Share

Bab 3

Author: Zaina Aulia
Dulu Andini tinggal di Paviliun Persik. Di halamannya terdapat berbagai jenis bunga plum. Saat memasuki musim dingin, bunga plum di halaman akan bermekaran dan layu pada musim semi.

Kresna mengutus orang pergi ke berbagai tempat di Negara Darsa untuk mencari semua bunga plum itu. Hanya karena waktu kecil Andini pernah mengatakan dia paling menyukai bunga plum. Keluarga Adipati menghabiskan banyak uang setiap tahun untuk merawat bunga-bunga itu.

Namun, setelah Dianti kembali, dia hanya memuji bunga plum di halaman paviliun Andini sangat cantik. Akhirnya, Paviliun Persik pun menjadi milik Dianti.

Kala itu, Andini sangat membenci Keluarga Adipati. Sekarang dia sudah mati rasa. Dianti adalah putri asli Keluarga Adipati, tentu saja semua yang ada di Kediaman Adipati adalah milik Dianti. Sementara itu, Andini hanya orang luar yang merebut posisi Dianti selama 15 tahun.

Pelayan yang membawa Andini menjelaskan dengan ramah, "Pelayan yang melayani Nona Andini dulu sudah menikah. Nyonya menyuruh hamba melayani Nona. Nama hamba Laras. Ke depannya Nona bisa memerintah hamba untuk melakukan apa pun."

Wajah Laras sangat manis dan berisi. Andini merasa Laras sangat familier. Dia bertanya, "Dulu kamu bekerja di paviliun Tuan Abimana?"

Laras menyahut dengan ekspresi kaget, "Nona masih ingat hamba?"

Andini mengangguk. Dulu dia sering bermain di paviliun Abimana. Tentu saja dia ingat dengan bawahan yang bekerja di paviliun Abimana. Namun, Andini tidak mengerti kenapa Abimana mengutus bawahannya untuk melayaninya.

Andini teringat 3 tahun yang lalu Abimana beberapa kali mengira dia berniat mencelakai Dianti. Jadi, Andini merasa Abimana mengutus Laras untuk mengawasinya.

Paviliun Ayana tidak besar. Begitu masuk, tampak sebuah kolam teratai. Pada musim panas, teratai di kolam akan bermekaran. Selain banyak serangga, sebenarnya bunga teratai juga cantik.

Akan tetapi, bunga teratai sudah layu pada musim dingin. Hanya tangkai teratai layu tersisa di permukaan kolam yang membeku. Pemandangan yang suram ini membuat Paviliun Ayana terasa lebih dingin daripada di luar.

Untung saja, ruangan di dalam Paviliun Ayana terasa hangat. Tungku dinyalakan dan para bawahan sudah menyiapkan air panas. Laras hendak membantu Andini mandi, tetapi Andini menghentikannya, "Nggak usah. Aku mandi sendiri saja."

Laras menimpali dengan ekspresi terkejut, "Mana boleh begitu? Hamba nggak boleh membiarkan Nona mandi sendiri."

Andini mengulangi ucapannya, "Aku mandi sendiri saja."

Nada bicara Andini terdengar tenang, tetapi sikapnya sangat tegas. Laras terpaksa meletakkan pakaian di tangannya dan berpesan, "Kalau begitu ... hamba tunggu Nona di luar. Nona panggil hamba saja kalau butuh bantuan."

"Oke," sahut Andini dengan lirih. Setelah Laras keluar, Andini baru menutup pintu. Dia berjalan ke belakang layar pembatas dan melepaskan pakaiannya.

Dua jam kemudian, Andini baru pergi mengunjungi Ainun. Begitu masuk, Abimana mencegat Andini dengan ekspresi marah.

Abimana menegur, "Kenapa kamu nggak mengganti bajumu? Apa kamu sengaja memakai baju pelayan supaya Nenek merasa kasihan padamu?"

Andini hendak menjelaskan, tetapi Abimana tidak memberinya kesempatan. Abimana mendorong Andini dan menegaskan, "Aku peringatkan kamu, Nenek kurang sehat, jangan sampai dia syok. Sebaiknya kamu urungkan niat jahatmu itu! Kalau kamu buat Nenek sedih, aku nggak akan ampuni kamu!"

Andini didorong keluar dari paviliun. Tadi Andini terkilir, sekarang dia terus didorong Abimana. Pergelangan kaki Andini terasa sakit. Alhasil, Andini terhuyung dan terjatuh ke tanah.

Kebetulan Kirana yang baru datang melihat kejadian ini. Dia berseru, "Abi, hentikan!"

Kirana buru-buru menghampiri mereka. Melihat Andini tidak mampu berdiri, Kirana menyuruh pelayan memapahnya.

Abimana berujar dengan tatapan dingin, "Bu, ini bukan salahku. Dia yang berniat jahat! Jelas-jelas kamu sudah belikan baju baru untuknya, tapi dia bersikeras memakai baju ini untuk menemui Nenek. Dia pasti berniat membuat Nenek kesal!"

Kirana baru menyadari Andini masih memakai baju pelayan. Dia mendesah, lalu berucap dengan lembut, "Andin, selama kamu tinggalkan Kediaman Adipati, kondisi nenekmu makin melemah. Kakakmu memang salah karena menyakitimu, tapi dia mengkhawatirkan kesehatan nenekmu."

Kirana menambahkan, "Sebaiknya kamu ganti baju dulu."

Andini melihat Kirana dan Dianti, lalu menyahut, "Bajunya kekecilan."

Kemungkinan Kirana membeli baju baru itu sesuai ukuran Dianti. Namun, Andini lebih tinggi dari Dianti. Jadi, baju-baju itu tidak muat.

Kirana yang merasa bersalah menanggapi, "Ternyata begitu. Ibu yang lalai. Ibu suruh orang siapkan baju baru untukmu."

Siapa sangka, Abimana makin marah. Dia menimpali, "Apanya nggak muat? Kamu cuma sedikit lebih tinggi dari Dianti! Masa kamu nggak bisa pakai baju-baju itu? Kamu malah makin manja setelah menjadi pelayan selama 3 tahun!"

Andini menarik napas dalam-dalam. Dia merasa Abimana suka memfitnahnya. Akhirnya, Andini menyingkap lengan bajunya di depan semua orang dan menjelaskan, "Bukan nggak muat, tapi nggak bisa tutupi ini."

Semua orang terkesiap. Kedua tangan Andini dipenuhi memar dan ruam. Bahkan, ada beberapa bagian yang melepuh. Kondisinya benar-benar parah.

Namun, yang paling parah adalah luka di lengan Andini. Sepertinya Andini dipukul dengan cambuk atau bambu. Seluruh lengan Andini dipenuhi luka lama dan baru.

Akhirnya, Abimana paham maksud Andini. Baju yang dibelikan Kirana kekecilan sehingga tidak bisa menutupi lengan Andini. Saat Andini memberi hormat kepada Ainun, lukanya pasti terlihat. Nantinya Ainun pasti sedih.

Kirana juga paham. Air matanya mengalir. Dia memegang tangan Andini dan berujar, "Ibu kira kamu marah makanya kamu nggak izinkan Ibu menyentuhmu. Ternyata ... Ibu membuatmu kesakitan, ya?"

Andini tidak berbicara. Dia juga tidak menarik tangannya dan membiarkan Kirana memegang tangannya.

Laras yang berdiri di samping juga mengomentari dengan mata memerah, "Pantas saja Nona melarang hamba melayaninya. Nona, apa tubuhmu dipenuhi luka?"

Semua orang terkejut mendengar ucapan Laras. Luka di lengan Andini sudah cukup parah. Jika seluruh tubuh Andini ....

Kirana segera memerintah, "Cepat panggil tabib!"

Salah satu pelayan melaksanakan perintah Kirana. Dianti bertanya sambil berlinang air mata, "Kenapa ... mereka memperlakukan Kak Andini seperti ini?"

Sebenarnya, lebih baik Dianti tidak berbicara seperti itu. Begitu ucapannya terlontar, Andini tidak bisa menahan kebenciannya lagi.

Andini memandang Dianti sembari menyindir, "Tentu saja mereka diperintah Putri. Siapa pun yang menindasku akan mendapatkan hadiah uang dari Putri. Hadiah uangnya makin banyak kalau siksaannya makin kejam. Siapa suruh ... aku pecahkan mangkuk Putri?"

Tubuh Dianti menegang setelah mendengar ucapan Andini. Dia memandangi Andini seraya terbelalak. Air matanya juga mengalir, seolah-olah dia yang ditindas selama 3 tahun.

Pelayan di belakang Dianti menunduk dan tidak berbicara. Dia yang memfitnah Andini 3 tahun yang lalu, tetapi sekarang dia masih baik-baik saja. Jadi, Andini menganggap rasa kasihan yang ditunjukkan Kirana kepadanya sangat konyol.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Asma AriefSpd
ceritanya bagus
goodnovel comment avatar
Sitas Guna
bagus ceritanya menyentuh
goodnovel comment avatar
Mamy Dikha
lanjut makin seru.........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 702

    Mungkin karena Andini terlalu larut dalam pikirannya, tangannya pun terhenti cukup lama.Menyadari keanehan itu, Rangga pun bertanya, "Kamu sedang memikirkan apa?"Barulah Andini kembali tersadar. Dia menggeleng pelan. "Nggak ada apa-apa."Rangga mengambil pakaian di sampingnya dan mengenakannya. Setelah itu, dia menatap Andini dan berkata, "Urusan kakakku, biar aku yang tangani. Kamu nggak perlu ikut campur. Putri Safira bukan orang yang bisa kamu lawan."Andini tahu ucapan Rangga itu adalah bentuk perhatian. Namun, Rangga tidak tahu bahwa di dalam hatinya, dia sudah menyimpan niat untuk melawan Safira.Seperti yang tertulis dalam kitab strategi militer, cara terbaik menghadapi musuh adalah dengan menyerangnya. Ketika mundur tak lagi bisa melindungi diri sendiri, menyerang justru menjadi pertahanan terbaik!Karena itu, Andini hanya menunduk tanpa memberikan jawaban. Mungkin karena belasan tahun bersama, Rangga cukup memahaminya.Melihat Andini diam seperti itu, Rangga menyipitkan mata

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 701

    Andini menekan kekalutan dalam hatinya, lalu melangkah maju.Rangga sudah duduk tegak. Di balik wajah tenangnya, tampak sedikit ketidaksabaran yang ditahan.Andini pura-pura tidak melihatnya, lalu mengulurkan tangan untuk membuka perban di tubuh Rangga.Namun, tubuh pria itu terlalu besar. Saat perban di punggung hendak dibuka, Andini pun terpaksa mendekat ke arahnya. Dari kejauhan, dia tampak seperti sedang memeluk Rangga.Andini menahan napas, berusaha agar tidak menyentuh kulit pria itu. Rangga jelas menyadari penolakan halus itu. Tebersit kekecewaan di wajahnya.Begitu perban dilepas, luka mengerikan di dada Rangga pun terlihat jelas di depan mata Andini. Andini tak bisa menahan reaksinya. Dia refleks menarik napas dalam-dalam.Melihat itu, Rangga buru-buru berkata, "Sudah nggak sakit lagi."Andini tertegun. Dia tidak merasa kasihan, kenapa pria ini malah buru-buru menenangkannya?Namun, dia tidak berkata apa-apa. Dia hanya mengambil obat luka dan mulai mengoleskannya dengan teliti

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 700

    Andini menarik napas panjang, menahan amarah dalam dadanya sebelum bertanya, "Jadi, kenapa harus anting batu akik?"Mungkin mulai paham dari mana datangnya amarah Andini, alis Rangga pun sedikit berkerut. Dia menunduk seperti anak kecil yang merasa bersalah, lalu menyahut dengan lirih, "Aku pikir, karena anting yang dulu membawa kenangan buruk bagimu, maka yang ini mungkin bisa menebusnya."Dia masih ingat dengan jelas, saat dia pertama kali memberinya anting itu, Andini terlihat sangat bahagia. Karena itu, Rangga mengira Andini memang menyukai anting batu akik.Hanya saja, kenangan yang melekat pada anting yang dulu terlalu menyakitkan. Jadi, dia membeli sepasang yang baru. Dia tidak tahu apakah Andini memperhatikan ukiran emas yang berbentuk bunga plum itu.Melihat Rangga seperti ini, Andini akhirnya mengerti. Rangga ingin menggunakan kenangan baru untuk menutupi kenangan lama yang menyakitkan dan memalukan itu.Dia menunduk, lalu menutup kembali kotak perhiasan itu. Untuk sesaat, di

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 699

    Mendengar itu, Safira mendengus pelan. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman. "Aku juga berpikir begitu. Sebelumnya dia masih berani, tapi setelah kemarin kembali ke kediaman dan melihat mayat kepala pelayannya, seharusnya dia sudah nggak berani lagi."Ranti tidak menjawab, hanya tersenyum. Namun, dalam benaknya, dia tak kuasa mengingat kembali ucapan Andini demi dirinya di Kediaman Pangeran Surya hari itu.Dia tak tahu apakah itu karena kata-kata Andini, tetapi beberapa waktu ini Safira tidak pernah menunjukkan sedikit pun niat untuk menghukumnya. Justru sebaliknya, Safira menjadi semakin memercayainya. Kini, hanya dirinya yang boleh mengetahui segala urusan Safira.Meskipun demikian, Ranti tahu itu belum tentu hal yang baik. Namun, selama Safira masih percaya padanya, maka dia masih memiliki jalan untuk bertahan hidup.Bagaimanapun, Safira tetap memerlukan seseorang di sisinya untuk mengurus berbagai hal.Setelah Andini keluar dari kamar Safira, dia langsung kembali ke Balai Ke

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 698

    Andini tentu saja merasakan aura dingin dan tajam yang mengelilingi Safira. Namun, dia berpura-pura tidak menyadarinya dan tetap berbicara dengan tenang."Putri, saya bukannya ingin membela Panglima Kalingga. Hanya saja, saya berpikir karena Panglima Kalingga baru saja mengambil alih Pasukan Pengawal Istana, seharusnya yang perlu diselidiki adalah siapa yang membentuk pasukan itu sampai berani bertindak semena-mena di dalam istana."Benar saja, ekspresi Safira berubah. "Siapa pemimpin Pasukan Pengawal Istana sebelumnya?"Di samping, Ranti yang telah kembali segera menjawab, "Putri, itu adalah adik kandung Selir Agung Haira, Tuan Sandika.""Oh, benar! Sandika!" Mata Safira tiba-tiba menjadi dingin dan tajam. "Tak heran, dengan mengandalkan kakaknya yang merupakan selir agung, Sandika sudah beberapa kali bersikap lancang padaku!"Saat mengatakan ini, seolah-olah mengingat sesuatu, wajah Safira semakin suram. "Bisa jadi, semua ini memang ulah bajingan itu!"Mendengar perkataan itu, jantun

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 697

    Setelah berkata demikian, Andini melirik ke arah beberapa dayang yang berdiri di kejauhan, lalu menurunkan suaranya agar hanya dia dan sang putri yang bisa mendengarnya."Bagaimanapun, Putri kehilangan banyak darah. Kalau nggak dirawat dengan baik, mana mungkin dalam waktu singkat bisa pulih seperti orang biasa?"Mendengar perkataan itu, barulah Safira membuka matanya. Dia secara refleks memandang ke arah beberapa dayang yang berdiri tak jauh dari sana. Melihat mereka menunduk tanpa menunjukkan ekspresi yang mencurigakan, dia baru kembali menatap Andini."Kalau begitu, menurutmu apa yang sebaiknya kulakukan?"Meskipun Safira tidak memahami ilmu pengobatan, dia tahu betul bahwa ramuan yang dikonsumsi setelah keguguran berbeda dengan ramuan yang diminum saat masuk angin.Orang-orang di dapur istana memang tidak paham ilmu pengobatan, tetapi mereka tahu apa yang biasanya dikonsumsi wanita di istana setelah keguguran. Jika sampai orang luar menyadari sesuatu yang mencurigakan, ini akan men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status