Namun belum sempat dia bertanya, asisten Nyonya Mira masuk. Wanita itu menyerahkan selembar kertas pada Nyonya Mira. Lalu Nyonya Mira menunjukkan itu pada Emily.
“Emily, maafkan ibu. Jika dari awal Ibu mengetahui semua ini dan dari awal memberitahumu, mungkin semua ini tidak akan terjadi.” Dengan tangan gemetar Emily menerima kertas yang disodorkan Nyonya Mira. Setelah membacanya dengan seksama, kedua matanya terbelalak. “Jadi benar apa yang dikatakan Alika kemarin? Aku adalah anak kandung Nyonya Mira?” Nyonya Mira, mengangguk. “Benar sayang, itu semua benar. Aku tidak menyadarinya dari awal. Aku benar-benar terlambat mengetahuinya. Dan setelah aku mengetahuinya pun aku masih mau menyembunyikan semuanya. Karena aku merasa waktu belum tepat untuk memberitahumu. Dan ternyata aku telah melakukan kesalahan. Karena terlambat memberitahumu.” Felix yang mendengar semua itu pun terkejut bukan main. Dia langsung bertanya Nyonya Mira. “Apa yang Anda katakan? Istriku adalah putri kandungmu?” Nyonya Mira menatap Felix dan kemudian mengangguk. “Tomi Juwanda sudah mengetahuinya, tapi dia justru menyembunyikan dariku. Dan aku benar-benar terlambat menyadarinya.” Sungguh, Emily mendapatkan kejutan luar biasa. Bukan hanya mendapatkan suami dengan cara tidak biasa, dia juga ternyata adalah anak kandung wanita yang sangat ia segani dan sayangi. Tidak ada hal yang membuatnya paling bahagia selain hari ini. Hidupnya terasa sempurna. Sekarang, ibu dan anak itu saling memeluk dan menangis. Akhirnya, mereka sepakat untuk melupakan Tomi Juwanda yang telah kabur. Lidya dan Alika. Masa kelam yang dialami Emily benar-benar berakhir setelah Adreno resmi dijebloskan ke penjara. Adreno dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas beragam tuduhan yang tak terhitung jumlahnya. Salah satunya adalah pembunuhan berencana atas kedua orang tua Felix. Sebenarnya, vonis itu tergolong ringan, karena awalnya hakim memutuskan hukuman mati. Namun, berkat permintaan dari Felix yang beberapa kali mengajukan keringanan, hukuman itu diturunkan menjadi penjara seumur hidup. Namun siapa sangka, Adreno ternyata tidak sanggup menanggung beban aib dan kenyataan pahit yang menertawakannya dari setiap sudut. Di balik jeruji, dunia terasa begitu sempit dan gelap baginya. Hingga akhirnya, Adreno memilih jalan pintas—ia mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di kamar mandi tahanan. Kabar itu menghantam keluarga besar Kelvin. Ibunya memilih pergi jauh ke luar negeri, mungkin untuk melarikan diri dari kenyataan pahit yang telah menghancurkan jiwanya. Tapi tidak dengan Kelvin. Ia tetap tinggal di sini, memenuhi permintaan terakhir dari Tuan Tua Widjaja. Lagi pula, di hati Kelvin, semua kesalahan ini adalah murni tanggung jawab sang Ayah. Bukan dirinya. Bukan Emily. Bukan Felix. Maka, saat kabar kematian ayahnya datang, Kelvin tidak begitu terguncang. Ia merasa bahwa kematian itu adalah ganjaran yang pantas atas dosa-dosa besar yang telah merenggut nyawa orang tua Felix. Tuan Tua Widjaja sendiri telah memilih untuk berdamai dengan semuanya. Menerima kenyataan dengan penuh keikhlasan. Waktu pun berjalan, hari-hari berganti, begitu pula bulan-bulan yang datang dan pergi. Di tengah semua luka dan perjuangan, sebuah kabar bahagia pun tiba. Bayi yang selama ini dinanti dari rahim Emily akhirnya lahir ke dunia, membawa sinar baru yang menyelimuti keluarga mereka dengan kehangatan dan harapan baru. – SETELAH DUA GENERASI BERLALU. Bandara Internasional Kota X. Rania tiba di tempat parkir. Dia melirik jam di ponselnya. Pukul 8 malam. Saat dia baru saja mengulik handphonenya dan ingin menelpon Mirna, sebuah mobil Maybach berwarna merah berhenti di depannya. Rania tersenyum sambil bergumam, “Sahabatku memang yang terbaik. Dia datang tepat waktu!' Lalu dia berjalan ke arah mobil dan mengulurkan tangannya. Dengan santai dia membuka pintu belakang mobil itu dan masuk. Saat baru saja duduk, tiba-tiba terdengar suara dingin dari sebelahnya. "Ada urusan apa?" Rania segera menoleh dan seketika tertegun. Dia mengerjapkan matanya sambil berpikir, 'Kenapa bisa ada laki-laki di sini?' Laki-laki itu mengenakan kemeja putih bersih dengan dasi berwarna gelap dan bermotif. Dia terlihat seperti seorang pebisnis dewasa yang elit. Hidungnya mancung, bibirnya tipis dan terlihat dingin, lalu garis dagunya terlihat tegas... Secara keseluruhan wajahnya membuat orang merasa senang melihatnya, membuat orang mengaguminya. Mungkin ketampanan wajahnya bisa digambarkan menjadi seperti ketampanan yang bisa membalik dunia orang. Beberapa detik berdiam dengan lingung, kesadaran Rania pulih kembali. Ternyata dia salah masuk mobil. Dia mengerutkan alisnya dan bibirnya yang tertutup rapat hendak berbicara, tapi tiba-tiba handphonenya berbunyi. Rania kemudian mengangkat telepon itu. "Sayangku.. pintu masuk di sini di tutup! Tapi kamu jangan khawatir, sepuluh menit lagi aku sampai. Tunggu ya…" Suara Mirna terdengar. Rania seketika tertegun, "Oh oke, tidak apa-apa." 'Jadi aku beneran salah naik mobil...' pikirnya. Wajahnya memerah menahan malu. Setelah menutup teleponnya, dia langsung menjelaskan kepada laki-laki itu, "Maaf, aku salah masuk mobil. Maaf ya. Kukira ini mobil sahabatku yang datang menjemputku." Laki-laki itu tidak mengatakan apapun dan raut wajahnya terlihat datar. Rania akhirnya bersiap untuk turun dari mobil, tapi saat itu malah terdengar suara seorang laki-laki lain yang duduk di depan setir, "Nona ini hanya salah masuk mobil... Kak, jangan galak-galak, kamu membuatnya takut.” Rania melihat ke arah tempat duduk di depan. "Nona, jangan takut." Laki-laki muda itu tertawa kecil, "Kakakku memang seperti itu, dia terlihat dingin tapi sebenarnya dia tidak pernah memiliki pacar, padahal dia sudah..." Sebelum dia selesai bicara tiba-tiba terdengar suara gonggongan yang besar dari bagasi mobil. Kemudian sebuah bayangan hitam muncul dari belakang dan langsung pergi ke arah Rania. "Ah!..." Rania terperanjat kaget bukan main. Tanpa sadar dia bergerak mundur sebisanya. Dia jatuh kepangkuan Aaron Widjaja. Dia tidak peduli justru memeluk Aaron dan berteriak lagi, "Tolong!" Saat Ken belum selesai berbicara, perkataannya langsung berhenti karena melihat semua itu.Sesampainya di rumah, Rania dibuat terkejut. Meja makan penuh dengan hidangan hangat: sup ayam ginseng, tumis sayuran, ikan bakar, dan bahkan puding mangga kesukaannya.“Ini... kamu yang pesan?” Rania meliriknya curiga.Aaron duduk santai, melepas jasnya, lalu menggulung lengan kemejanya. “Aku yang masak.”Rania menahan tawa. “Jangan bercanda. Mana mungkin CEO yang sibuk bisa masak seperti ini.”“Tanya saja pada koki keluarga. Aku belajar beberapa menu sederhana.” Aaron menatapnya serius. “Aku ingin kamu makan makanan yang benar, bukan hanya instan atau camilan.”Hati Rania seperti tersengat. Dia ingin menyangkal, tapi perhatiannya yang kecil itu begitu nyata. Dengan malas ia duduk, lalu mulai menyendok sup ayam ginseng. Rasanya hangat, lembut, dan entah kenapa ini membuat perasaannya agak aneh.Aaron memperhatikan dengan seksama. “Bagaimana?” tanyanya.Rania berdehem, berusaha menyembunyikan perasaannya. “Lumayan.”Aaron tersenyum puas, lalu menambahkannya dengan lembut, “Kalau kamu
"Suamimu akan membantumu mengambil pakaian." Aaron berkata sambil mengeluarkan sebuah gaun dari lemari, "Pakailah ini."Rania melihatnya, itu adalah gaun kuning angsa yang dia beli bersama Mirna.Gaun itu memang bagus, tapi terlalu panjang dan desain kerahnya juga terlalu tinggi.Bukankah tidak nyaman jika pergi ke kelas mengemudi dengan gaun seperti itu?"Cukup." Hanya kata itu yang diucapkan Aaron, dan Rania langsung menundukkan kepalanya. Dia melemparkan bajunya dengan marah lalu berbalik dan kembali berbaring, "Aku tidak mau ke kelas!""Sangat menjengkelkan!"Aaron mengangkat alisnya, "Benar nih tidak mau pergi?""Iya.""Bagus kalau begitu."Detik selanjutnya... "Ahhhhhhhh aku pergi, bisakah aku pergi?" Rania segera mengambil gaun itu, dan memakainya."Bagus." Aaron terlihat sangat puas. "Setelah mandi, pergilah ke bawah untuk sarapan."Setelah 10 menit, Rania bersiap-siap dan turun ke bawah dengan menggunakan tas kecil. Dari jauh, tercium bau lezat.Rania melihat meja makan yang
"Kak Aaron." Suara wanita dari seberang telepon memanggil dengan lembut, "Besok, aku akan berada di pesawat yang sama dengan Ziyang, akan ku kirimkan nomor penerbangan saat aku sudah mendaftar."Rania bertanya, "Siapa kamu?"Wanita di seberang telepon itu terdiam."Halo? Kenapa diam?"Masih belum ada jawaban dari wanita itu, tiba-tiba telepon langsung ditutup.Rania meletakkan handphone itu lalu menatap Aaron yang sedang mabuk, dia terus bertanya-tanya.Wanita tadi memanggilnya Kak Aaron, "Intim sekali, dia bukan cinta lama suamiku kan?""Ck, apa cinta lamanya akan datang menemuinya?"Seperti menyadari sesuatu, Aaron mulai bertingkah angkuh, "Sayang, bantu aku mandi.""Mandi? Mau mandi kan?" Rania tersenyum jahat.Dia berjalan ke kamar mandi dan menyalakan air. Setelah beberapa saat, dia keluar dengan baskom berisi air dingin dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia menyiramkan air itu ke Aaron.Aaron yang masih terkapar di kasur langsung bangun dan membuka mata. Rania sangat senan
Jangankan Ken, sebagai perempuan dia juga berpikir kalau kata "sayang" sangatlah menjijikan.Rania berbicara dengan nada yang kasar dan terlihat kesal, "Menyusahkan, Besok aku harus bangun pagi-pagi, dan sekarang sudah lebih dari jam sebelas. Cepat bangun, ayo pulang denganku!"Aaron sangat jarang kehilangan kesabarannya, ia meraih tangan Rania dan berdiri di atas sofa. Dengan seketika dia memeluk gadis kecil itu dengan beban yang lebih dari 50 kilogram, "sayang, kenapa kamu terlambat datang?"Rania merasa semakin kesal, dia mengerutkan kening dan mencoba membantunya keluar, tapi yang terjadi malah..."Aku bertanya, tapi kamu tidak menjawab, suamimu ini akan menghukummu."Tiga orang lain yang ada di ruangan itu tertawa dan membuat Rania semakin merasa malu serta marah, "Kamu sengaja kan pura-pura mabuk?""Sayang kamu tidak sopan. Jangan keluarkan kata-kata kotor lagi."Wajah Rania kembali memerah, dia hanya bisa membisikkan peringatan kepadanya, "Kalau begitu kamu tidak boleh berbicar
Rnia turun setelah bus sampai di pusat kota, lalu dia harus naik bus umum. Karena terlambat, Aaron mengirim pesan teks, [Sayang, kamu sudah pulang?] Rania membalas, [Masih lima halte lagi.] [Kenapa kamu tidak naik taksi?] [Tidak ada uang.] Kemudian tidak ada balasan dari Aaron. Tapi beberapa detik kemudian dia mendapat notifikasi dari bank. Rania terlihat senang, dan segera memeriksa. "Sialan!" "100 ribu?" "hhmm, bos perusahaan Widjaja hanya mengirim uang segitu kepada istrinya?" "Dasar pelit!" Jelas terlihat, Rania sangat kesal sampai berteriak, "Kurang ajar". Dia pun mengirim pesan, [Aku ingin memukulmu sampai mati] Karena masih belum merasa lega. Baru saja dia ingin mengirim lagi [Aku akan membunuhmu suami sialan] Aaron membalas dengan stiker "senyum" Melihat stiker itu, Rania seperti melihat pria itu menatapnya dengan tajam dan dalam... Dia pun takut, dan langsung buru-buru menghapus stiker terakhir itu dan menggantinya dengan "Berlutut dan berterima k
Setelah kelas mengemudi itu selesai dan Rania sudah pergi, staf itu segera pergi ke samping untuk mengambil ponselnya dan menekan nomor, "Halo, asisten Li.” “...” "Ya, Rido sudah dipindahkan. Saya menjadi satu-satunya pelatih wanita di sekolah mengemudi ini untuk melatih Nona Rania. Sekarang Nona Rania sudah di kelas." "Pasti, pasti, sama-sama.” Karena ingin segera mendapatkan SIM-nya, Rania mendaftar banyak kelas selama beberapa hari terakhir ini. Dia mengikuti kelas dari pukul 10:00 hingga 11:30 pagi, lalu istirahat dan makan, kemudian pukul 1:00 siang sudah harus masuk kelas lagi.Cuaca di akhir Agustus sangatlah panas.Terutama pada pukul dua atau tiga sore, matahari bersinar sangat terik. Bahkan di dalam mobil ber-AC pun, Rania tetap saja tidak tahan.Akhirnya waktu istirahat tiba. Rania pun pergi ke kafe dan memesan segelas besar es teh susu. Baru saja dia duduk dan minum seteguk, terdengar dua gadis di meja sebelah yang sedang bergosip, "Wow, lihat pria tampan itu?""Apa d