Share

Chapter 7 : Waspada

Suasana yang tenang, bahkan detak jam pun tidak terdengar. Pemandangan yang indah dari balik kaca besar, meski hanya melihat luasnya kota dan gedung pencakar langit yang seolah saling bersaing ... wanita di sana tetap menyukainya.

Nuansa keabu-abuan yang dihias dekorasi hitam dan putih, sedikit membuat Bia bisa menilai seperti apa sosok Noah saat bekerja. Aura ruangan di sana seperti ruang kerja sang ibu, serius dan tanpa ampun.

Bibir tipis yang terukir cantik itu pun kembali menyesap sisa teh yang sudah tak lagi hangat. Bia kini benar-benar bisa merasa tentram setelah apa yang terjadi pada dirinya beberapa hari lalu. Ditinggalkan pemilik ruangan, cukup untuk Bia merenungkan diri. Mengoreksi, memilah dan menata apa yang harus ia lakukan mulai saat ini.

"Maaf menunggu lama," ujar Noah sesaat setelah masuk ke dalam ruang kerjanya. Noah berjalan menghampiri Bia dengan beberapa berkas yang ada di tangan kiri.

"It's okay. Saya justru berterima kasih untuk waktu yang telah pak Noah sediakan."

Noah menaikan satu alisnya. Tidak mengerti, tetapi sepertinya ia sudah berbuat baik untuk icon wajah baru Elle.

"Begitukah? Kalau begitu ...." Noah yang sudah berdiri di samping Bia pun mengulurkan tangan. "Selamat bergabung dengan Elle," ucap Noah, uluran tangannya pun disambut hangat oleh Bia.

Ini sudah hampir empat jam sejak peristiwa Dion mengganggu jalan masa depan Bia. Beberapa saat lalu, kontrak kerja sama selama satu tahun sudah ia baca dengan teliti. Bia pun sudah mengoreksi tentang kesepakatan yang menurutnya sedikit memberatkan untuknya.

Seperti klausul pasal tentang waktu kerja, kondisi kerja, tempat pekerjaan, persentase pemotongan, dan masa berlaku kontrak.

Awalnya Bia ditawarkan untuk menjadi model eksklusif majalah Elle selama tiga tahun. Namun, ucapan Dion terus mengusik pikirannya. Oleh karena itu, sesaat tadi ada perdebatan antara Bia dengan Noah.

Noah duduk pada sofa panjang di depan Bia. "Ini salinan kontrak kerja sama kita dan ...."

Seorang pria masuk di waktu yang tepat, menginterupsi perbincangan mereka. Pria dengan rambut ikal, berkemeja kuning gading dengan sedikit garis horizontal merah. Lengan baju panjangnya digulung sampai siku. "Ah, kebetulan sekali. Dia Deri. Orang yang akan mengurus semua hal untuk dirimu." lanjut Noah, kemudian memperkenalkan Bia pada Deri, seorang Booker.

Deri-lah orang yang akan mencarikan pekerjaan untuk Bia, mencocokan penampilan dengan tema yang diminta klien. Deri juga bertugas ketat untuk menjaga berat badan Bia.

"Saya pikir pak Noah yang akan mengurus semua itu untukku," balas Bia, setelah memberikan senyum perkenalan pada Deri.

Noah tersenyum miring. "Kenapa anda berpikir begitu?"

Bia mengangkat cepat dua bahunya. "Yaah ... pak Noah mewawancaraiku, lalu menjemputku di lobi dan juga mengurus kontrak kerja sama kita." Noah hanya seorang jurnalis, kenapa harus menambah pekerjaan dengan mengurus yang lain?

Noah terbahak sambil menepuk bahu Deri yang sudah duduk di sampingnya. Benar juga. Wajar saja model yang sedang menjadi perbincangan panas ini berpikir seperti itu.

"Seseorang memintaku melakukan itu, karena calon model kita adalah wanita yang sedang dicari banyak kompetitor Jadi, saya ditugaskan untuk mengurus hal penting ini." Noah mencondongkan badannya, 

"Ah, jadi pak Noah orang yang paling dipercaya diantara pegawai lainnya, bukan begitu pak Deri?"

Semua atensi pun langsung mengarah pada Deri.

Deri mengedikkan bahu, memberikan jawaban yang ambigu. "Cukup panggil nama saja. Kita akan bertemu setiap hari, jadi harus lebih akrab dari kamu dan Noah," ucapnya, membalas dengan topik yang berbeda.

"Apa kita terlihat akrab di mata orang lain?" sela Noah diakhiri dengan kekehan ringan.

"Mungkin saja," sambar Bia tidak peduli. Penilaian tentang Noah langsung berubah setelah ia berdebat dengan Dion. "Kalau begitu, panggil saja aku Bia dan aku mohon bantuan kalian selama satu tahun ke depan," sambung Bia mengikuti alur, melirik Noah yang tersenyum tipis.

Cukup mengganggu. Ucapan Dion yang mengatakan kalau semuanya sudah berbeda. Ekspresi Dion pun terlihat seperti manusia. Sudah beberapa tahun Dion berubah menjadi manusia tanpa ekspresi dan hari ini pria itu memunculkan wajah cemas setelah sekian lama. Hal ini tentu tidak bisa diabaikan Bia. Meski tadi ia terlihat tidak peduli pada semua ucapan Dion.

"Apa pria tadi kekasihmu?"

Pertanyaan Noah membuat dua atensi di sana tertuju padanya. Bia terdiam beberapa detik, menduga-duga mengapa Noah menanyakan itu. Padahal sejak tadi sikapnya seolah acuh, tidak peduli pada status Dion.

"Apa pak Noah takut aku akan membuat masalah dengan perusahaan ini karena itu?" jawab Bia menantang.

Noah menyeringai. "Tidak, bukan itu maksudku. Kamu direkrut untuk menjadi seorang model bukan girl band. Jadi, hal itu tidak akan menjadi masalah."

"Lalu?" cecar Bia menyudutkan Noah.

Noah menaikkan dua bahu. "Yaah ... hanya perasaan manusiawi, seperti penasaran?" ujarnya dengan nada interogatif.

Bia terkekeh. Sekarang, justru ia penasaran ... apa benar hanya itu alasannya?

"Bukan kekasih, dia hanya seorang fans saja," jawab Bia menjelaskan asal.

"Oh iya, aku sudah melihat portofoliomu dan itu sebuah karya terindah yang pernah aku lihat. Kamu sudah tiga tahun menggeluti dunia permodelan 'kan?" sambar Deri mengisi obrolan mereka. Meski ia cukup penasaran pada siapa pria yang dibicarakan mereka.

"Benar, sudah tiga tahun aku menjadi model ekslusif temanku dan aku tidak secantik atau sehebat yang kamu katakan. Maha karya itu dibuat oleh tangan profesional," balas Bia. Ia sungguh hanya berpose senaknya. Aretha-lah yang terlalu hebat sampai membuat dirinya bisa menjadi secantik itu.

Deri menggeleng, tidak sependapat. "Bia, ekspresimu bisa tersampaikan dengan baik. Semua yang melihat akan ikut merasakannya. Kamu juga setuju 'kan Noah?"

Noah menyenderkan punggungnya ke sofa dan menyilangkan kaki. "Benar, aku setuju. Ada satu foto dirimu yang bisa aku rasakan kesedihan yang mendalam. Sampai aku ingin mencari, siapa yang sudah membuatmu hingga terlihat tersiksa seperti itu."

Ah, Bia tahu foto yang mana yang Noah maksud. Bahkan, ucapan Aretha pun sama ketika foto tiga tahun lalu itu di cetak. Ia juga ingat, perasaan apa yang terikat di hatinya. Sampai bisa tergambarkan jelas seperti itu.

"Begitukah? Kalau begitu, terima kasih untuk penilaian dan pujiannya." Bia melirik jam yang melingkar di lengan kirinya. "Sudah lewat dari jam makan siang, apa kita akan pergi makan atau ...."

Noah berdiri seraya merapikan tepi bajunya. "Bagaimana kalau Kita pergi makan siang bersama, sekaligus mengenalkan pada orang-orang di sini. Kalau Zafanya Bia bekerja sama dengan Elle?"

"Ide bagus, tapi aku minta maaf harus menolaknya. Aku harus memberitahu tim dan mempersiapkan lauching model eksklusif kita dari sekarang." Deri ikut berdiri dan memandang Bia. "Oh iya, besok kamu akan kuhubungi kembali. Jadi, lakukan perawatan untuk seluruh kulitmu. Jangan sampai ada yang terlewat," sambung Deri, diakhiri dengan kedipan satu matanya.

Bersambung ....

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status