Share

Bab 3

Penulis: ERIA YURIKA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-01 11:30:32

Bagaimana kalau Pak Toro ikut emosi karena masalah ini, bukan tidak mungkin aku akan kena hantam juga. Ah, kenapa aku tidak berpikir sampai ke sana.

[Yah, bisa enggak sih kita selesaikan masalah ini sendiri dulu. Enggak perlu kasih tahu Pak Toro, aku yakin ini cuma masalah kecil. Ayah tahu ‘kan Mbak Eca udah menikah lama tapi enggak punya anak?]

[Ya, tahu. Cuma mau bagaimana pun cara Mbakmu itu enggak bisa dibenarkan. Mengambil anak orang tanpa persetujuan ibunya itu bukan masalah kecil Saka. Kamu kok bisa-bisanya masih santai banget, itu anak kamu sendiri. Darah daging kamu.]

[Karena aku juga yakin ibu sama Mbak Eca juga enggak akan ngapa-ngapain anakku. Bagaimana pun mereka juga pasti sayang sama Mita Yah, jadi aku pikir Pak Toro enggak perlu tahu dulu. Aku janji setelah masalah ini selesai aku akan langsung kasih kabar keluarganya Dara.”]

[Kamu takut sama Pak Toro?] tanya Ayah.

Sudah pasti aku takut jika masalah ini akan melebar ke mana-mana. Bukan hanya sekedar takut dipukul, tetapi bagaimana jika ia malah menjauhkan aku dari Dara. Bagaimanapun aku tidak mau berpisah dari istriku, aku memang salah, tetapi bukankah aku juga mau bertanggung jawab untuk membereskan kekacauan ini.

[Bukan takut dipukul Yah, aku cuma khawatir kalau masalah ini malah bikin salah paham.]

[Mau ayah kasih tahu Pak Toro secara langsung atau enggak sudah pasti akan ada momen Dara yang ngasih tahu ke ayahnya sendiri.]

[Hubungan Dara sama Pak Toro juga enggak dekat-dekat banget. Aku yakin Dara juga pasti enggak akan ngasih tahu.]

[Saka dengar ya, Bapak enggak tahu kamu belajar dari mana sampai punya sikap pecundang seperti ini. Kamu berani nikahin anaknya, sudah seharusnya kamu siap nerima konsekuensi atas perbuatan yang kamu lakukan. Enggak bisa kamu begini, main kucing-kucingan sama keluarga istrimu. Mau mertuamu itu dari kalangan punya atau sederhana, enggak bisa kamu perlakukan mereka seenaknya begini. Ini bukan masalah kecil, anakmu diambil. Cucu Pak Toro diambil orang, wajar kalau dia akan marah dan kamu harus siap dengan konsekuensi itu.]

[Tapi, biar aja aku yang ngomong Yah. Kalau mau ke sini ya enggak apa-apa. Ayah ke sini aja!]

[Oke, Ayah enggak akan ngomong ke Pak Toro, tapi yang jelas Ayah akan ngomong ke ibumu yang egois itu.]

[Kalau soal itu terserah Ayah.]

[Kamu itu kalau memang merasa perlakuan Ibu enggak sesuai sama hati, jangan ragu buat nolak. Enggak selamanya nolak apa yang diminta orang tua itu durhaka. Siapa yang tahu kalau di sana anakmu mungkin dibawa macam-macam. Memang enggak mungkin anakmu disakitin sama mereka, tapi bukan enggak mungkin anak umur 3 hari dibawa jalan-jalan enggak drop di jalan. Sampai anakmu kenapa-kenapa, kamu sendiri yang akan menyesal, karena enggak tegas jadi ayah!]

Saat itu telepon pun ditutup, karena memang ayah dan bunda akan mempersiapkan keberangkatan mereka ke rumahku. Namun, sekarang pikiranku bukan hanya soal anak yang hilang, tetapi istriku yang kemungkinan akan hilang juga. Bayangan wajah Dara yang penuh keputusasaan itu terus saja melintas dalam benakku.

Rasanya ingin segera menyusul, tetapi mengingat permintaan Dara yang tak mengizinkanku pulang sebelum membawa anak kami kembali rasa bersalahku semakin besar. Memang benar selama ini ibu selalu saja menggunakan kata durhaka setiap kali keinginannya tak dipenuhi, tetapi aku tidak menyangka jika ia akan memanfaatkan kata tersebut untuk melakukan hal-hal yang justru merugikanku bahkan mengancam keutuhan rumah tangga.

Pukul 9 malam aku masih menunggu di depan gerbang perumahan Mbak Eca, tetapi tak ada tanda-tanda mereka akan datang. Emosiku sudah mulai memuncak akhirnya aku mulai mengirimkan banyak pesan kepada Mas Jerom.

[Mas tolong balikkan anakku! Kalian ini sebenarnya ke mana? Aku tunggu kalian sampai malam begini, kenapa belum balik juga? Tolong kembalikan anakku dulu, Dara udah nyari anak kami yang kalian bawa itu. Bisa enggak kalian cepat sedikit!]

Aku mengirimkan pesan tersebut hingga 10 kali, tetapi tak kunjung dibaca juga. Sampai akhirnya aku tidak tahu semalam tidur jam berapa, tetapi saat terbangun aku melihat jam menunjukkan pukul 4 pagi. Rupanya aku ketiduran. Seketika aku juga langsung mengecek pesan yang kukirimkan pada Mas Jerom. Rupanya sudah terbaca, tetapi tak tahu ia membacanya pukul berapa. Sayangnya, bukannya langsung dibalas, sampai saat ini ia belum membalas apa pun.

Keterlaluan memang, mentang-mentang anggota dewan memperlakukan saudara iparnya sendiri seperti ini.

[MAS BISA ENGGAK SIH ANGKAT TELEPONNYA? MINIMAL BERKABAR KALIAN BAWA ANAKKU KE MANA?]

Aku tidak peduli dia akan tersinggung atau enggak. Baru kali ini aku dibuat emosi dengan tingkah sombong kakak iparku ini. Sebenarnya sejak dulu ia memang terkenal sombong, tetapi aku tidak tahu jika ia akan seangkuh ini. Aku tidak peduli jika dia akan risi atau tidak subuh itu aku terus saja menerornya dengan panggilan telepon yang terus menerus. Sampai kemudian ada satu balasan pesan darinya. Aku sudah sangat berharap kalau pesan itu mungkin akan berisi alamat tempat mereka singgah, tetapi begitu membaca pesannya ia malah membuatku semakin emosi.

[Berisik! Anakmu sudah kubelikan susu formula paling mahal dan bagus, enggak usah banyak omong!]

Aku baru saja ingin meneleponnya lagi, tetapi nomornya malah tidak aktif. Namun, yang lebih parah ini bukan sekedar tidak aktif, tetapi memblokirku juga. Ya Tuhan, aku harus apa. Kenapa mereka bisa seangkuh itu pada orang tua yang anaknya mereka ambil. Bahkan mereka tak memberi apa-apa padaku. Lantas atas dasar apa mereka bisa bertingkah kalau aku ini pengganggu? Atas dasar kasihan aku rela meminjamkan bayiku yang baru lahir, demi bisa memancing kalian agar cepat punya anak juga, tetapi kenapa reaksi kalian seperti ini hanya karena aku meminta bayi itu dikembalikan.

Aku tak mau menyerah, aku akan menunggu di sini sampai mereka benar-benar pulang lagi pula aku sudah berjanji pada Dara akan membawa putrinya kembali.

Waktu berlalu semua upayaku entah kenapa seperti sia-sia belaka sudah 2 hari aku menunggu mereka pulang sampai hari ini mereka tetap tak kunjung tiba. Sore itu aku memutuskan untuk kembali ke rumah dahulu, lagi pula aku harus memastikan keadaan Dara mengingat kondisi terakhir saat kami bertemu ia masih sangat lemah. Namun, hal yang tak pernah ingin aku dengar adalah ketika ayah dan bunda justru mengabarkan jika rumahku kosong.

[Dara enggak ada di rumah Ka, kamu yakin Dara balik ke rumah? Ini kayaknya rumah sudah ditinggalin lama, halamannya saja banyak daun kering. Seingat Bunda, Dara itu suka banget menjaga kebersihan, ini sudah pasti dia enggak pulang,] ucap Bunda Salsa lewat panggilan telepon.

Ya Allah sudah kuduga Dara pasti tidak akan tinggal diam, setelah kehilangan anak apakah aku juga akan kehilangan istri? Pada akhirnya aku tahu hal ini akan terjadi juga, tetapi apakah harus secepat ini?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 54

    "Abang mungkin bisa nitip ke penjaga makam kalau Mbak Eka ke makam, biar telepon kamu atau minta nomor hpnya.""Kamu yakin Dek, kalau Mbak Eka bakal ke makan secara rutin.""Aku sih mikirnya Mbak Eka kalau memang bener-bener berubah, seharusnya bakal ke sana."Cara ini mungkin membutuhkan banyak waktu, tapi faktanya mencari Mbak Eka juga sesulit itu. Saka juga sudah menanyakan pada orang-orang di sekitar rumahnya, tapi tak ada yang pernah menemui Mbak Eka selain orang-orang yang rumahnya dekat pemakaman. Jadi, Saka hanya bisa menitipkan pesan pada temannya yang kebetulan punya rumah dekat makam juga, untuk memberinya kabar kalau Mbak Eka ziarah.Sebulan berlalu, akhirnya Saka mendapatkan informasi kalau Mbak Eka ziarah ke makam ibu. Tanpa pikir panjang Saka yang kala itu masih berada di rumah makan langsung meluncur ke sana. Untungnya temannya yang dititipkan pesan oleh Saka mencoba untuk menahan Mbak Eka dengan mengajaknya bicara banyak hal, alhasil begitu Saka samp

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 53

    "Dara, bagaimana kabar kamu?"Kala itu wajah semringah Dara langsung berubah. Rupanya ia masih belum melupakan kejadian di masa lalu."Mbak mau ngapain ke sini? Mita udah enggak ada, tolong jangan ambil anakku lagi."Dara mungkin sudah mencoba mengiklaskan apa yang terjadi di masa lalu, tetapi siapa yang menyangka kalau ketika dihadapkan pada orang yang bersangkutan secara langsung. Ada sedikit rasa khawatir yang ia sendiri pun tidak mengerti kenapa bisa terjadi."Dara, maafin Mbak. Aku datang ke sini bukan mau ambil anak kamu. Mbak cuma mau silaturahmi aja.""Bang...."Kala itu Dara menatap Saka dengan wajah yang nanar. Rupanya Saka pun demikian, kenyataannya pria itu masih sedikit khawatir kalau perempuan ini punya niat yang tidak baik. Dari banyaknya waktu kenapa Mbak Eka harus datang tepat kala Dara baru saja melahirkan. Siapa juga yang tidak akan menaruh curiga."Mbak sebaiknnya kita bicara di luar aja ya, tunggu sebentar."Kala itu Saka jug

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 52

    "Apa aku hamil ya?""Hah, Adek serius? Emang udah telat?""Udah 2 bulan sih enggak halangan.""Loh, kenapa enggak bilang Sayang?""Aku enggak mau aja bikin Abang berharap kalau beneran hamil.""Ya udah nanti di sana paling diperiksa. Apa mau beli test pack aja?""Boleh.""Ya udah nanti mampir ke apotek sebentar, Abang belikan buat kamu.""Makasih, ya!"Dara mendadak tak bisa tenang, jantungnya bahkan berdentum-dentum tak karuan, membayangkan jika ia harus kembali mengecewakan Saka. Entah kenapa rasa tidak tega, melihat Saka begitu bersemangat tatkala pria itu membelikan alat tes kehamilan untuknya."Apa pun hasilnya, sama sekali enggak akan mengurangi rasa cinta dan sayang Abang ke kamu."Dara hanya tersenyum tipis, jelas di hatinya ia merasa khawatir kalau hal serupa akan kembali terulang. Namun, entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Ia masih hafal bagaimana rasanya hamil dan yang tengah ia rasakan saat ini sama persis.Di toilet Dar

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 51

    Begitu Dara kembali untungnya keadaan sudah seperti semula. Rey sudah meninggalkan meja mereka, tetapi sepertinya Saka masih kesal dengankehadiran pria itu di sini.“Abang kenapa sih kok cemberut gitu? Ada yang bikin kesel?” tanya Saka.“Udah enggak ada sih sekarang, kita pulang aja sekarang yuk!”“Ayo! Ini juga udah siap kok.”Merasa Saka tampak terburu-buru, hal ini rupanya membuat Dara smenjadi semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya disembunyikan suaminya.Terbukti di perjalanan sampai mereka tiba di rumah pun Saka lebih banyak diam.“Abang, kenapa? Beneran enggak mau cerita?” tanya Dara kala mereka sudah sampai di rumah.Awalnya Saka tidak ingin menceritakan hal ini, ia bahkan tampak menatap istrinya hingga cukup lama. Seolah tampak begitu berat.“Enggak masalah kalau belum mau cerita sekarang atau Abang enggak mau cerita sama sekali. Adek enggak akan maksa.”“Abang tadi ketemu Rey di resto.”“

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 50

    “Hehe, iya Sayang. Maaf. Ya udah sekarang kita ngapain?”“Keluar aja yuk.”“Abang enggak ada mobil.”“Mobil aku juga mobil Abang juga. Itu juga yang beli Abang, akukasih sticker aja makanya ganti warna.”“Kamu tuh ya, suka banget sama warna pink. Emang semuanya haruspink?”Kala itu saking gemasnya, Saka malah mencubit pipi istrinya.Sayangnya, keinginan mereka untuk jalan-jalan harus tertunda, karena banyak halyang harus diurus, terutama rumah mereka yang masih berantakan.Pada akhirnya mereka baru bisa jalan-jalan dengan tenang keesokanharinya. Ata juga sudah kembali ke Pontianak, karena memang ia hanya ambil masacuti 2 hari saja. Jadi di rumah ini hanya ada Saka dan Dara. Orang tua Darajuga sudah kembali ke rumahnya, Tante Disa memutuskan untuk memperjuangkanpernikahannya, meskipun ia tahu kali ini tidak akan mudah.“Sayang, hm kamu kapan bisa ke Pontianak juga?”“Kapan aja bisa. Sekarang juga boleh.”

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 49

    “Aku duluan!”Sontak saja Dara langsung berjalan cepat kearah toilet. Di momen itu setelah menuaikan salah sunah pengantin, akhirnyarasa rindu mereka yang selama ini hanya bisa terpendam benar-benar terbayar.“Makasih banyak ya Sayang, maaf dulu Abanggagal jadi suami yang baik buat kamu.”“Aku juga bukan istri yang baik buat kamu.Yang lalu biarlah berlalu, kita hidup di masa sekarang. Aku yakin Allah pastienggak akan kasih ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya.”“Benar, tapi jujur ujian kita berat banget.”“Maafin aku ya, dalam hal ini aku jugamengambil peranan yang cukup banyak. Aku bikin Abang memusuhi keluargasendiri.”“Enggak Sayang, kamu sama sekali enggak perluminta maaf. Enggak ada asap kalau enggak ada api. Abang sudah mencoba berdamaisama semuaya. Semoga kali ini kita tetap bisa sama-sama dalam menghadapi ujianapa pun.”“Aamiin.”Sedang asyik mengobrol pintu kamar merekamalah diketuk dari arah luar.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status