Share

Bab 2

Setelah selesai memilih gaun pengantin, Rafli dan Astrid pergi ke kantor bersama. Baru saja membuka pintu utama, Rafli melihat Nadia yang merupakan resepsionis perusahaan sedang sesenggukan karena menangis.

“Dua ratus ribu,” pinta Rafli pada Astrid sambil mengulurkan tangannya meminta uang.

Astrid cemberut, “Ih bisa aja kan dia nangis bukan karena putus! Siapa tahu gajinya udah habis padahal masih awal bulan!” bisik Astrid.

“Sana tanya,” kata Rafli tidak mau berdebat.

Astrid pun menghentakan kakinya dan berjalan menghampiri Nadia.

“Loh, Nad kamu kenapa?” tanya Astrid simpati.

Nadia mengusap air matanya dan menutupi hidungnya dengan tisu.

“Ah, enggak apa-apa Mba. Cuma ada masalah aja,” jawab Nadia dengan suara serak.

“Beneran enggak apa-apa? Kalau butuh teman cerita atau bantuan bilang aja, ya? Siapa tahu aku bisa bantu gitu.”

“Iya Mba, makasih banyak. Maaf jadi bikin khawatir,” ucap Nadia mencoba tersenyum.

Merasa tidak mendapatkan jawaban yang ia inginkan karena Astrid yang terlalu banyak basa-basi, Rafli pun mulai berjalan mendekat.

“Habis putus lagi, kan?” celetuk Rafli tanpa basa-basi yang membuat Astrid menyikut Rafli keras hingga Rafli mengerang sakit.

“Apaan sih?! Sakit tahu!” protes Rafli sambil mengusap lengannya.

“Ssst! Diam aja mending itu mulut!” desis Astrid gemas akan kelakuan Rafli yang seringkali tidak sensitif pada keadaan orang lain.

Nadia sedikit tersenyum kecil mendengar perdebatan kecil antara Rafli dengan Astrid yang sudah biasa ia lihat di kantor. Semua orang kantor sudah tahu kalau Rafli dan Astrid bagaikan siang dan malam.

Minyak dan air.

Dingin dan panas.

Intinya tiada hari tanpa mereka bertengkar.

“Bapak kayak cenayang ya bisa tahu,” jawab Nadia.

Rafli menyunggingkan senyuman yang tampak dipaksa lalu berkata, “Cepat sembuh ya.”

Setelah itu Rafli pun menepuk pundak Astrid, “Jangan lupa,” katanya lalu pergi.

Astrid memanyunkan bibirnya dan menatap Rafli kesal karena ia kalah taruhan.

Di kantor, Nadia sudah terkenal sering dicampakkan pacarnya. Rafli dan Astrid pun taruhan berapa bulan Nadia bertahan dengan pacarnya 2 bulan yang lalu. Rafli bertaruh kurang dari 3 bulan, sedangkan Astrid bertaruh 4 bulan.

“Sial, keuangan Pisces minggu ini emang lagi bagus,” desis Astrid setengah kesal.

***

Rafli berjalan menuju ruangannya dan mengelap mejanya dengan lap dan desinfektan yang selalu ia simpan di laci. Setelah merasa ruangannya rapi dan benar-benar bersih, ia pun langsung menyalakan laptop lalu mengetikkan suatu alamat website di laman pencarian online.

Ramalan Zodiak Minggu Ini.

Pisces:

Keuanganmu sedang baik minggu ini dan akan datang sesuatu yang mengejutkan untukmu dalam hal keuangan. Bagi kamu yang single, kamu akan bertemu dengan seseorang yang selama ini kamu tunggu. Cobalah untuk beristirahat dan luangkan waktu sejenak dari pekerjaan yang menumpuk. Ingat bahwa kesehatan juga penting ya!

Rafli membaca isi website zodiak tersebut dan tersenyum.

“Ternyata benar. Keuangan gue lagi bagus minggu ini,” ucap Rafli dalam hati.

Setelah selesai membaca ramalan zodiak untuk minggu ini, ia mengetikkan sebuah alamat website yang lain.

Saran Feng Shui Hari Ini dari Master Lin.

Bagi kalian yang membutuhkan semangat untuk mengawali hari, jangan lupa untuk makan pisang hari ini, ya! Letakkan juga barang berwarna biru muda menghadap ke utara untuk menambah keberuntungan kalian dalam hal pekerjaan. Barang yang kecil saja sudah cukup, tidak perlu yang besar. Jika kalian ingin sukses dalam hal percintaan, masukkan foto orang yang kalian sukai ke dalam amplop pink.

Rafli pun segera bangkit dari kursinya dan membuka lemari serta laci untuk mencari benda berwarna biru muda. Karena tak menemukannya, ia pergi ke pantry dan mengambil susu kotak rasa vanilla milik Dimas di kulkas. Ia lalu kembali ke ruangannya dan menaruh susu kotak itu di atas kusen jendela menghadap ke utara.

Rafli kembali duduk dan menelepon seorang office boy meminta tolong untuk membelikannya pisang. Setelah semua yang disarankan website ramalan feng shui ia penuhi, Rafli tersenyum puas dan meregangkan tangannya.

Sejak dulu Rafli memiliki rasa keingintahuan yang kuat. Ia senang mempelajari dan mengetahui hal baru. Ketika ada hal yang tidak ia ketahui, ia akan merasa kesal dan mencari tahu tentangnya. Di antara semua hal yang ia pelajari, ada satu hal yang membuatnya selalu penasaran.

Hal itu adalah masa depan.

Karena itulah Rafli mulai menyukai berbagai macam ramalan, mulai dari zodiak, shio, sampai primbon. Ia selalu ingin tahu apa yang akan terjadi padanya hari ini, esok, tahun ini dan berikutnya. Ia ingin tahu apa yang bisa ia lakukan untuk bisa mendapatkan masa depan terbaik yang bisa ia peroleh. Meskipun di depan orang lain Rafli selalu tampak cuek dan mencemooh berbagai hal yang berbau mistis atau takhayul, ia sebenarnya adalah seorang maniak ramalan.

“Raaafff!!” panggil Astrid keras yang tiba-tiba membuka pintu.

Rafli yang sontak kaget pun langsung menutup layar laptopnya cepat.

“Gue udah bilang ketok dulu kalau mau masuk ruangan gue!” seru Rafli.

Melihat gerak-gerik Rafli yang mencurigakan, Astrid maju perlahan menuju meja Rafli dan tersenyum usil.

“Hayo lagi ngapain lo? Kenapa langsung nutup laptop gitu? Jangan-jangan…”

Rafli menutup laptopnya dengan kedua tangan seakan untuk melindunginya dari Astrid. Melihat itu, Astrid pun semakin menatap Rafli curiga.

“Lo.. lagi nonton 17 plus, ya?” tebak Astrid dengan seringai.

“Hah? Ngapain juga gue—”

“Oh iya! Lo kan udah tua jadi harusnya tontonan lo 30 plus plus lah! Duh Raf masih siang juga udah nonton gituan. Makanya cari pacar terus nikah biar enggak usah nonton lagi. Capek kali belajar teori terus, tapi enggak pernah praktik,” goda Astrid lalu menyenggol lengan Rafli.

Rafli memutar bola matanya dan mendengus bete.

“Ada apa lo ke ruangan gue?” tanya Rafli mengalihkan topik.

Astrid yang baru sadar pun mengedipkan mata beberapa kali, “Oh iya ya. Tadi gue ke ruangan lo ada apa, ya? Gue sampai lupa.”

“Ya udah keluar sana kalau lupa.”

“Ih jutek banget. Pantesan jomblo. Tadinya gue mau bayar taruhan gue, tapi karena lo ambekan gue jadi males bayar.”

“Lo mau keluar lewat pintu pakai kaki sendiri atau gue lempar lewat jendela?” tawar Rafli dengan nada tenang tapi bete.

Astrid menyengir, “ya iya gue keluar. Btw, bagi-bagi materi 30 plus lo ke Dimas dong. Biar dia belajar lebih banyak teorinya. Jadi nanti pas ujian praktik langsung lulus.”

“Mau gue sambit pakai sepatu?”

Astrid tertawa dan lari keluar. Rafli menghela napas lalu mulai membuka kembali laptopnya.

“Raf,” panggil seseorang yang membuka pintu Rafli.

“Gue sambit juga lo As—” kalimat Rafli terputus saat melihat kepala Dimas yang muncul dari balik pintu.

Dimas tersenyum hingga kedua matanya hampir tertutup.

“Pagi-pagi udah ribut aja sama Astrid.”

“Ada apa?” tanya Rafli langsung to the point.

Dimas masuk perlahan sambil cengar-cengir.

“Ih jutek banget sih Mas Rafli. Tanya dulu gitu gimana kabar gue. Tidur gue nyenyak atau enggak. Udah sarapan atau enggak.”

Rafli mengangkat kepalanya dan menengadah ke atas, “Ya Tuhan dosa apa aku sampai dikelilingi makhluk macam mereka selama ini,” ucapnya dengan nada pasrah.

Dimas pun tertawa.

“Ada apa buruan gue mau ngasilin duit nih ah,” keluh Rafli.

“Iya iya. Lo tahu sepupu gue si Ivan yang suka nginap di kosan gue tiap ke Jakarta dulu, kan?”

“Hm,” Rafli mengiyakan, “yang dulu kuliah di jurusan seni rupa itu?”

“Yup,” jawab Dimas yang kini berdiri tepat di depan meja Rafli.

“Dia sekarang lagi ngelola pameran lukisan gitu. Dia ngundang gue dan gue janji akan beli satu lukisan dari acara pelelangannya setelah pameran. Nah, masalahnya Sabtu ini mamanya Astrid minta ketemuan sama gue sekeluarga sebelum balik ke Bandung. Katanya mau bicarain soal acara adat Sunda sebelum acara nikah gitu lah.”

“Terus?” tanya Rafli tak sabar.

“Ya lo tahu lah maksud gue datang ke sini dan ceritain hal itu ke lo,” ucap Dimas senyam senyum.

“Lo mau gue gantiin lo?”

“Ih gila! Lo peka banget sih! Jadi, makin sayang,” goda Dimas hendak memeluk Rafli tapi langsung Rafli tepis dengan cepat.

“Tapi, gue enggak ngerti apa-apa soal acara adat Sunda Dim.”

“Et dah! Gantiin gue datang ke pameran kunyuk! Bukan gantiin gue ketemuan sama mamanya Astrid!” seru Dimas kesal sambil mencoba menempeleng kepala Rafli.

Rafli menahan tangan Dimas yang sedikit lagi mengenai kepalanya dengan senyum simpul.

“Canda. Jadi gue tinggal datang aja ke pamerannya terus beli lukisan apa aja terserah gue?”

“Iya. Nanti uangnya gue ganti, tapi jangan pilih yang mahal. Saldo gue udah sekarat buat biaya nikah. Lukisannya juga jangan yang aneh-aneh. Gue janji akan pasang lukisannya di rumah gue soalnya. Gue juga janji mau kasih lukisan buat hadiah ulang tahun Astrid tahun ini. Pokoknya jangan merusak mood board atau tema rumah gue dan lo kan tahu lah seleranya Astrid kayak apa.”

“Lo kebanyakan janji sama orang,” sindir Rafli.

“Tsk, bawel.”

“Terus bayaran gue buat gantiin lo apa?”

“Gue traktir makan buffet atau apa lah terserah lo.”

“Seriusan terserah gue nih?”

“Iya. Udah ya? Deal ya?”

“Deal. Udah sana gue mau kerja,” usir Rafli.

Dimas mencolek dagu Rafli, “makasih sahabat.”

Rafli berdecak.

Saat akan berbalik ke arah pintu, Dimas baru sadar ada susu kotaknya di atas kusen jendela ruangan Rafli.

“Lah, susu kotak gue kenapa ada di situ?”

“Jangan diambil! Biarin aja!” seru Rafli cepat saat Dimas berjalan ke arah jendela.

Dimas menatap Rafli bingung.

“Ehm.. itu buat.. ehm.. inspirasi! Iya, buat inspirasi! Nanti gue ganti!”

Dimas masih menatap Rafli dan susu kotaknya bergantian dengan pandangan heran.

“Gila ya, susu kotak gue bisa jadi sumber inspirasi buat lo. Tapi, kenapa harus ditaruh di pojok jendela begini? Buat lighting gitu maksudnya?”

Gerah sendiri, Rafli pun bangkit dan mendorong paksa Dimas yang terus bertanya menuju pintu.

“Ya ya ya udah sana pergi balik kerja! Bye!” seru Rafli setelah mendorong Dimas keluar dari ruangannya dan langsung menutup pintu.

***

Setibanya di rumah, Rafli melihat keadaan rumah yang sepi. Biasanya ada ayahnya yang duduk di meja makan yang sedang membaca buku atau nonton tv dan menyambutnya sepulang kerja. Walaupun menyukai ketenangan, Rafli tidak begitu suka sendirian.

Ia pun pergi ke kamar untuk berganti pakaian. Saat baru membuka pintu kamar, mata Rafli langsung melotot dengan kening yang berkerut. Ia baru saja melihat sesuatu yang aneh dan seharusnya tidak ada di atas kasurnya.

Ada seorang gadis kecil tertidur pulas di atas tempat tidurnya.

Rafli menggosok matanya beberapa kali, takut kalau ia salah lihat dan gadis kecil itu hanya khayalannya.

Tapi gadis kecil itu masih ada di tempat tidur Rafli.

Bahkan Rafli menutup pintu kamarnya dan membukanya kembali karena masih tidak percaya dengan penglihatannya.

“Lah, anak siapa ini nyasar di kasur gue?!” pikir Rafli.

Rafli pun pergi ke ruang tamu dan mengambil sebuah payung panjang. Ia berjalan kembali ke kamar dan mencoba mencolek gadis kecil itu dengan payung yang ia bawa beberapa kali.

“Ini manusia atau makhluk jadi jadian sih?” batin Rafli bertanya-tanya.

Setelah beberapa kali Rafli mencoleknya dengan ujung payung, gadis kecil itu perlahan mulai terbangun dan membuka matanya melihat ke sekitar. Rafli mundur satu langkah dan memegang payungnya bersiaga, takut kalau gadis cilik itu tiba-tiba menyerangnya.

Setelah menggosokkan matanya beberapa kali dan menguap, gadis cilik itu memandang ke arah Rafli dengan pandangan heran.

“Papa?”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status