Share

Nabilla: Pertemuan

“Pertemuan adalah takdir, dan setiap pertemuan selalu membawa kita ke takdir yang lain.”

----------

                Ketika sang mentari menyapa, saatnya jiwa dan raga ini menghadapi keadaan hidup. Ada keadaan yang diharapkan, namun tidak sedikit keadaan yang tidak diharapkan menimpa beberapa orang. Hidup memang semisterius itu, apa yang kita harapkan kadang tidak menjadi kehendaknya.

                Kehidupan memang sudah ada yang mengatur, tinggal kita yang menjalani dengan sebuah keikhlasan. Namun terkadang, keikhlasan itu tumbuh namun bisa mati dalam sekejab mata. Hingga menimbulkan keraguan dalam hati dan merasa tidak ada keadilan dalam hidup.

                Setelah menyapa rab-nya dan membaca al-quran, Nabilla menuju dapur dan ia akan memasak serta beres-beres rumah sebelum ia berangkat sekolah. Sudah tiga hari  ini Nabilla mulai kembali sekolah setelah tiga hari ia tidak sekolah setelah bapaknya meninggal.

                Nabilla memasak oseng tahu denga beberapa irisan cabai hijau. Masakkan yang terlihat biasa saja namun saat orang mencobanya mereka pasti akan memuji masakan Nabilla yang sangat lezat.

                Nabilla bernafas lega ketika semua pekerjaannya telah selesai, ia pun kembali memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah membersihkan diri, ia memakai seragam dan jilbabnya. Tidak lupa ia memasukan buku-buku pelajaran sekolah ke dalam tas lusuhnya.

                Ia berjalan menyusuri jalan yang masih sepi mengingat ini masih pukul 6 pagi. Setelah berjalan selama 15 menit akhirnya Nabilla sampai di tempat biasanya ia menunggu angkutan umum yang akan membawanya sampai sekolah.

                Di sekolah Nabilla terlihat lebih pendiam dari hari-hari sebelumnya, namun teman-teman dan sahabatnya memaklumi karena Nabilla yang masih merasakan duka ditinggal sang bapak. Hari ini Nabilla lalui dengan baik, beberapa soal latihan ujian yang di berikan guru ia selesaikan dengan sempurna.

                Setelah jam pelajaran usai, Nabilla berpamitan dengan sahabat-sahabatnya Jihan, Olivia  dan Narendra. Ia ingin segera pulang dan mengajak ibu dan kakaknya untuk nyekar ke makam bapaknya, mengingat hari ini adalah malam ke tuju kepergian bapaknya.

                Setelah sepuluh menit menunggu angkutan umum akhirnya ada angkutan umum yang datang juga. Nabilla mengambil ponsel yang pernah di belikan bapaknya, walaupun tidak sebagus teman-temannya setidaknya ia tidak gaptek. Nabilla melihat jam yang tertera di lanyar ponsel, jam 14:00, pasti ibu dan kakaknya ada di rumah. Nabilla berharap hari ini ia bisa berkunjung ke makam bapaknya bersama ibu dan kakaknya, mengingat hari-hari sebelumnya ia selalu sendiri berkunjung ke makam bapaknya.

----------

Sebuah mobil fornuter terparkir di halaman rumah sederhana yang terletak di ujung kampung. “Ini buat kamu.” Seorang pria berkumis tebal memberikan beberapa lembar uang seratus ribu ke pada Maya.

“Apa ini, sayang?” Tanya Maya pura-pura tidak tahu.

“Minggu depan kan hari ulang tahun kamu, aku nggak tahu mau beliin kamu hadiah apa. So, ambil duit ini belilah hadiah yang kamu mau.” Ujar pria itu sembari memberikan uang kepada Maya.

“Emm…, sayang. Ini yang membuat aku sayang sama kamu.” Ujar Maya manja, ia mengambil uang yang di berikan pria itu. Sebagai ucapan terimakasih Maya pun memberikan bibirnya untuk dinikmati pria itu.

Tentu dengan senang hati pria itu langsung menyambar bibir Maya, bibir pria itu menghisap bibir Maya. Maya mengalungkan tangannya ke leher pria itu, Maya sangat menikmati permainan bibri pria itu yang diselimuti rambut sedikit tebal dan sangat menyiksa Maya.

“Emmhhhh..” Lenguhan keluar dari bibir Maya saat tangan pria itu meremas dada Maya dengan kencang.

Tok…tokk… tokkk…..

Ketukan pintu mobil membuat aktifitas Maya terganggu. Maya melihat siapa yang tengah mengganggunya, wajah Maya berubah menjadi marah saat melihat si pengganggu adalah Nabilla. “Turun.” Ujar Nabilla datar. Maya berbalik menghadap pria yang sedang berada di depan kemuudi tanpa berucap sepatah kata pun. “Ibu, tidak mau masuk rumah?” Tanya Nabilla. Nabilla menghilangkan rasa takutnya pada sang ibu yang kelakuannya semakin menggila  dan tidak beradap.

                Nabilla sempat berfikir seiring bejalannya waktu dan setelah bapaknya pernah memergoki kelakuan bejat ibunya, ibunya itu akan berubah. Namun Nabilla salah, menyandang setatus janda yang baru tujuh hari, ibunya sudah berani dan semakin berani mengejar pria. Kini ibunya seakan benci dengan realita bahwa ia sudah mempunya dua anak, ibunya juga sepertinya benci dengan gelaran ibu. Maya meminta pada Linda dan Nabilla tidak memanggilnya ibu jika berada di depan teman kencannya.

“Sini kamu, kenapa kamu tidak pernah menurut sama ibu.” Setelah mobil yang membawa Maya meninggalkan halaman rumahnya, Maya menyeret Nabilla masuk ke dalam rumah.

“Sudah berapa kali, ibu bilang sama kamu. Jangan pernah panggil ibu di depan orang.” Ujar Maya.

“Ibu tahu kan bahwa pak Fauzan itu istri ibu Mila, ibu keluar dengan dia semalam tidak pulang. Ibu ingin bikin malu, keluarga kita.” Nabilla tidak habis fikir dengan kelakuan ibunya itu.

“Kamu tidak usah mengajariku, aku tahu apa yang aku lakukan. Dia kaya, dia banyak uang, kalau ibu kawin dengan dia, kita semua pasti bakal hidup enak.” Ujar Maya dengan senyum yang menyebalkan di mata Nabilla.

“Senang untuk ibu? Apa senang untuk kita?” Nabilla mengelus pundaknya yang terasa perih akibat cengkraman Maya yang sangat kuat.

                Tanpa menjawab, Maya berjalan meninggalkan Nabilla yang masih meringis kesakitan. “Hari ini, hari ke-7 meninggalnya bapak. Apa ibu tidak ingin berkunjung ke makam bapak?” Tanya Nabilla sebelum ibunya masuk ke dalam kamar.

                Maya berbalik, dan kembali menghampiri Nabilla. “Heh.., mau sehari, tiga hari atau pun tujuh hari, aku tidak perduli. Orang yang sudah mati akan tetap mati, tidak akan bisa hidup lagi walaupun kita kunjungi sampai nangis darah sekalipun.” Ujar Maya.

“Lagian, kamu ngapain mikirin tua bangka yang sudah mati itu. Mending kamu pikirin ibu, dan kamu harus bersyukur karena aku tidak mengusirmu saat ini juga.” Maya kembali mendorong Nabilla hingga punggungnya membentur tembok.

“Tega sekali ibu berbicara seperti itu, ibu lupa bapak meninggal karena ibu yang sibuk melayani pria lain. Apa ibu tidak puas? Delapan tahun ibu seperti itu, delapan tahun, Bu. ” Ujar Nabilla yang tidak suka ibunya menjelekan bapaknya.

“Kurang ajar ya, kamu berani sama ibu.” Maya melayangkan tamparan di pipi Nabilla.

Plakkk…plak…plakkkk…..

Bertubi-tubi tamparan mendarat di pipi mulus Nabilla, Nabilla merintih kesakitan merasakan kuatnya tamparan Maya. Sementara Maya tanpa memperdulikan rintihan Nabilla, masuk ke kamarnya dan menutup pintu degan keras.

                Nabilla berjalan ke kamarnya dengan memegangi ke dua pipinya yang memerah dan terasa panas akibat tamparan kuat sang ibu. Ia terisak, namun ia selalu sabar, ibunya benar ia harus bersyukur karena ibunya tidak mengusirnya.

                Nabilla mengganti seragamnya dengan gamis hitam dan jilbab hitam bermotif bunga-bunga. Tanpa ibu dan kakaknya ia akan mengunjungi makam bapaknya. Dengan membawa bunga yang tadi ia beli sepulang sekolah, Nabilla berjalan menyusuri jalan kampung, tidak lupa ia menyapa penduduk yang tengah bersantai di teras rumah. Walaupun satu kampung sudah  tahu kelakuan ibunya, tapi mereka tetap bersikap baik dan ramah pada Nabilla. Karena memang Nabilla anak yang baik.

                Setelah berjalan 2 Km, akhirnya Nabilla sampai di makam sang bapak. Di sana Nabilla membacakan Qs Yasin dan tahlil. Setelah selesai menabur bunga di pusara sang bapak, Nabilla berjalan keluar dari area pemakaman.

                Saat sampai di depan pemakaman Nabilla menemukan dompet berwarna hitam, ia menengok kesekitar dan melihat seorang laki-laki yang mengenakan baju koko berwarna putih hendak masuk ke dalam mobil. “Tunggu paman.” Nabilla memanggil laki-lak itu.

                Laki-laki itu berbalik, untuk beberapa detik Nabilla terpana akan ketampanan yang dimiliki laki-laki itu. “Maaf paman, sepertinya dompet ini milik paman.” Ujar Nabilla memberikan dompet pada laki-laki itu. Sementara laki-laki itu tidak bergeming dan memandang Nabilla tanpa berkedip.

“Paman…” Panggil Nabilla, namun lagi laki-laki di hadapannya itu tidak bergeming dan terus memandang Nabilla.

“Hello… paman…” Nabilla melambaikan tangannya di depan wajah laki-laki itu, berharap laki-laki tampan di hadapannya itu tersadar dari lamunannya.

                Hingga tiba-tiba ada seeorang yang menghampiri mereka, “Ada apa, bang?” Ujar laki-laki yang baru saja menghampiri dan tentunya teramat Nabilla kenal.

“Hah…” Laki-laki tampan itu terkejut saat bahunya di tepuk.

“Lho Nabilla..” Ujar laki-laki yang baru saja menyadarkan laki-laki tampan itu.

“Hai.., mas Narendra.” Sapa Nabilla pada laki-laki yang tidak lain adalah Narendra sahabatnya sekaligus pacar Jihan.

“Nabilla?” Gumam laki-laki tampan itu kecewa.

                Narendra mendengar gumamam lirih abangnya, “Bang ini sahabat pacar gue tapi karena dia sahabat pacar gue maka dia juga sahabat gue, namanya Nabilla. Dan Na, ini abang sepupuku namanya Alvaro.” Ujar Narendra dengan sedikit bergurau, Nabilla pun hanya tersenyum, ia sudah hafal dengan tingkah sahabatnya itu.

                Nabilla menunduk ketika menyadrai laki-laki tampan yang bernama Alvaro itu tidak hentinya menatap dirinya. Laki-laki itu seperti meneliti dirinya dengan tatapan tajamnya membuat Nabilla sedikit takut. Narendra menyadari tatapan abangnya yang membuat Nabilla takut pun hanya tertawa, hingga membuat Nabilla dan Alvaro menatap Narendra. “Napa lo ketawa?” Tanya Alvaro datar.

“Habisnya abang ngeliatin Nabilla sampai segitunya, Nabilla kan jadi takut.” Kekeh Narendra membuat Alvaro kembali menatap Nabilla.

“Oh maaf.” Ujar Varo.

“T-tidak apa-apa paman.” Lagi, Narendra menyemburkan tawanya ketika Nabilla memanggil Alvaro paman.

“Paman? Hahaha…., bang lo dipanggil paman tuh.” Ucap Narendra disela tawanya.

“Lho kok mas Naren malah ketawa sih? Kan bener aku manggilnya paman, emang harus manggil apa lagi?” Bingung Nabilla.

“Bang Varo nggak setua itu kali Na, walaupun udah nggak muda lagi.” Kekeh Narendra.

                Nabilla pun mengembalikan dompet yang benar milik Alvaro. Sementara Alvaro tidak bisa berhenti memandang Nabilla yang sedang tersenyum mengobrol dengan adik sepupunya. Senyum yang begitu familiar baginnya, jangan lupakkan mata coklat madu yang persis milik abangnya.

“Queen…..” Gumam lirih Alvaro.

Bersambung…..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status