Home / Historical / Queen of Heart - Istri Sang Duke / 3. Pertemuan Pertama Mereka

Share

3. Pertemuan Pertama Mereka

Author: Amethyst re
last update Last Updated: 2025-01-27 21:11:09

…..

“Lukisannya mengingatkanku pada pemandangan langit sore di pantai Pulau Selatan? Bagaimana menurutmu, Cleo?”

Wanita muda berparas cantik dalam balutan gaun sutra biru yang panjang dan longgar—pilihan bijak untuk hari terik di tengah musim panas, tampak mengangguk setuju. Dari balik hiasan topi berbulu di kepala, mata cokelat tuanya yang sebening Sungai Luminari memandang teduh lukisan yang dimaksud.

“Dilihat dari pembangunan ide, penguasan teknik, kreativitas dan keharmonisan warna, kualitas anak-anak akademi di bidang seni meningkat cukup pesat ya. Jika seseorang datang kepadaku dan berbohong bahwa lukisan ini karya seorang pelukis ternama, mungkin aku akan mempercayainya begitu saja.”

“Komentarmu terlalu berlebihan, Cleo. Aku tahu, kau tidak mungkin sebodoh itu.”

Cleo mengangkat bahunya ringan. “Mau bagaimana lagi, aku berkata jujur.”

Terhitung sudah setahun lulus dari pendidikan tingkat tiga Akademi Kerajaan, beberapa bulan yang lalu, Zelda mendapatkan undangan untuk menghadiri acara pameran seni. Enggan datang seorang diri, ia pun mengajak Cleo—temannya dari sekolah tata krama perempuan, untuk menemaninya. Zelda sengaja memilih Cleo karena kebetulan wanita itu juga alumni sekolah ini.

“Berbicara tentang Pantai Selatan, aku mendadak rindu berlibur ke sana,” ujar Zelda sembari membayangkan suara deburan ombak dan semilir angin sejuk dari balkon penginapan. “Tahun ini aku sangat sibuk sehingga melewatkan kesempatannya.”

“Sebaiknya kau undur dulu niat berliburmu itu.”

“Apa masalahnya? Ayah tidak mungkin menolak permintaanku.”

“Orang-orang Benua Utama berlibur ke Pulau Selatan untuk menghindari siksaan musim dingin. Kalau kau pergi di tengah musim panas seperti sekarang, kau akan mati kegerahan, Zelda.”

Zelda mengerjapkan matanya yang berbulu lentik, kelihatan cukup syok. “Benarkah itu?”

“Pulau Selatan termasuk wilayah tropis. Pulau itu panas sepanjang tahun, ditambah lagi tingkat kelembabannya sangat tinggi.” Cleo membuka kipas tangan berendanya, mengibas cepat benda itu. “Coba aku tanya, apa tujuanmu berlibur ke Pulau Selatan di tengah musim panas?”

“Menghindari musim panas.”

“Menghindari musim panas ke wilayah tropis? Sebagai orang yang lahir dan tinggal di daerah empat musim, mengunjungi Pulau Selatan adalah keputusan gegabah.”

Zelda sejenak kehilangan kata-kata. “Ucapanmu masuk akal. Pulau itu pasti sepanas neraka sekarang. Bagaimana cara penduduknya bisa bertahan hidup ya?”

Cleo sontak menutupi bibirnya menggunakan kipas tangan, menyembunyikan tawa kecilnya dengan gerakan anggun. Ia melirik sahabatnya yang kebingungan, seolah ini pertama kalinya mendengar cerita tentang eksotiknya iklim di Pulau Selatan.

“Zelda, mereka pasti sudah beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka tinggal,” jelas Cleo mulai bersemangat. “Karena sejak diciptakan, manusia dibekali insting bertahan hidup. Jika tidak, mungkin sudah lama manusia punah dari muka bumi ini.”

Di sela diskusi, Cleo menyempatkan diri menyapukan pandangannya ke sekitar. Beberapa pria bangsawan yang tak sengaja berkontak mata dengannya buru-buru menganggukkan kepala, bersikap sopan.

“Aku tidak mengira musim panas di Pulau Selatan akan semengerikan itu,” ungkap Zelda prihatin. “Pantas para bangsawan berkunjung saat musim dingin saja.”

“Pulau Selatan termasuk daerah teritorial Dorian Dukedom. Namun, gaya hidup dan budaya mereka jauh berbeda dengan budaya masyarakat Dorian di Benua Utama. Kalau kau mengamati keseharian penduduk Pulau Selatan lebih teliti, desain pakaian mereka dirancang sederhana. Kain yang digunakan pun umumnya katun atau linen yang gampang menyerap keringat. Selain itu, rumah-rumah yang mereka sewakan sebagai penginapan memiliki arsitektur bangunan dengan banyak jendela, gunanya untuk mempermudah sirkulasi udara.”

Tak terasa hari mulai beranjak siang. Aula sekolah perlahan dipadati pengunjung. Lelah mengipasi diri dan tidak kuat lagi dengan keramaian pameran, Zelda yang butuh udara segar mengajak Cleo keluar untuk beristirahat di taman sekolah. Menggelar tikar di bawah rindang pohon sepertinya ide yang bagus.

“Cleo, lihat siapa yang baru saja kutemukan?!” seru Zelda kegirangan. Melupakan jantungnya yang bergemuruh hebat, wanita itu berusaha tetap tenang dan melanjutkan langkahnya. Sembari terus menatap ke depan, sudut matanya tak kuasa mengabaikan kehadiran sang pangeran. Diam-diam ia mengintip sosok pria berambut pirang yang berdiri tak jauh dari tempatnya berada.

Namun, ketika pandangan keduanya tak sengaja bertemu, Zelda justru berakhir panik. Ia pun mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menjaga sikap. Kelembutan wajahnya memang tak berubah, hanya dagunya terangkat sedikit lebih tinggi dari biasanya. Seulas senyum tipis menghiasi bibir, menyadari mata sang pangeran tertuju padanya.

Zelda dan Cleo memutuskan untuk tinggal saat Alden dan kawan-kawannya berjalan menghampiri mereka. Begitu jarak hanya terpaut tiga langkah, Zelda dan Cleo segera menyapa para pria terhormat itu.

“Salam hormat kami, Yang Mulia Pangeran.”

Zelda memperhatikan wajah pangeran, mencari tahu reaksinya. Pagi ini, ia rela bangun lebih awal untuk mempersolek diri, berharap calon tunangannya terpesona saat mereka berjumpa nanti. Zelda tahu, pria yang tengah menempuh pendidikan tingkat empat di Akademi Kerajaan itu menyukai wanita cantik.

“A-apa-apaan ini! K-kenapa pangeran mengabaikanku?” batin Zelda tersinggung mengetahui mata Alden tak lagi melihatnya. Mengikuti arah pandangan pria itu, Zelda terkejut mendapati sosok pangeran yang tampak terpikat pada keelokan Cleo Austin.

“Zelda, dari keluarga manakah lady cantik ini berasal? Sepertinya aku belum pernah melihatnya di Ibu Kota.”

Zelda menarik bibir, berusaha menyembunyikan ketidaknyamanannya. Hatinya sesak menyaksikan Alden yang biasa memujinya di setiap pertemuan mereka, kini justru memandangi Cleo yang sorot penuh kekaguman.

“Saya… saya beruntung bisa memperkenalkan Lady Cleo Austin kepada Anda, Yang Mulia,” kata Zelda ragu. Tembok kesabarannya tergelitik oleh rasa cemburu yang mulai menggila.

“Austin? Ah, jangan-jangan yang kau maksud keluarga Marquess Austin?” Seolah sengaja mengabaikan keberadaan Zelda, Alden tak malu memandangi Cleo dengan ketertarikan yang kentara. “Oh Lady Austin, senang bisa berkenalan dengan wanita mempesona sepertimu. Apakah kau menyukai lukisan? Atau mungkin, kau lebih suka keramik?”

Belum juga pulih dari ketersinggungan, Zelda berubah geram begitu mendapati Cleo yang berpura-pura antusias menanggapi pangeran. Dari tempatnya berdiri, ia tahu perhatian wanita itu tertuju pada sahabat Alden, yakni Duke Muda Sander Dorian. Sikap Cleo kepada Alden dinilainya sangat tidak sopan.

“Saya menyukai keduanya, Yang Mulia.”

“Sempurna!” Alden tiba-tiba mengulurkan tangan dan tindakan tersebut mengejutkan semua orang. “Lady Austin, izinkan aku memperkenalkanmu kepada salah satu guru besar seni Akademi Kerajaan. Beliau orang tua yang berwawasan luas dan sangat ramah. Kau pasti menyukainya.”

Cleo mengamati uluran tangan Alden. Kembali menutupi senyumnya dengan kipas tangan berenda, Cleo menolak sopan tawaran tersebut. “Maafkan saya, Yang Mulia. Saya menghargai niat baik Anda, tetapi saya tidak memerlukan pengenalan lebih lanjut. Sebenarnya, saya dan Profesor Lucas berteman cukup baik,” ucap Cleo hangat.

“Sungguh? Aku tidak menyangka, kau berteman baik dengan Profesor Lucas. Kalian sering bertemu di acara pameran seni di tempat lain?” tanya Alden, perlahan menarik tangannya yang tak bersambut.

Cleo mengangguk dengan anggun, lalu menjawab, “Saya pernah mengikuti kelas beliau di tahun pertama saya.”

Mata Alden sontak berbinar. Kabar itu mengejutkannya. “Luar biasa, ternyata Lady Austin mantan murid Profesor Lucas. Bolehkan saya tahu, tingkat dan tahun berapa kau lulus, Lady Austin?”

“Tingkat tiga di tahun 187, Yang Mulia.”

“Ternyata kau seumuran denganku. Kenapa tidak melanjutkan pendidikanmu sampai tingkat empat? Kalau dulu kau melanjutkannya, mungkin kita sudah berteman sekarang.”

“Pendidikan tingkat tiga sudah cukup tinggi bagi seorang wanita seperti saya. Akademi Kerajaan telah membekali saya banyak pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat. Namun, untuk saat ini, saya lebih tertarik mengembangkan pengalaman di luar kelas, memperluas koneksi saya dengan orang-orang hebat,” jawab Cleo percaya diri tetapi tetap rendah hati.

Alden sontak menyenggol bahu sahabatnya seraya mengerling jenaka. “Dengarkan itu, Carl. Pendidikan memang penting, tetapi bersosialisasi juga sama pentingnya. Jangan hanya pedangmu saja yang diurus, rakyat juga butuh perhatianmu.”

Carl memincingkan mata, merasa tersindir. Setelah ditenangkan Sander, pria itu mampu menguasai dirinya lagi. “Saya menggunakan pedang untuk melindungi rakyat. Apa gunanya bersosialisasi jika keselamatan rakyat tidak terjamin.”

"Dasar bocah keras kepala." Alden menatap Zelda dan Cleo bergantian. Dengan sikap bangga, ia kemudian memperkenalkan mereka kepada kawan-kawannya. “Lady Adler,” katanya, “izinkan aku memperkenalkanmu kepada dua teman baikku, Duke Muda Sander Dorian dan Duke Muda Carl Leander.”

Zelda tersenyum manis, lalu menganggukkan kepala. Ia sering melihat keduanya di Ibu Kota, tetapi ini pertama kalinya mereka berkenalan secara resmi.

Ketika tiba giliran Alden memperkenalkan Sander kepada Cleo, alih-alih membalas perkenalan itu dengan basa-basi biasa, Sander justru melangkah maju dan berkata, “Senang akhirnya bisa berjumpa denganmu, Lady Austin.”

Ucapannya berhasil menarik perhatian semua orang, terutama Cleo.

“Kalian sudah saling kenal?” tanya Alden penasaran.

“Saya mengenalnya, meskipun Lady Austin mungkin belum menyadarinya.”

Ragu, Cleo membalas dengan tertawa kecil. “Jika memang kita pernah bertemu, saya rasa ingatan saya tidak sebagus yang saya kira. Lord Sander, bersediakah Anda memperjelas kapan dan di mana pertemuan itu terjadi?”

Sander tertegun, menyadari ia telah melakukan kesalahan. “Milady, sebenarnya kita belum pernah bertemu secara langsung hingga hari ini. Namun, saya sudah mengenal keluarga Anda dengan sangat baik.”

“Benarkah itu? Kebetulan ini mengejutkan sekali.”

“Mungkin sebentar lagi surat Marquess Austin akan tiba di kediaman Anda.”

“Surat?”

…..

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   87. Kepekaan Lady Lucian

    …..Pagi berikutnya, Dorian Manor berdenyut dengan kesibukan yang khas bagi rumah bangsawan di musim sosial. Lorong-lorong penuh suara langkah para pelayan yang bergerak cepat dalam keheningan—sebuah keterampilan yang dilatih sejak hari pertama bekerja. Di antara mereka, kepala pelayan memeriksa daftar tugas, memastikan setiap vas bunga diganti sesuai jadwal, setiap peralatan perak dipoles, dan setiap kain pelapis kursi dibetulkan lipatannya. Di rumah bangsawan seperti ini, pagi hari bukan hanya awal hari, melainkan awal penampilan. Sebab setiap kunjungan tamu—bahkan yang tidak diundang—bisa menjadi ajang penilaian diam-diam terhadap tuan rumah.Di tengah arus kesigapan itu, Abby justru melangkah lebih lambat. Langkah gadis itu ringan, sikap tubuhnya tegak, dan matanya terus mengamati pergerakan Cleo Austin. Perintah Zelda Adler masih segar di kepalanya: Dekatilah Cleo. Aku ingin semua yang dia pikirkan sampai ke telingaku. Dan Abby, yang paham betul risiko menolak Zelda, tak punya pi

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   86. Tikus Mulai Beraksi

    …..Selepas rapat mingguan terakhir bulan ini, Cleo Austin izin undur diri lebih awal dan menjadi orang pertama yang meninggalkan kantor badan amal. Ia menuruni satu per satu anak tangga bangunan plaza dengan langkah ringan. Topi musim semi yang dikenakannya tampak condong ke satu sisi, dihiasi pita kecil berwarna merah muda. Di tangan wanita itu, tampak sekotak beragam kue manis dari patisserie terbaik Dorian yang tadi dibelinya ketika istirahat siang .Cuaca sore itu sungguh bersahabat. Langit berwarna biru pucat tanpa dikotori segumpal awan. Begitu tiba di pelataran plaza, Cleo dibuat bingung oleh kehadiran sosok pria jangkung yang bersandar di sisi kereta. Pria itu mengenakan mantel abu-abu muda familiar, dan tak butuh waktu lama bagi Cleo untuk mengenalinya.“Lord Sander?” serunya pelan, setengah terkejut, setengah tersipu.Sander Dorian mengulurkan tangan, seulas senyum menggantung di bibirnya. “Tiba-tiba saja aku membayangkanmu mampir ke toko kue. Rupanya aku benar.”Cleo mener

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   85. Kapan Hamil?

    …..Pemandangan salah satu taman di manor tampak meriah pagi ini. Deretan panjang meja dan kursi berenda tertata rapi di bawah naungan tenda. Pesta teh yang digelar oleh Keluarga Dorian tiap awal musim sosial selalu menjadi agenda bergengsi di kalangan bangsawan wilayah selatan. Kaum wanita mengenakan topi berbunga dan gaun terbaik mereka, sementara kaum pria mengganti jas suram mereka dengan warna cerah.Musim ini, Cleo-lah yang menjadi nyonya rumah, menggantikan peran mendiang ibu mertuanya, Duchess Victoria, untuk menyambut para tamu. Ia berdiri tenang, mengawasi jalannya acara sambil menyesap teh dari cangkir porselen. Mata para undangan, khususnya para wanita muda, tak henti memperhatikan sosoknya dari jauh.Gaun bergaya empire waist silhouette dari bahan sutra membalut tubuh Cleo dengan anggun. Mode pakaian wanita ini tengah populer selama beberapa musim terakhir di kalangan bangsawan. Garis pinggang yang tinggi—tepat di bawah payudara—memberikan kesan ringan dan feminin. Rambut

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   84. Malam yang Panas

    …..Cleo menggeram pelan seraya menggeliat ketika sentuhan ringan menyapu punggungnya. Ujung jemari Sander meluncur seperti angin di kulitnya yang terbuka sebagian, menelusuri lekuk tulang belikat hingga ke pinggang. Selimut linen berwarna gading yang membalut mereka hampir terjatuh ke lantai karena gerakan itu.“Sander…” desis Cleo setengah malas, setengah manja. “Saya butuh tidur. Kita baru saja sampai sore tadi.”Namun suaminya hanya terkekeh, tak mengindahkan peringatan halus itu. Dengan gerakan lembut penuh minat, ia menunduk dan mengecup bahu Cleo—sekilas, lalu sekali lagi, lebih lama. Napasnya hangat menyapu kulit istrinya, membuat Cleo menggigil pelan, tak sepenuhnya marah meski berusaha terlihat kesal.“Aku tidak bisa tidur,” bisik Sander. Suaranya serak dan berat.Cleo membalikkan tubuhnya, menghadapkan wajahnya yang masih setengah mengantuk kepada pria itu. Rambutnya yang terurai menempel lembut di pipi, dan sorot matanya mengabur oleh sisa kantuk. “Lord Sander, Anda belum

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   83. Percakapan di Balkon Kapal

    …..Ratu Shopie telah menetapkan jadwal ketat selama masa kehamilannya. Zelda tidak diperbolehkan menghadiri pesta dansa dan tidak diizinkan keluar tanpa pendamping resmi yang ditunjuk langsung oleh istana. Kebebasannya dirampas, dan kini, satu-satunya hiburan Zelda adalah menyapa para tamu lansia yang datang atas undangan sang ratu, mengajaknya bermain kartu, atau mengenang masa muda yang tidak pernah relevan dengannya.Sepanjang hari, Zelda hanya bisa tersenyum palsu sembari membelai perutnya yang mulai membuncit. Alden bahkan tidak tidur sekamar lagi dengannya. Sibuk. Terlalu banyak urusan parlemen, pertemuan diplomatik, dan persiapan kunjungan kenegaraan ke Anzoria untuk menjemput selir baru.Zelda gigit bibir, menahan rasa getir yang sudah berbulan-bulan mengendap. Seharusnya masa kehamilan seorang wanita menjadi momen paling berharga dalam hidupnya. Seharusnya ia dipuja, dimanjakan, dan dimuliakan. Bukankah ia sedang mengandung pewaris masa depan tahta Elinor?Sekarang, istana

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   82. Pesona Para Ksatria di Lapangan

    …..Cleo Dorian duduk bersila di atas permadani, dikelilingi lautan kain satin, renda-renda tua, dan beberapa kotak penyimpanan yang dibuka setengah hati. Di depannya, tergelar beberapa potong gaun malam warna pastel yang sudah tidak ia pakai lebih dari dua musim. Gaun-gaun itu masih cantik, tetapi sebagian besar sudah ketinggalan tren.“Sudah waktunya kalian mendapatkan pemilik baru.”Kewalahan dengan banyaknya gaun yang terlantar, Cleo memutuskan untuk beristirahat sejenak. Ia terlihat membaca katalog kain dan busana yang didapatkannya dari rumah mode terkenal yang biasa menjadi langganan bangsawan. Mendadak, Cleo merasa tergoda untuk memborong beberapa karya mereka setelah melihat koleksi dari sketsa gaun musim dingin.Ketika asyik membolak-balikan halaman katalog, mata Cleo tak sengaja menangkap bayangan seorang gadis di ambang pintu.Abby.Pelayan muda itu mengenakan celemek abu pucat. Begitu menyadari Cleo sedang memandanginya, Abby yang sempat gelagapan akhirnya melangkah maju.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status