Share

Nabilla: Mencari Tahu

“Bukan sebuah kebetulan, melainkan sebuah pertemuan yang sudah Tuhan rencanakan diam-diam. Masing-masing dari kita punya garis kehidupan yang telah di gambarkan. Dan masing-masing dari kita, jika dizinkan akan saling bersinggungan.”

----------

“Serius, dia namanya Nabilla bukan Alesha?” Entah sudah berapa kali Varo menanyakan itu kepada Narendra hingga remaja itu jengah dengan pertanyaan abang sepupunya itu.

“Astaga bang, gue harus ngomong berapa kali supaya lo ngerti dan paham dia itu Nabilla bukan Alesha. Namanya Nabilla Fathiyah Hasanah.” Ujarnya kesal dengan menekankan nama Nabilla.

Bayangkan, sejak pulang mengantar Nabilla dari makam sore tadi. Abang sepupunya itu tidak hentinya bertaanya tentang sahabatnya. Narendra ingin rasanya melempar guci yang ada di kamarnya ke kepala Varo, kalau saja abangnya itu tidak menyogok dengan memberikan berlembar-lembar uang seratus ribuan.

“Lagian siapa sih Alesha? Kayaknya berarti benget buat abang, mantan terindah abang, ya ?”Goda Narendra pada Varo yang tengah berbaring di ranjang kamar Narendra.

“Lebih berarti dari mantan terindah.” Ujar Varo yang tengah menatap langit-langit kamar sepupunya itu.

Mendengar ucapan Varo, Narendra yang sedang belajar langsung bringsut dari kursi belajarnya mendekati Varo yang tengah berbaring di ranjang. “ Alhamdulillah, lo normal bang?” Tanya Narendra.

Varo mengerutkan dahinya bingung. “Maksud lo?”

“Gue fikir lo itu homo bang, soalnya om Dinnar sering cerita  ke papa kalau lo itu nggak pernah deket sama perempuan. Tapi deger lo ngomong barusan gue bersyukur, ternyata lo normal.” Jelas Narendra yang langsung mendapatkan jitakan dari Varo.

“Asal lo tau, gini-gini gue mantan plaboy, tau.” Ujar Varo.

“Cihh… playboy kok bangga. Cntoh nih gue, hanya setia sama bebeb Jihan seorang.” Kata Narendra bangga.

Varo mulai jengah dengan tingkah sepupunya itu, “Nggak usah lebay deh lo.”

Narendra memincingkan mata, ia curiga dengan abangnya itu. “Btw, lo nggak lagi jatuh cinta sama Nabilla kan Bang?” Tanya Narendra, ia curiga abangnya jatuh cinta pada pandangan pertama pada Nabilla. Mengingat Varo tidak bosanya bertanya tentang Nabilla.

Varo menghela nafas, “Ya nggak lah, lo fikir gue pedofil yang doyan anak SMA.” Ujar Varo.

“Siapa tahu kan, bang.”

Sebenarnya Narendra tidak puas dengan jawaban Varo, ia tahu di lubuk hati abangnya itu ada sebuah rasa untuk Nabilla. Ia ingat betul saat Varo menatap Nabilla, Varo yang kepo tentang segala hal yang berkaitan dengan Nabilla. Ia ingin bertanya lebih lanjut, namun ia urungkan karena ternyata malam sudah larut dan besok ia harus sekolah.

----------

Rintik hujan di pagi hari, dihiasi kabut yang tidak begitu tebal tidak mematahkan semangat seorang gadis jelita yang sudah rapi dengan seragam putih abu-abu dan jilbab putihnya. Gadis jelita yang selalu menampilkan senyum manis itu tidak patah semangat dalam mengayuh sepeda menyusuri jalan raya yang dipadati berbagai macam kendaraan yang melintas.

Biasanya Nabilla akan naik angkutan umum untuk berangkat sekolah, namun mulai hari ini ia akan menaiki sepeda guna menghemat pengeluaran. Ya, Nabilla harus berhemat, mengingat orang yang biasa memberinya uang saku kini sudah tiada. Bahkan sepulang sekolah nanti ia berencana mencari pekerjaan part time.

Disepanjang perjalanan gadis itu sesekali menghapus peluh yang membasahi dahinya, meskipun hari masih pagi dan awan terlihat mendung. Namun peluh yang ia peroleh mewakili kelelahan yang ia alami.

Perjalanan yang cukup menyita waktu itu telah usai ketika ia dan sepedanya hampir tiba di depan gerbang sebuah SMA tempatnya menimba ilmu. Nabilla menghentikan kayuhan sepedanya ketika melihat Jihan, Narendra dan laki-laki dewasa bernama Alvaro tengah berdiri di depan gerbang sekolah. Alvaro memakai  kemeja putih dibalut blazer hitam dan kaca mata hitam yang menambah berkali lipat ketampanannya. Bohong jika Nabilla tidak terpesona dengan laki-laki itu, tapi Nabilla sadar diri siapa dirinya. Dan memang tidak sepantasnya ia tertarik terhadap lawan jenis, mengingat usianya yang belum genap 17 tahun

Hati Nabilla sedikit resah, ia bimbang antara ingin menyapa atau hanya melewati saja. Namun saat tengah berfikir Jihan berteriak memanggil namanya sambil melambaikan tangan, Nabilla pun mau tidak mau akhirnya menghampiri Jihan, Narendra dan Varo. “Assalamualaikum, selamt pagi.” Sapa Nabilla saat sampai di dekat mereka.

Waalaikumsalam.” Jawab mereka bersama.

“Na tumben banget kamu naik sepeda, rumah kamu kan jauh dari sekolah Na?” Tanya Jihan tidak suka.

“Iya mbak, lagi pengen aja. Lagian sayang, udah lama sepedanya nggak dipakai.” Ujar Nabilla berbohong, tiak mungkin kan ia jujur kalu ia lagi menghemat pengeluaran

“Kamu nggak bohong kan, Na?” Tanya Jihan, ia tahu sahabatnya itu pasti tidak percaya degan alasan yang menurutnya konyol itu.

“Iya mbak.” Nabilla menjawab yakin.

Sedari tadi Varo memperhatikann interaksi antara Nabilla dan sahabat-sahabatnya, ia tertengun melihat senyum Nabilla yang merespon candaan dari Jihan ataupun Narendra. Tawa dan senyum yang benar-benar sangat manis dan menenangkan, seperti sesorang yang sangat ia kenal. Ditambah mata indah yang membuat dirinya ingin berlama-lama menatap mata itu dalam. Ia tahu di dalam mata indah itu terlihat banyak rahasia yang tersimpan, dan lagi ia ingin menyusuri setip rahasi itu.

Nabilla menghentikan tawanya dan tanpa sadar ia menatap Alvaro yang sedari tadi menatapnya, entah sejak kapan Varo melepas kaca mata hitamnya. Pandangan Varo dan Nabilla bertemu, hanya beberapa saat karena Nabilla segera menundukan wajahnya.

Varo berdehem untuk menghilangkan kecanggungann yang melanda serta mencoba menarik perhatian tiga remaja yang tengah mengabaikkanya.

“Abang duluan, Assalamualaikum.” Tanpa menunggu jawaban dari mereka Alvaro memasuki mobil mewah dan tentunya limited edition di kota kecil itu.

“Waalaikumsalam.” Ujar mereka.

“Bang jangan lupa entar jemput gue.” Ujar Narendra berteriak saat Alvaro sudah menghidupkan mesin mobilnya.

 “Iya nanti gue jemput, bewel deh.” Ujar Varo membuat senang Narendra, sepertinya ia akan memanfaatkan abang sepupunya itu selama di Purwokerto.

Nabilla memperhatikan interaksi Narendra dan Varo itu dengan senyum, ia jadi merasa ingin memiliki kakak laki-laki yang akan melindungi adiknya. Nabila memang mempunyai kakak, namun kakaknya boro-boro melindungi. Melihat dirinya disiksa ibunya saja, kakaknya tidak perduli.

Sementara di dalam mobil, Varo menghentikan laju mobilnya di tepi jalan setelah jauh dari sekolah. Ia merih ponsel dari saku blazernya, ia membuka galeri pada ponselnya dan membuka foto yang di kirim Narendra pagi tadi. Lagi-lagi Varo harus memberikan sogokan kepada sepupu laknatnya itu untuk mendapatkan foto seorang gadis yang membuat hatinya porak-poranda. Matanya yang tajam menetap foto-foto seorang gadis cantik dengan jilbab yang benar-benar menggetarkan hatinya, entah karena gadis itu sangat mirip dengan seseorang atau entah karena apa. Yang pasti saat ini laki-laki berusia tiga puluh tiga tahun itu tengah merasakan indahnya bunga sakura yang berguguran dalam hatinya.

Senyum tipis terbit diwajahnya yang tegas, kemudian ia mendial nomor seseorang. “Lo ke Purwokerto hari ini juga.” Perintahnya pada seseorang di seberang sana.

“….”

“Lo cari tahu latar belakang Nabilla Fathiyah Hasanah sahabat Narendra sepupu gue, entar gue kirim foto-fotonya.”  Ucapnya setelah mendapat jawaban dari orang yang ia perintah.

Alvaro meletakkan ponselnya di atas dashboard kemudian kembali mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju restoran yang sedang dibangun.

Besambung……

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status