Share

Bab 4

Author: Zaina Aulia
Melihat Andini tidak menghargai perhatian Dianti, Abimana melupakan perasaan bersalahnya. Dia menegur Andini, "Kamu nggak usah sindir orang! Kenapa tadi kamu nggak bilang tubuhmu terluka? Apa kamu nggak punya mulut?"

Jika Andini mengatakannya, Abimana pasti meminta salep kepada tabib. Andini berucap dengan datar, "Tadi aku mau bilang, tapi Tuan Abimana nggak memberiku kesempatan."

Akhirnya, Andini menarik tangannya. Ekspresi Abimana menjadi muram. Andini sudah kembali ke Kediaman Adipati, kenapa dia masih tidak memanggil Abimana dengan sebutan "kakak"?

Amarah Abimana tidak mereda, dia malah berkata dengan ketus, "Kamu itu putri Keluarga Adipati. Sejak kecil, kamu belajar ilmu bela diri dengan guru di kediaman. Apa di penatu istana ada ahli sehingga bisa membuat kamu terluka parah?"

Ucapan Abimana membuat Andini tertegun sejenak. Kemudian, dia menurunkan lengan bajunya dan berucap dengan dingin, "Awalnya aku melawan mereka. Sesuai ucapan Tuan Abimana, para pelayan istana itu memang bukan lawanku. Tapi, mereka pakai trik licik karena nggak bisa lawan aku."

"Misalnya, mereka akan menyiramku dengan air dingin saat aku tidur. Waktu makan, mereka menukar supku menjadi air bekas cuci piring. Mereka juga melempar baju-baju yang baru selesai kucuci ke kakus atau menyodorkan pekerjaan mereka kepadaku," lanjut Andini.

Andini melihat Abimana dengan ekspresi datar. Kedua tangan Abimana bergetar. Andini meneruskan, "Aku juga pernah meminta tolong kepada pengurus penatu istana, tapi aku malah dicambuk. Jadi, akhirnya aku nggak melawan lagi."

"Kalau tempat tidurku basah, aku tidur di lantai. Biarpun mereka menukar supku menjadi air bekas cuci piring, aku tetap meminumnya. Suatu kali, aku hampir mati dipukul pelayan senior di sana. Mungkin karena masih memikirkan Keluarga Adipati, setelah itu pukulan pelayan senior nggak terlalu kejam lagi," kata Andini.

Melihat ekspresi Abimana yang terkejut, Andini tersenyum sinis dan melanjutkan, "Jadi, Tuan Abimana mengira aku sengaja terima semua perlakuan mereka supaya bisa menarik simpati kalian? Aku nggak begitu bodoh, mana mungkin aku nggak tahu statusku sendiri?"

"Kalian mungkin merasa bersalah, tapi kalian nggak akan menyesal. Setelah mendengar ceritaku, kalian pasti bersyukur orang yang dihukum masuk ke penatu istana itu aku, bukan Diana. Benar, 'kan?" ujar Andini.

Mendengar perkataan Andini, hati Abimana terasa sangat sakit. Namun, dia sama sekali tidak bisa membantah perkataan Andini.

Kirana memegang dadanya dan menimpali seraya menangis, "Andin, jangan lanjutkan lagi! Ibu yang salah. Ibu bersalah padamu."

"Nyonya nggak bersalah kepadaku," balas Andini dengan lembut.

Hanya saja, nada bicara Andini yang lembut berbeda dengan Dianti. Cara Dianti bicara membuat orang merasa kasihan dan nyaman. Sementara itu, ucapan Andini yang lembut sangat menyakitkan.

Andini menanggapi, "Nyonya sudah besarkan aku selama 15 tahun. Aku berutang budi kepadamu. Sudah seharusnya aku melakukan semua itu."

"Tapi kamu membenci kami!" timpal Abimana yang merasa gusar. Dia bisa menebak pemikiran Andini, lalu dia meneruskan, "Semua perbuatanmu ini disengaja. Kamu sengaja bersikap dingin pada kami dan sengaja jatuh di depan Ibu!"

"Apa kamu menggunakan trik yang sama di depan Rangga? Kamu berhasil menarik simpati Rangga sehingga bisa naik kereta kudanya? Andini, ingat Rangga bukan tunanganmu lagi. Sekarang dia itu tunangan Dian dan mereka akan segera menikah!" lanjut Abimana.

Melihat ekspresi Abimana yang marah, Andini merasa tidak berdaya. Bagaimanapun, Abimana sudah menjadi kakak Andini selama 15 tahun. Setiap ucapan Abimana sangat mengena di hati Andini.

Untung saja, mental Andini sudah terlatih selama 3 tahun. Dia tidak mudah terpengaruh lagi. Andini membalas, "Sepertinya Tuan Abimana terlalu sibuk sehingga lupa kamu pernah mendorongku dari tangga 3 tahun yang lalu. Waktu itu, kakiku terkilir dan aku masuk ke penatu istana sebelum kakiku pulih."

"Selama 3 tahun ini, cedera di pergelangan kakiku sering sakit. Hari ini, Tuan Abimana menendangku dari kereta kuda sehingga kakiku terkilir lagi. Jadi, tadi aku benar-benar nggak bisa berdiri dengan stabil," lanjut Andini.

Andini menambahkan, "Mengenai Jenderal Rangga ... bagaimana Tuan Abimana bisa mengira dia merasa kasihan padaku? Kamu memang menganggapku hebat atau meremehkan Nona Dianti?"

Ucapan Andini membuat Dianti malu. Abimana melihat Dianti dengan ekspresi khawatir, lalu membentak Andini, "Jangan hasut kami! Aku paling paham sifatmu. Biarpun 3 tahun sudah berlalu, kamu tetap pendendam seperti dulu!"

Abimana menegaskan, "Aku peringatkan kamu, selama ada aku, kamu nggak bisa tindas Dian!"

Dianti berucap seraya menangis, "Kak Abimana ... jangan begitu. Kak Andini nggak melakukan apa pun padaku."

"Dian, kamu terlalu baik," ujar Abimana seraya mengernyit. Dia menunjuk Andini dan melanjutkan, "Tapi, dia berbeda denganmu. Dia licik dan juga pendendam! Kita memasukkannya ke penatu istana selama 3 tahun, sekarang dia pasti mau balas dendam setelah keluar!"

Abimana menambahkan, "Padahal dia tahu Ibu sangat menyayanginya. Tapi, dia sengaja bersikap dingin dan menunjukkan luka di tubuhnya. Lihat, Ibu nggak berhenti menangis."

Dianti memandang Kirana yang menangis tersedu-sedu sembari bersandar di bahu pelayan. Kirana ingin membantah perkataan Abimana. Dia melambaikan tangannya, tetapi tidak bisa melontarkan sepatah kata pun.

Dianti tidak pernah melihat ibunya menangis seperti ini. Bahkan, Kirana hanya meneteskan air mata saat Andini dibawa ke penatu istana. Dia juga menghibur Dianti.

Apa Andini memang sengaja melakukan semua ini? Apa Andini memang wanita yang licik? Dianti memandang Andini, ternyata Andini memang sedang menatapnya dengan dingin. Dianti segera mengalihkan pandangannya.

Andini hanya memberi hormat kepada Kirana dan berkata, "Sepertinya hari ini bukan waktu yang tepat untuk menemui Nenek. Tolong Nyonya Kirana sampaikan pada Nenek, besok aku baru kunjungi dia."

Selesai bicara, Andini langsung pergi dan tidak melihat anggota Keluarga Biantara lagi. Namun, tatapan anggota Keluarga Biantara terus tertuju pada Andini yang berjalan terpincang-pincang, termasuk Rangga.

Abimana baru melihat Rangga setelah Dianti mengantar Kirana kembali. Rangga berdiri di koridor. Seharusnya dia melihat semua yang terjadi dengan jelas.

Abimana yang gusar mengernyit. Dia menghampiri Rangga dan bertanya, "Kenapa kamu datang?"

"Kaisar memberiku bahan obat yang berharga. Aku nggak butuh bahan obat itu, jadi aku berniat memberikannya kepada nenekmu," sahut Rangga dengan tenang.

Abimana bisa menebak tujuan kedatangan Rangga. Dia mengamati Rangga, lalu bertanya, "Jawab aku dengan jujur, apa kamu datang karena Andin?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 970

    Mendengar itu, Andini tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Aku juga sempat curiga, tapi dia sama sekali nggak tahu penawar untuk Racun Es ...."Saat mengucapkan ini, Andini seakan-akan memahami sesuatu. "Maksudnya, bahkan Ketua Lembah Raja Obat pun nggak tahu cara menetralisasi Racun Es?"Kemungkinan itu membuat hati Andini terasa dingin. Kalau di dunia ini bahkan Ketua Lembah Raja Obat tidak mampu menyelamatkan Kalingga, siapa lagi yang bisa? Apakah racun di tubuh Kalingga benar-benar tidak ada obatnya?Melihat wajah Andini yang langsung pucat, Surya buru-buru menenangkan, "Bukan dia nggak bisa, tapi dia belum meneliti. Bukankah kamu bilang, Ketua Lembah Raja Obat sendiri mengatakan dia belum pernah membuat penawar Racun Es?""Mungkin hari itu setelah meninggalkanmu di atap, dia pergi dengan tergesa-gesa karena ingin meneliti penawar itu."Ucapan Surya ini setidaknya memberi Andini sedikit harapan lagi. Andini segera mengangguk. "Ya, pasti begitu. Guru juga bilang, Racun Es bukan

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 969

    "Aku pernah melihat dua patung giok dewa itu sekali. Nilainya tak terhitung," ucap Surya sambil menatap Andini. "Kamu rela memberikannya kepada mereka?""Dua patung giok itu bukan masalah bagiku. Nenekku adalah orang Keluarga Gutawa, tentu dia juga nggak ingin melihat Keluarga Gutawa jatuh terpuruk. Hanya saja ...." Andini menghela napas. "Keluarga Gutawa bukan hanya menginginkan dua patung giok itu, tapi juga menginginkanku."Mendengar itu, alis Surya langsung berkerut. Suaranya pun terdengar dalam dan berat. "Apa maksudnya?"Kening Andini berkerut tipis, "Kepala Keluarga Gutawa bilang di ruang kerja kakek Ikhsanun semasa hidup, tergantung sebuah lukisan. Katanya aku sangat mirip dengan wanita dalam lukisan itu dan aku adalah kunci untuk membuka harta karun tersebut."Wajah Surya semakin kelam. "Mereka ingin kamu ikut ke Negara Tarbo?""Ya." Andini mengangguk.Surya kembali bertanya, "Lalu, apa jawabanmu?""Aku bilang, tunggu sampai perang ini selesai. Setelah aku kembali ke ibu kota,

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 968

    Andini mengambil pakaian bersih di samping, membantu Surya mengenakannya, baru kemudian berkata, "Aku nggak pernah merasa takut pada Kak Surya, baik saat kamu menyembelih sapi maupun saat kamu datang dengan tubuh berlumuran darah.""Aku hanya berpikir, berapa banyak hewan buruan yang harus dibunuh agar bisa setegar itu, berapa banyak orang yang harus dilawan sampai bisa mengabaikan darah yang membasahi seluruh tubuh."Saat mengucapkan ini, hati Andini terasa sakit. Dia menarik napas dalam-dalam dua kali, berusaha menenangkan diri, lalu melanjutkan dengan suara tenang, "Tapi, kamu jelas-jelas seorang pangeran."Seseorang yang seharusnya berada di atas takhta, menikmati kemewahan dan kejayaan. Bukan seperti sekarang, harus bertaruh nyawa, penuh luka di tubuh.Mendengar kata-kata Andini ini, hati Surya seperti disayat sesuatu yang tak terlihat. Bukan rasa sakit, tetapi perasaan yang amat menyesakkan.Perang memang kejam, korban jiwa tak bisa dihindari. Tak ada yang bisa menjamin dalam sua

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 967

    Andini segera menjawab, "Belum, Kak Kino! Tunggu sebentar!"Selesai berkata, dia segera mengganti pakaian, lalu mengangkat tirai tenda dan berjalan ke luar.Kino sudah mengganti pakaian suku Tru, berdiri di luar tenda.Andini pun bertanya, "Kak Kino, ada urusan apa?"Kino mengernyit, melirik ke arah tenda Surya. "Kak Surya terluka, aku ....""Aku akan melihatnya!"Andini terkejut. Tanpa menunggu Kino menyelesaikan kata-katanya, dia sudah tak sabar melangkah ke tenda Surya.Pengawal yang berjaga di luar tenda melihat itu adalah Andini, jadi tidak menghalanginya. Andini mengangkat tirai tenda, lalu masuk. "Kak Surya, kamu terluka di bagian mana ...."Sebelum selesai berbicara, wajahnya langsung memerah.Surya buru-buru mengenakan celana, tampak lebih gugup dari biasanya. "Kamu ... aku ... aku nggak apa-apa, hanya luka ringan."Tatapan Andini tertuju pada tubuh bagian atas Surya yang telanjang. Di punggung dan lengannya terdapat beberapa luka.Namun, seperti yang Surya katakan, lukanya ta

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 966

    Cahaya api menutupi seluruh perkemahan suku Tru.Andini duduk di atas kuda jantan, melihat Surya berjalan keluar dari cahaya api. Jantungnya tak bisa berhenti berdebar. Dia buru-buru mengalihkan pandangannya.Surya berlumuran darah, di tangannya masih tergenggam sebilah golok yang meneteskan darah. Namun, ketika matanya bertemu tatapan Andini, barulah dia tersadar betapa menakutkan dirinya saat ini. Dia pun melemparkan golok di tangannya ke samping.Darya menuntun seekor kuda mendekat. Tanpa peduli pada kotoran di tubuhnya, dia langsung memeluk Surya erat-erat. "Aku tahu Kak Surya nggak akan mati!"Pandangan Surya baru berpindah dari tubuh Andini. Dia menepuk punggung Darya, menenangkannya dengan satu kalimat, lalu melompat ke atas kuda, memimpin pasukan Negara Darsa kembali ke kota perbatasan.Mungkin karena baru saja memenangkan pertempuran atau mungkin karena melihat Surya selamat, malam ini Darya menjadi sangat bersemangat dan cerewet.Dia terus mengikuti di belakang Surya, tak ber

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 965

    Mungkin karena menyadari bahwa raut wajah Surya tampak tidak beres, pria Tru itu pun menyipitkan matanya dan menatap curiga. "Kamu kenapa?"Surya menggeleng pelan. "Mungkin kebanyakan minum," jawabnya datar.Pemimpin Tru menepuk bahu Surya sambil tertawa, "Itu baru minum sedikit! Pria Tru harus kuat dan daya tahan minumnya juga harus kuat! Ayo, lanjut minum!"Surya melirik sejenak ke arah kendi arak yang tadi dibawa oleh Marno. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum dingin, lalu berkata, "Baik. Minum."Di sampingnya, pria Tru juga mengangkat cawan araknya tinggi-tinggi. Namun siapa sangka, begitu pria itu mendongakkan kepala, sebilah belati tajam di tangan Surya langsung mengiris lehernya.Gerakannya luar biasa cepat. Begitu cepat, hingga orang-orang di sekeliling belum sempat menyadari apa pun.Hanya setelah pria Tru itu menjatuhkan cawan dari tangan sambil memegangi lehernya yang mengucurkan darah dan memandang Surya dengan tatapan terkejut dan ketakutan, barulah semua orang tersa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status