Share

Bab 3

“Papa?” panggil si gadis cilik pada Rafli.

Rafli melongo.

“Wah siapa sih ini yang ngerjain gue? Kawin aja belum pernah gimana ceritanya gue udah punya anak?” pikir Rafli.

Beberapa pertanyaan dan skenario dalam otaknya mulai silih berganti.

Lalu gimana cara bocah itu masuk ke dalam rumahnya?

Apa ini karena keusilan Dimas atau Astrid?

Tapi mereka tidak punya kunci rumah. Yang punya kunci rumah hanya dirinya, ayah dan Rafa — adiknya.

“Ini pasti hasil kerjaan si Rafa yang mau ngeprank gue. Kurang kerjaan tuh bocah,” tebak Rafli.

“Papa sejak kapan potong rambut? Kok jenggotnya hilang?” lanjut bocah kecil itu yang memandang Rafli dengan tatapan heran.

“Dek, aku ini bukan papa kamu. Coba cerita siapa yang nyuruh kamu ngaku-ngaku jadi anak aku? Namanya Rafa bukan? Orangnya yang tinggi, dekil, jelek?” tanya Rafli.

Si gadis kecil mengerutkan keningnya bingung.

“Papa ngomong apa sih? Freya jadi bingung.”

“Stop panggil saya papa. Saya ini bukan papa kamu. Nikah aja belum,” jawab Rafli.

Gadis kecil bernama Freya itu masih memandang Rafli dengan tatapan bingung.

“Papa itu papanya Freya,” katanya sambil menunjuk ke Rafli.

“Papa lagi ngerjain Freya ya?” lanjutnya.

“Lah bocil malah nuduh gue yang ngeprank,” pikir Rafli.

Freya pun melihat ke sekeliling kamar dan semakin heran.

“Loh kok kamar Freya berubah? Kita lagi di mana Pa?” tanyanya.

“Anjir, nih bocah jago banget actingnya kayak bingung beneran,” pikir Rafli.

“Ini kamar saya. Kamu rumahnya di mana? Kenapa bisa ada di sini? Coba jawab jujur siapa yang nyuruh kamu tidur di sini dan ngaku-ngaku jadi anak saya. Janji deh saya enggak akan marah,” ujar Rafli.

Karena masih juga belum mengerti dengan yang terjadi, Freya turun dari kasur dan berjalan keluar kamar. Ia tampak bingung dengan keadaan sekitar.

“Ehh hey kamu mau mau kemana?” seru Rafli.

Freya tidak menghiraukan dan melihat ke sskitar rumah yang aneh. Rasanya semua barang-barang di rumah terasa kuno dan tertinggal jaman. Ia perhi dapur dan melihat ke kalender besar yang tergantung di dekat kulkas. Ia tampak terkejut.

“Ini siapa yang ganti kalender Pa?” tanya Freya pada Rafli sambil menunjuk ke arah kalender.

“Enggak ada yang ganti kalender dan stop panggil saya papa! Dibilang nikah saja belum,” seru Rafli frustasi.

“Nikah aja belum? Emang umur papa sekarang berapa?”

“Eh? Hm 28 tahun.”

Freya pun kaget. Papanya berkata kalau ia masih berusia 28 tahun. Wajah papanya yang ia kenal juga seharusnya tidak semuda ini dan seharusnya sudah ada keriput. Di kalender juga tertulis kalau saat ini masih tahun 2022. Sementara seharusnya saat ini tahun 2032.

“Jangan-jangan.. aku pergi ke masa lalu?!” pikir Freya.

Rafli mencoba menghampiri Freya yang diam mematung.

“Stop main main. Sekarang bilang sama saya siapa yang bantu kamu masuk ke rumah ini. Kalau kamu nakal terus kayak gini, saya laporin polisi loh!” kata Rafli mencoba menakut-nakuti Freya.

“Freya baru ngerti Pa! Freya ternyata datang ke masa lalu!” ucap gadis cilik itu riang.

“Ngomong apa sih kamu?”

“Freya anak papa di masa depan!”

Rafli menggaruk kepalanya frustasi karena omongan Freya semakin ngawur dan tidak masuk akal baginya.

Rafli menghembuskan napas kasar, “Dek, dengerin ya. Saya enggak punya banyak waktu buat main main. Saya antar kamu pulang aja ya? Rumah kamu di mana?”

“Papa enggak percaya sama Freya?”

Rafli memutar bola mata malas. Mana mungkin ia percaya ketika seorang gadis kecil mengaku kalau dia adalah anaknya dari masa depan? Sungguh tidak masuk akal dan mustahil.

“Anak-anak jaman sekarang semakin aneh khayalannya ya?” pikir Rafli.

“Coba kamu buktiin kalau kamu anak saya dari masa depan,” tantang Rafli.

Freya tampak berpikir dan menggembungkan pipinya yang chubby.

“Freya tahu alamat rumah papa di masa depan!” jawabnya antusias.

“Ah kalau itu sih kamu bisa aja ngarang. Gimana kamu buktiin kalau yang kamu bilang itu benar terjadi di masa depan?” sanggah Rafli.

“Tunggu aja sampai kita di masa depan!” jawab Freya polos.

“Kelamaan. Kalau gitu, coba sebutin sesuatu yang cuma kamu tau tentang saya. Katanya kan anak saya di masa depan. Hm?”

Freya melipat kedua tangannya di dada dan berlagak berpikir keras.

“Oh! Freya tahu siapa cinta pertama papa!”

“Oh ya? Hayo siapa namanya,” tantang Rafli dengan nada mengejek.

“Anya! Namanya Anya!” jawab Freya girang.

Rafli tertegun.

Tidak mungkin dia tahu. Tidak ada seorang pun yang tahu kecuali dirinya sendiri. Bahkan ayah dan adiknya pun tidak tahu. Dia tidak pernah menceritakan orang-orang sekitarnya tentang Anya.

“Freya bener kan!” kata gadis itu riang.

“Kamu tau dari mana?” tanya Rafli yang kini penasaran.

“Papa yang cerita ke Freya.”

Rafli jadi semakin bingung. Ia bahkan jadi mulai curiga jangan-jangan yang dikatakan Freya benar— kalau ia adalah anaknya dari masa depan. Apalagi setelah mencoba mengamati, Rafli sadar kalau Freya punya paras yang sangat mirip dengannya.

Tapi bagaimana caranya Freya datang ke masa lalu?

“Kalau kamu memang benar dari masa depan, gimana caranya kamu datang ke masa lalu?” tanya Rafli.

“Enggak tahu,” jawab Freya sambil mengedikkan bahunya.

“Freya cuma ingat kalau Freya tidur di kamar kayak biasa dan tiba-tiba Freya bangun di kamar itu,” lanjutnya.

Rafli jadi bimbang dan tidak tahu harus bagaimana mengatasi hal ini. Apakah ia harus percaya atau menyelidiki lebih lanjut. Ia bahkan sempat berpikir apakah ia perlu sampai tes DNA dengan anak kecil itu.

Setelah pulang kerja dan capek, ia malah harus menghadapi persoalan memusingkan seperti ini.

Karena sudah terlalu lelah, Rafli memutuskan untuk percaya saja dulu malam ini dan kembali memikirkan langkah selanjutnya besok.

“Saya sudah capek. Mau tidur. Kamu juga pasti masih ngantuk karena ini sudah malam. Untuk malam ini saya ijinin kamu tidur di sini. Kamu tidur di kamar ayah saya saja.”

“Ayahnya papa? Kakek masih hidup?” tanya Freya polos.

“Masih hidup? Maksudnya di masa depan Ayah..” pikir Rafli menerka-nerka.

“Kamu tahu kapan ayah saya meninggal?” tanya Rafli.

Freya mengagguk pasti.

Rafli bimbang apakah sebaiknya ia tahu atau tidak. Tapi ia benar-benar penasaran.

“Kapan ayah saya meninggal?” tanya Rafli akhirnya.

“Sebelum Freya lahir.”

Rafli kembali tertegun dan kaget dengan perkataan Freya.

“Tunggu dulu. Dia bahkan belum tentu benar-benar anakku dari masa depan. Aku benar-benar harus tes DNA untuk membuktikannya,” pikir Rafli.

“Ya sudah. Pokoknya malam ini kamu tidur di kamar ayah saya. Sudah malam dan saya ngantuk.”

Rafli pun mengantar Freya untuk tidur di kamar ayahnya.

“Lampunya jangan dimatiin,” pinta Freya hingga Rafli tidak jadi menekan sakelar lampu.

“Iya nih enggak dimatiin.”

“Papa enggak elus-elus punggung Freya?”

Rafli menaikkan satu alisnya.

“Er enggak. Kamu enggak boleh jadi anak yang manja,” kata Rafli sebelum akhirnya menutup pintu.

Ia berharap gadis kecil di kamarnya tidak menangis.

Di kamarnya, Rafli sempat tidak bisa tidur karena memikirkan perkataan-perkataan Freya. Ia bahkan jadi penasaran kalau memang Freya adalah anaknya di masa depan, siapa ibunya?

***

Paginya, Rafli terbangun dan kaget saat melihat ke arah jam. Ia bangun kesiangan untuk jadwal meeting di kantor pagi ini. Reflek, Rafli langsung pergi ke kamar mandi untuk bersiap-siap dengan tergesa. Ia bahkan sempat lupa dengan kejadian semalam sampai Freya membuka pintu dan menyapanya.

“Morning!” ucap Freya yang kemudian menguap.

“Astaga! Aku sampai lupa kalau ada anak kecil ini di rumah,” batin Rafli.

“Saya lagi buru-buru, kamu makan roti saja ya kalau lapar,” kata Rafli yang sedang memakai sepatunya.

Rafli pun mulai berpikir apakah ia harus membawa Freya ikut ke kantor atau membiarkannya sendiri di rumah ini. Tapi, bagaimana kalau anak kecil itu berulah dan membuat kekacauan di rumah? Ia tidak bisa mengawasinya dari kejauhan.

Akhirnya, Rafli memutuskan untuk membawa Freya pergi bersamanya ke kantor. Setelah Freya mencuci muka dan sikat gigi, mereka pun berangkat ke kantor Rafli.

Di mobil, Rafli terlalu fokus ke jalanan untuk mencari rute tercepat. Sementara Freya bersenandung sambil memakan roti cokelat yang Rafli beri.

Di kantor, Rafli bergegas masuk dan Freya mengekorinya si belakang.

“Pagi Pak,” sapa Nadia.

“Pagi,” sapa Rafli sekilas dan segera berjalan cepat menuju ruangannya.

“Pagi Mba Nadia!” sapa Freya dengan nada riang.

Nadia yang kaget pun melihat ke arah Rafli dan Freya bergantian. Ia heran karena Rafli datang dengan seorang anak kecil. Melihat keanehan seperti itu rasanya seperti melihat ikan berjalan di tanah. Apalagi si gadis kecil yang tahu namanya di saat Nadia bahkan belum pernah berkenalan dengan Freya sebelumnya.

“Raf! Udah pada nunggu tuh yang lain di ruang meeting,” panggil Astrid yang muncul di belakang Rafli dan Freya.

Rafli awalnya tidak menoleh dan hanya mengisyaratkan “OK” dengan tangannya ke Astrid. Tapi, Freya menoleh ke belakang dan saat melihat Astrid wajahnya berbinar.

Freya kemudian berlari ke arah Astrid.

“Mami!” panggil Freya yang lalu memeluk kaki Astrid.

Sontak Astrid terkejut melihat seorang gadis kecil memanggilnya dengan sebutan ‘Mami’.

“Ehhh? Ma—mami?!”

Mendengar Freya memanggil sebutan ‘Mami’ ke Astrid membuat Rafli berbalik badan dengan cepat.

Ia melongo.

“Tunggu dulu! Kenapa si bocah manggil Astrid ‘Mami’?! Mana mungkin gue sama Astrid punya anak bareng?!” pikir Rafli.

“Raf! Ini anak siapa tiba-tiba manggil gue ‘Mami’?!” seru Astrid bingung.

Rafli pun berjalan cepat menghampiri keduanya dan menarik tangan Freya yang memeluk Astrid.

“Ehm ini.. itu anak.. temen gue,” jawab Rafli sambil mencoba berpikir alasan terbaik karena ia tidak mungkin memperkenalkan Freya sebagai putrinya dari masa depan.

Dia sendiri bahkan belum sepenuhnya percaya.

“Anak temen lo? Ngapain lo bawa ke kantor?”

“Ceritanya panjang nanti gue jelasin abis meeting. Bye!” ucap Rafli yang menarik Freya ikut bersamanya ke ruangan.

Dalam ruangan kerjanya, Rafli pun menanyai Freya kenapa bisa memanggil Astrid dengan sebutan ‘Mami’.

“Karena itu maminya Freya,” jawab Freya seadanya.

“Enggak mungkin! Astrid itu bakal nikah sama Dimas! Saya enggak mungkin punya anak sama Astrid! Kami ini hanya sahabat!” elak Rafli.

“Mami sama Om Dimas kan cerai.”

Rafli terdiam.

Satu lagi hal di masa depan yang Freya katakan membuatnya terkejut bagai petir di siang bolong.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status