Share

Bab 2

“Seperti ini, perlakuan orang sepertimu?” tanya Binar, dengan nada yang menyentak

Deolinda mendengus “Kenapa? Semua orang akan terganggu dengan manusia seperti dia!” tunjuknya kepada wanita paruh, yang penampilannya tidak memiliki kemewahan itu. Wanita paruh itu hanya menundukan kepalanya.

“Ibu ini hanya akan membeli pakaian, apa tidak boleh? Kau sombong sekali!”

Deolinda mendengus lagi “Membeli pakaian? Apa seorang dengan tampilan seperti itu mampu membeli pakaian yang ada disini?”

Mendengar nada kesombongan itu membuat Binar semakin naik darah. Memangnya tampilan harus menentukan seberapa mampunya ia untuk membeli pakaian yang ada di tempatnya. Jika iya, sungguh Deolinda orang yang sangat sombong. Hanya memandang fisik untuk mengukur jangkauannya.

“Hei ... Hei... lihatlah. Begini perlakuan bos kalian kepada pelanggannya?” tanya Binar, kepada pelayan yang berada di dekatnya. Pelayan itu hanya diam, seraya menatap majikannya dengan takut.

“Kau ini siapa? Beraninya kau menaikan suara di tempatku?!” Deolinda membentak

Binar sendiri, tidak terima. Dengan perlakuan Deolinda kepada wanita paruh baya ini. Itu sangat tidak beretika, terlebih wanita paruh itu orang yang lebih tua, yang seharusnya di hormati. Malah diperlakukan dengan sangat tidak masuk akal.

Gibran yang baru saja tiba dibuat penasaran dengan kejadian dua wanita itu. Sehingga dia bertanya kepada pelayan laki-laki yang ada di dekatnya, secara kebetulan pelayan itu sedang menyaksikan adegan panas yang dilakukan oleh majikannya sendiri.

“Ada apa ini?” tanyanya

“Wanita paruh itu datang kemari. Katanya untuk membeli sebuah dress untuk putrinya. Tapi kami tidak percaya dia akan membeli, dia pasti akan mencuri barang yang ada disini. Jadi kami sempat mengusirnya. Tapi wanita paruh itu bersi keras akan membeli.”

“Kenapa harus di usir?” Gibran merasa heran. Bukankah tidak ada yang salah dengan membeli

Pelayan laki-laki itu terkekeh pelan “Memangnya orang yang berpenampilan lusuh seperti itu mampu untuk membeli? Pakaian disini semuanya mahal. Tapi wanita paruh itu sangat percaya diri sekali untuk membelinya.”

Mendengar jawaban itu Gibran menjadi tahu. Dan menyadari satu hal. Pelayan disini sangat memandang kasta dan Deolinda yang keburu emosi.

Dan satu lagi. wanita muda itu yang sedang bersuara. Membela wanita paruh itu yang sangat tidak bersalah. Semain menarik perhatiannya.

“Tolong panggilkan satpam, untuk mengusir mereka!”

“Nyonya. Tolong percaya kepadaku. Aku benar-benar tidak akan mencuri.” Wanita paruh itu panik ketika Deolinda menyuruh untuk memanggilkan satpam. Tidak tanggung-tanggung wanita paruh itu sampai bersujud

“Tolong, beri aku satu dress yang bagus. Aku akan benar-benar membayarnya,” katanya lagi penuh dengan permohonan

“Mana ada pencuri mengakui dirinya sebagai pencuri. Semua pencuri pasti akan mengakui dirinya sebagai malaikat. Menjijikan sekali!”

Melihat satpam yang sudah datang, Deolinda menyerahkan tugas untuk mengusir dua wanita itu kepadanya. Deolinda sendiri memutuskan untuk beranjak dari tempatnya. Namun saat baru saja dia berbalik badan. Suara mengudara, yang membuatnya mampu mengepalkan telapak tangannya

“Dasar sombong! Semuanya apa kalian tidak melihat, jika dia sangat tidak menghargai pelanggannya. Apa kalian akan tetap menjadi pelanggannya?!” teriak Binar dengan lantang. Meski tubuhnya terus diseret keluar oleh satpam

Deolinda hanya merapalkan kekesalannya dalam hati. Namun dia bersumpah banyak-banyak, jika bertemu dengan wanita itu lagi, dia pasti akan membalas perbuatannya yang sudah menghinanya di depan umum.

Sementara Gibran, yang sejak tadi diam menyaksikan semuanya yang terjadi itu menarik bibirnya tersenyum tipis, seraya melihat wanita muda tadi yang berteriak.

Deolinda melihat Gibran yang sedang diam berdiri, memandangi sesuatu di depannya. Tanpa pikir panjang dia menghampirinya

“Kau kemari untuk fitting setelanmu bukan?”

“Emm.” Gibran hanya menjawab dengan dehaman.

“Naiklah!” kata Deolinda dengan congak dinginnya seperti biasa

Baru saja Deolinda akan melangkahkan kakinya, Gibran bersuara yang membuatnya mau tidak mau harus mengurungkan niatnya untuk beranjak

“Nanti, aku akan kemari lagi.” Dengan kata begitu saja, Gibran berjalan keluar. Membuat Deolinda mendengus.

***

“Lepasin saya! saya bisa berjalan sendiri!” wanita itu menghentak-hentakan tubuhnya agar cekalan satpam itu terlepas.

“Tolong, jangan buat kekacauan lagi, nona.” Satpam itu akhirnya melepaskan cekalannya dan membiarkan wanita itu pergi dengan sendirinya

Seiring dengan kepergian Satpam. Wanita itu merutuk pelan “Siapa yang buat kekacauan? Aku hanya sedang membela orang yang benar!”

Namanya Binar Anatari, usianya genap menginjak angka 25 tahun. Saat ini dia bekerja menjadi staff diperusahaan Moon Light sebagai Divisi pemasaran. Bekerja di Moon Light baru seumur biji jagung, kurang lebih baru lima bulan. Dia berhasil masuk dan menjadi staff Moon Light karena bantuan sahabatnya –Fany Estiana Adiwangsa yang sudah lebih dulu memiliki jabatan disana.

Binar Anatari, hanya terlahir dari keluarga sederhana. Dia tinggal bersama ibunya, sementara ayahnya sudah meninggalkannya sejak Binar masih bayi,begitu yang dikatakan ibunya kepadanya. 

Pekerjaan ibunya hanya menjadi seorang pedangang berbagai jenis kue. Ibunya yang bernama Embun Dahayu itu menjual berbagai jenis kuenya itu di dalam sebuah bangunan bawah rumahnya yang di beri nama Embun’s Bakery.

Tidak mewah, Bakery nya juga sangat sederhana. Namun untuk cita rasa, semua kue yang di jual sangat lezat.

Binar berjalan, menyusuri setiap pinggir jalanan yang disampingnya banyak terdapat berbagai jenis toko. Pasalnya kedatangan ke Permata bukan ajang main-main. Niat awalnya, dia akan menemui sahabatnya itu. Fany meminta Binar untuk menemaninya membeli baju untuk upacara hari serah terima jabatan di kantornya. Fany meminta Binar sekalian memilihkan pakaian mana yang cocok, karena Binar sendiri sangat memiliki selera fasion yang baik. Bahkan Binar sering mengambar desain baju saat waktu senggang.

Binar berbalik badan, saat ia merasa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Dan benar ada seorang laki-laki yang sedang menatapnya.

“Kau mengikutiku?!”

Gibran hanya diam. Tidak merespon apa-apa. Tatapannya tidak lepas untuk menatap wanita dihadapannya ini.

“Kau mau mencuri ya?!” Binar panik, terlebih gelagat Gibran yang sangat mencurigakan.

Penampilan Gibran yang mengenakan jaket berwarna hitam, serta topi berwana senda yang menetupi sebagaian kepalanya itu, membuat Binar menerka jika Gibran adalah pencuri atau malah Gibran adalah seorang laki-laki mesum yang sedang mengincarnya.

Lagi-lagi Gibran hanya diam. Tidak bereaksi apa-apa, meski pun sudah dituduh sebagai pencuri

Keterdiaman Gibran membuat Binar merasa takut, lebih takut lagi. maka dari itu, Binar memutuskan untuk berjalan lagi dengan tempo yang cepat. Mencoba untuk tidak memperdulikan laki-laki yang tampak mencurigakan dimatanya itu.

Gibran tidak diam saja, dia mengikuti Binar. Sampai Binar bersuara lagi setelah beberapa detik yang lalu sempat menolehkan kepalanya ke belakang

“Kau jangan mengikutiku!”

Gibran hanya tersenyum tipis.

“Ya! Ku bilang jangan mengikutiku!”

Setelah mengatakan itu, Binar memutuskan untuk berlari tapi usahanya nihil. Dia tidak dapat berlari, karena lengannya lebih dulu di cekal oleh Gibran.

“Lepaskan! Kau lebih baik cari wanita lain saja, yang lebih seksi.”

Mendengar itu, Gibran menautkan kedua alisnya di balik topi hitamnnya. Tapi entah kenapa, Gibran semakin mengeratkan cekalannya pada lengan Binar. Hal itu membuat Binar lebih ketakutan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status