bagaimana bisa seseorang tidak dikenal melakukannya. Bukankah tidak ada seorang pun yang tahu tentang rekening itu selain dirimu?"

"Saya tidak tahu, Pak. Saya selalu melakukan tugas yang Bapak berikan.  Memasukkan 50% gaji Pak Yusuf pada rekening itu. Bukankah kartu serta nomor pun Bapak yang memegang. Lalu, mana mungkin saya bisa melakukan transfer?"

Membetulkan letak kacamatanya, Yusuf seperti mengingat sesuatu. "Saya kehilangan kartu itu sekitar enam tahun lalu. Jika kartu tersebut ditemukan oleh seseorang, tidak mungkin dia bisa menggunakannya. Pin kartu itu, hanya aku yang tahu."

Sang manajer pun menyipitkan mata. Ikut berpikir. "Tentunya tidak akan bisa orang itu menggunakan kartu tersebut. Bapak yakin jika kartu itu hilang? Bukan diberikan pada siapa, gitu?"

Menundukkan kepala dan memejamkan mata. Yusuf memegang pelipisnya. "Banyak hal yang tidak mampu saya ingat sejak kejadian itu, Pak. Sepertinya, memang hilang, tapi entahlah. Berapa yang orang itu transfer?"

"Lumayan banyak, Pak."

"Bisa sebutkan angkanya?"

"Tiga puluh enam juta," kata sang manajer. Sedikit takut dia mengatakannya.

"Tidak seberapa itu."

"Apa saya perlu memblokir kartu itu, Pak?"

Yusuf menghela napas sebelum berkata. "Tidak perlu, tapi selidiki di mana orang itu menggunakan kartu tersebut. Saya ingin tahu siapa orang yang sudah menggunakannya."

"Baik, Pak."

Tanpa mereka tahu bahwa ada seseorang yang menguping pembicaraan keduanya sejak tadi. Dia bahkan sudah bergerak lebih cepat sebelum Yusuf menyuruh manajernya.

Keluar dari ruangan si bos, sang manajer di cegat oleh orang yang menguping tadi. "Berikan nomor rekening pribadi Yusuf yang tak seorang pun tahu," perintahnya. Tegas tak terbantahkan.

"Tapi, ini adalah nomor rekening rahasia beliau."

"Saya lebih berhak tahu dibandingkan dirimu. Jangan sampai kamu saya pecat," ancam orang tersebut.

Sang manajer pun memberikannya karena takut akan ancaman orang tersebut.

"Jangan katakan apa pun pada anakku. Ingat itu!" Pergi meninggalkan sang manajer yang gemetaran.

"Semoga Pak Yusuf tidak mengetahui hal ini," ucap si manajer keuangan setelah kepergian orang itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   68. Kebahagiaan Sejati

    Happy Reading*****Kegagalan meneguk indahnya malam pertama setelah sekian lama keduanya terpisah membuat Bunga begitu canggung saat ini. Walau berkali-kali Yusuf mengatakan tidak masalah, tetapi tetap saja perempuan itu merasa bersalah. Di saat sang suami sedang berada di puncak gairahnya terpaksa harus padam karena tamu bulanan Bunga datang lebih awal."Sini, Sayang," panggil Yusuf menepuk bagian pahanya."Mas, ih. Aku kan nggak bisa itu.""Tidak masalah. Walau tidak bisa masak kamu mau jauhi Mas, Yang.""Maaf, ya, Mas. Aku sudah membuatmu kecewa.""Tidak masalah, Sayang. Kita bisa mengulangnya di lain waktu. Mau jalan-jalan ke luar? Besok, kita pasti sibuk dan tidak memiliki kesempatan untuk berduaan.""Gimana bisa keluar kalau kuncinya saja dibawa Mama, Mas."Yusuf menepuk kening. Lupa jika seluruh keluarganya telah mengurung mereka di kamar tersebut. "Jadi, apa yang harus kita lakukan saat ini.""Nggak ada," jawab Bunga. Perempuan itu sengaja menjauhi sang suami. Duduk di sofa,

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   67. Hari itu Tiba

    Happy Reading*****Sore sekitar pukul enam, keluarga Prayoga sudah berada di kediaman mereka. Tak membuang waktu lagi, Yusuf dilarikan ke rumah sakit tempat sang dokter praktek. Ada banyak harapan dari seluruh anggota keluarga tersebut atas kesembuhan Yusuf. Pemeriksaa panjang dan melelahkan akan segera mereka hadapi setelah Yusuf masuk ke ruang sang dokter. "Unda, Ayah sebenarnya sakit apa?" tanya si mungil yang sejak tadi berusaha menahan rasa ingin tahunya karena semua orang dewasa sibuk membicarakan sang ayah. "Ayah nggak sakit, Sayang. Cuma kelelahan saja.""Apa Ayah bekerja terlalu berat? Bisakah Fatih membantu pekerjaan Ayah supaya nggak kelelahan lagi seperti sekarang?"Kalimat demi kalimat yang terlontar dari bibir mungil itu terdengar oleh Purnama dan Jafar. Keduanya lantas tersenyum dengan kepala menggeleng-geleng. "Apa Ayah harus membawanya ke kantor sejak dini," ujar Jafar pada sang putra. "Lebih cepat lebih baik. Fatih itu persis Yusuf. Semangatnya untuk membantu p

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   66. Mendekati Kebahagiaan

    Happy Reading*****Pletak .... Satu sentilan mendarat di kening sang direktur yang terkenal pandai dan selalu berhasil dalam bisnisnya. Namun, entah mengapa pikirannya menjadi buntu ketika dihadapkan pada persoalan asmara. "Apa?" kata Yusuf tak terima diperlakukan kurang ajar oleh sahabatnya."Kamu memang tidak mengingat tragedi pelecehan itu atau pura-pura bodoh. Mana mungkin aku menyukai istri sahabatku sendiri. Yang benar saja, tunanganku sekarang sudah amat sangat sempurna," seloroh Irsan. Dia masih mengawasi Bunga. Takut perempuan itu berbuat nekat jika langsung menolong.Yusuf terdiam beberapa saat, memaksa memorinya untuk mengingat semua kejadian yang telah terlewat. Berhasil, kenangan demi kenangan beberapa hari lalu serta seluruh kejadian bagaimana keluarganya mengenal Bunga hadir dalam ingatan. Namun, menit berikutnya lelaki itu merasakan kepalanya berputar."San, tolong!" ucap Yusuf lirih.Irsan menoleh pada sahabatnya dan segera berteriak sekencang mungkin memanggil nam

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   65. Bingung

    Happy Reading*****Pagi-pagi sekali, setelah melakukan salat subuh berjemaah dengan para sahabatnya. Yusuf dan Bunga dikejutkan dengan kehadiran Purnama beserta seluruh keluarga besar keluarga Prayoga termasuk putra mereka. Kemarin malam, setelah melakukan panggilan video dan mengetahui kondisi kesehatan Yusuf, mereka sekeluarga tidak bisa duduk diam ataupun tidur nyenyak.Jafar bahkan langsung meminta asisten pribadinya untuk memesan tiket penerbangan ke Bali. Malam itu juga, lewat tengah malam, mereka sekeluarga menyusul Bunga."Eyang, Papa?" ucap Yusuf dengan bola mata terbuka sempurna. Detik berikutnya, lelaki itu melirik sang istri. "Eyang, aku bisa jelaskan siapa Bunga."Yusuf mengajak rombongan keluarganya masuk dan duduk di sofa. Para sahabatnya melihat dari jarak yang tidak begitu jauh sambil menggelengkan kepala."Ayah, kenapa nggak mau nyapa? Fatih kangen." Bukannya Jafar atau Purnama yang menjawab pertanyaan lelaki tampan itu, tetapi seorang anak kecil. Yusuf mengerutkan

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   64. Mungkinkah Ingatannya Kembali?

    Happy Reading*****Bunga menatap panik pada sang suami. Dia telah berteriak minta tolong pada dua sahabat ayahnya Fatih. Namun, Yusuf masih tetap berteriak dan berjalan ke tengah pantai.Entah apa yang terjadi dengan sang suami. Padahal, Bunga cuma ingin mengambil kerang dan segera kembali ke sisi Yusuf saat ombak yang datang terlihat sangat besar. Akan tetapi, sng suami malah berteriak keras memperingatkan dan berlari ke tengah pantai."Berhenti, Suf. Ada apa denganmu?" tanya Fawas. Sekuat tenaga, lelaki itu mengejar. Irsan dan Shaqina bahkan menghentikan kegiatan pemotretan karena takut terjadi sesuatu dengan sahabatnya."Ya Allah, Mas. Kamu kenapa sebenarnya?" kata Bunga. Dia terus berteriak memanggil Yusuf. Pergerakannya kalah cepat karena tubuh mungil si wanita.Ombak yang begitu besar menghantam Yusuf. Beruntung, Fawas sudah memegang tangan lelaki itu. Mereka berdua terseret beberapa meter ke tengah pantai. "Suf, sadar," ucap Fawas. Lelaki itu terpaksa menampar sahabatnya. Pan

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   63. De Javu

    Happy Reading*****Kelima rombongan Aghista pun melihat ke arah pandang ibu satu anak tersebut. Yusuf bahkan dengan cepat menutup mata sang istri dengan tangannya, sedangkan Shaqina terpaksa harus memalingkan muka. Malu sekali dengan adegan dua orng dewasa di depan mereka saat ini. "Cih, belum ada satu menit mengatakan akan melindungi Bunga dari gangguan lelaki manapun, tapi kelakuannya yang sekarang sungguh memalukan," kata Irsan. "Namanya bajingan, selamanya tidak akan pernah berubah," tambah Shaqina cukup keras hingga dua orang yang sedang melakukan adegan dewasa berciuman tersebut menoleh. Mata Damar membulat sempurna bahkan dia langsung mendorong perempuan yang tadi menjadi partner ya berciuman. "Jangan salah paham Bunga," kata Damar, "kamu tahu siapa dia. Sejak dulu, dia sudah mengejarku. Entah bagaimana dia bisa tahu, aku sedang ada kerjaan di sini.""Untuk apa kamu menjelaskan semua itu pada kekasihku?" tanya Yusuf. Tangannya sudah disingkirkan dari wajah sang istri."Mas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status