Share

2. Para Pria Terhormat

Author: Amethyst re
last update Last Updated: 2025-01-27 17:39:20

…..

Kumpulan pelajar segera menyingkirkan diri begitu rombongan Pangeran Alden melintasi koridor sekolah. Sembari berbisik-bisik dan sesekali mencuri pandang, para penghuni Akademi Kerajaan yang diharapkan menjadi generasi penerus kejayaan Elinor menyapa ramah ketiga pria muda berbakat, calon pemimpin mereka di masa depan.

Alden Lysander Elinor—putra sulung Raja Edward dan Ratu Shopie membalas sapaan mereka dengan anggukan singkat. Pria yang hobi menghabiskan waktu pergi berkencan dengan sembarang wanita itu kabarnya tengah membatasi diri. Belakangan ini, ia sering diceramahi sang ayah untuk menjaga sikap di depan rakyat, mengingat dirinya telah resmi diangkat menjadi pangeran mahkota.

“Gadis yang berdiri di sebelah patung zirah besi nomor dua,” ujar Alden kepada salah seorang kawannya, “senyumnya manis, bukan?”

“Tolong berhenti memangsa gadis-gadis polos di tempat ini, Yang Mulia. Jangan buat geger istana lagi. Skandal Anda yang kemarin baru saja dibereskan,” seru Sander Arthur Dorian, tak henti-hentinya mengingatkan. Putra tunggal Duke Adam Dorian itu membuang tatapan jengahnya ke sembarang arah. Mungkin lelah dipaksa mengurusi kenakalan pria dewasa yang umurnya lima tahun lebih tua darinya.

Manusia lain yang berjalan di antara mereka—Carl Ferdinand Leander, anggota termuda si ahli berpedang, terpantau malas memberikan tanggapan. Ekspresi datar dengan bibir yang mengantup lemah menunjukkan keenggannannya untuk bergabung dalam omong kosong tak berujung itu.

Bersama senyum jenaka yang mengembang di bibir, Alden melemparkan pandangan santai ke arah sahabatnya. “Sander, Carl, santai sajalah. Bagaimana kalau siang ini temani aku bermain polo?”

Sander mendesah, melipat kedua tangannya di dada. “Pasti Anda ingin tebar pesona di depan alumni. Tebakan saya benar, kan?”

Hari ini, Akademi Kerajaan menggelar pameran dan pertunjukkan seni—bagian kecil dari rangkaian panjang perayaan dies natalis sekolah. Beberapa alumni berpengaruh yang telah sukses di bidangnya masing-masing diundang untuk ikut memeriahkan. Beberapa dari mereka datang sebagai narasumber pada sejumlah seminar yang diadakan di jam-jam berbeda.

Alden tertawa kecil, menepuk-nepuk ringan bahu sahabatnya. “Aku hanya ingin bersenang-senang, Sander. Ini musim terakhir kita di sekolah. Jadi, apa salahnya mencari teman kencan. Siapa tahu kita beruntung mendapatkan gadis berkualitas baik yang bisa diajak ke pesta dansa kerajaan.”

Carl yang sejak awal lebih banyak diam, tiba-tiba mengangkat sebelah alisnya, merasa terganggu. “Daripada menonton Anda berlagak di depan para gadis, lebih baik menyelesaikan latihan berpedang saya yang tertunda karena ujian akhir.”

Pernyataan Carl membuat Alden tergelak. Meski kedua sahabatnya tampan rupawan, Alden menyayangkan ketidakmampuan mereka dalam memanfaatkan anugerah yang telah diberikan Tuhan. Sander terlalu taat pada aturan, hatinya lama terpaku pada tumpukan buku di perpustakaan. Sementara Carl, maniak pedang itu memang sulit diajak nakal.

“Oh ayolah! Akhir-akhir ini kalian dingin sekali padaku,” Alden berkata, masih memasang senyum arogan untuk menggoda Carl. “Mentang-mentang sudah bertunangan, sekarang aku dilupakan.”

“Tidak semua orang ingin menjadi pusat perhatian sepanjang waktu, Yang Mulia.” Carl menjauhkan diri dari sisi Alden. Kelakuannya ini mirip kucing hitam yang benci diganggu. “Saya senang hidup damai, tanpa masalah.”

Alden mendengus geli. Sindiran Carl menusuk telak hatinya. “Kalian paling keras kepala kalau urusan wanita. Pria sopan dan berbudi luhur seperti kalian terkadang membuatku merinding.”

Setelah perjalanan singkat penuh celotehan tak berbobot, Alden, Sander dan Carl akhirnya tiba di aula utama sekolah—lokasi di mana pameran lukisan dan keramik tengah dilangsungkan. Beberapa bangsawan yang menyadari kehadiran ketiga pria terhormat itu berbondong menghampiri, sekadar memberikan salam hormat dan saling bertukar sapa.

“Selamat telah diangkat menjadi pangeran mahkota, Yang Mulia,” ucap Baron Elios Abelard, seorang kolektor lukisan amatir sekaligus anggota parlemen dari Fraksi Bangsawan Rendah. “Semoga kesuksesan dan kemakmuran selalu menyertai Anda.”

“Baron Abelard! Astaga, sudah kuduga akan menemukanmu di sini.”

Pria yang hobi memanfaatkan waktu senggangnya untuk kegiatan filantropi itu terlihat senang mengetahui kehadiran dinantikan pangeran. Seusai menyapa Alden, ia mengalihkan perhatiannya kepada Sander dan Carl. “Selamat siang Duke Muda Dorian, Duke Muda Leander. Bagaimana kabar Anda sekalian?”

Sander menganggukkan kepala, hampir bersamaan dengan Carl. Kesopanan dan kesantunan mereka menyejukkan hati Baron Abelard. Reputasi keduanya selalu dinilai cemerlang oleh para bangsawan. “Kabar kami baik, Baron. Bagaimana dengan Anda? Saya dengar, Madam Abelard baru saja melahirkan.”

“Anda sudah menerima kabar itu? Benar sekali, Lord. Istri saya melahirkan seorang putri yang sangat cantik.” Mata Baron Abelard berbinar penuh kebahagiaan. Siapa yang akan menyangka, di umurnya yang sudah menginjak kepala enam ini, Tuhan masih mempercayainya. “Saya sempat khawatir saat dokter memberitahu jika kehamilan kali ini sangat beresiko. Istri saya sudah tua, tetapi saya beruntung karena istri saya wanita yang kuat.”

“Apakah Anda sudah menamai putri Anda?” tanya Alden ingin tahu. “Seandainya belum, berkunjunglah ke istana. Raja dengan senang hati memilihkan nama yang bagus untuk putri Anda.”

“Sebuah kehormatan bagi keluarga kami, Yang Mulia. Anda tidak perlu khawatir. Selena, itu nama yang telah kami pilih.”

“Madam Abelard melahirkan saat malam hari? Pasti Anda sangat kerepotan.” Kini gantian Sander yang bertanya. “Selena, sang dewi bulan.”

“Hahaha, Lord Sander. Anda tahu segalanya.”

Begitu obrolan semakin hangat, Baron Abelard tiba-tiba saja teringat sesuatu. Pria tua itu berdeham pelan sebelum menatap Alden dengan sorot penuh arti. “Ngomong-ngomong, Yang Mulia. Tahukah Anda siapa yang hadir di acara ini?”

Kening Alden berkerut, sedikit terkejut dengan perubahan topik yang terkesan mendadak itu. “Siapakah yang Anda maksud, Baron?”

“Lady Zelda Adler,” jawab Baron Abelard mantap. “Putri Duke Simon Adler yang terkenal dengan keanggunannya. Bukankah gadis itu yang digadang-gadang akan menjadi calon putri mahkota? Ah benar, dia juga sepupu Anda.”

Alden sejenak terdiam, berusaha tampak santai kendati kata-kata Baron Abelard cukup menganggunya. Sebelum acara hari ini pun, ia sudah sering mendengar desas-desus tentang Lady Adler, mengenai kemungkinan mereka dijodohkan. “Saya yakin, kedatangannya akan menyita banyak perhatian para pria muda.”

“Anda benar.” Baron Abelard tersenyum sopan, tampak melirik arloji di pergelangan tangan. “Maafkan saya, Yang Mulia. Obrolan ini menyenangkan, tetapi sebetulnya saya sedang ditunggu seseorang. Izinkan saya pamit lebih dulu,” ucapnya penuh penyesalan.

“Tidak masalah. Silakan Baron.”

Setelah menyampaikan salam perpisahan, Baron Abelard pergi meninggalkan tiga sekawan di tengah aula yang semakin ramai pengunjung. Alden memperhatikan kepergiannya dengan pandangan kosong. Diam-diam pikirannya terjerat oleh bayang-bayang Lady Zelda Adler. Semua orang menganggap gadis itu calon yang sempurna, tetapi Alden justru merasa skeptis.

Dalam benak sang pangeran, ia berpendapat, tipe wanita seperti Zelda tidak sesuai dengan jiwanya yang bebas. Meski dikenal anggun dan berasal dari keluarga terpandang, Lady Adler terkesan seperti anak rumahan yang terlalu berhati-hati. Sosok yang kurang menantang dan kurang menghadirkan elemen petualangan yang selama ini selalu dirindukan Alden. Terlalu sempurna dan mudah ditebak.

“Aku yakin, wanita itu tak akan pernah bisa membuatku merasa cukup,” ungkap Alden kepada dirinya sendiri.

…..

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   85. Kapan Hamil?

    …..Pemandangan salah satu taman di manor tampak meriah pagi ini. Deretan panjang meja dan kursi berenda tertata rapi di bawah naungan tenda. Pesta teh yang digelar oleh Keluarga Dorian tiap awal musim sosial selalu menjadi agenda bergengsi di kalangan bangsawan wilayah selatan. Kaum wanita mengenakan topi berbunga dan gaun terbaik mereka, sementara kaum pria mengganti jas suram mereka dengan warna cerah.Musim ini, Cleo-lah yang menjadi nyonya rumah, menggantikan peran mendiang ibu mertuanya, Duchess Victoria, untuk menyambut para tamu. Ia berdiri tenang, mengawasi jalannya acara sambil menyesap teh dari cangkir porselen. Mata para undangan, khususnya para wanita muda, tak henti memperhatikan sosoknya dari jauh.Gaun bergaya empire waist silhouette dari bahan sutra membalut tubuh Cleo dengan anggun. Mode pakaian wanita ini tengah populer selama beberapa musim terakhir di kalangan bangsawan. Garis pinggang yang tinggi—tepat di bawah payudara—memberikan kesan ringan dan feminin. Rambut

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   84. Malam yang Panas

    …..Cleo menggeram pelan seraya menggeliat ketika sentuhan ringan menyapu punggungnya. Ujung jemari Sander meluncur seperti angin di kulitnya yang terbuka sebagian, menelusuri lekuk tulang belikat hingga ke pinggang. Selimut linen berwarna gading yang membalut mereka hampir terjatuh ke lantai karena gerakan itu.“Sander…” desis Cleo setengah malas, setengah manja. “Saya butuh tidur. Kita baru saja sampai sore tadi.”Namun suaminya hanya terkekeh, tak mengindahkan peringatan halus itu. Dengan gerakan lembut penuh minat, ia menunduk dan mengecup bahu Cleo—sekilas, lalu sekali lagi, lebih lama. Napasnya hangat menyapu kulit istrinya, membuat Cleo menggigil pelan, tak sepenuhnya marah meski berusaha terlihat kesal.“Aku tidak bisa tidur,” bisik Sander. Suaranya serak dan berat.Cleo membalikkan tubuhnya, menghadapkan wajahnya yang masih setengah mengantuk kepada pria itu. Rambutnya yang terurai menempel lembut di pipi, dan sorot matanya mengabur oleh sisa kantuk. “Lord Sander, Anda belum

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   83. Percakapan di Balkon Kapal

    …..Ratu Shopie telah menetapkan jadwal ketat selama masa kehamilannya. Zelda tidak diperbolehkan menghadiri pesta dansa dan tidak diizinkan keluar tanpa pendamping resmi yang ditunjuk langsung oleh istana. Kebebasannya dirampas, dan kini, satu-satunya hiburan Zelda adalah menyapa para tamu lansia yang datang atas undangan sang ratu, mengajaknya bermain kartu, atau mengenang masa muda yang tidak pernah relevan dengannya.Sepanjang hari, Zelda hanya bisa tersenyum palsu sembari membelai perutnya yang mulai membuncit. Alden bahkan tidak tidur sekamar lagi dengannya. Sibuk. Terlalu banyak urusan parlemen, pertemuan diplomatik, dan persiapan kunjungan kenegaraan ke Anzoria untuk menjemput selir baru.Zelda gigit bibir, menahan rasa getir yang sudah berbulan-bulan mengendap. Seharusnya masa kehamilan seorang wanita menjadi momen paling berharga dalam hidupnya. Seharusnya ia dipuja, dimanjakan, dan dimuliakan. Bukankah ia sedang mengandung pewaris masa depan tahta Elinor?Sekarang, istana

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   82. Pesona Para Ksatria di Lapangan

    …..Cleo Dorian duduk bersila di atas permadani, dikelilingi lautan kain satin, renda-renda tua, dan beberapa kotak penyimpanan yang dibuka setengah hati. Di depannya, tergelar beberapa potong gaun malam warna pastel yang sudah tidak ia pakai lebih dari dua musim. Gaun-gaun itu masih cantik, tetapi sebagian besar sudah ketinggalan tren.“Sudah waktunya kalian mendapatkan pemilik baru.”Kewalahan dengan banyaknya gaun yang terlantar, Cleo memutuskan untuk beristirahat sejenak. Ia terlihat membaca katalog kain dan busana yang didapatkannya dari rumah mode terkenal yang biasa menjadi langganan bangsawan. Mendadak, Cleo merasa tergoda untuk memborong beberapa karya mereka setelah melihat koleksi dari sketsa gaun musim dingin.Ketika asyik membolak-balikan halaman katalog, mata Cleo tak sengaja menangkap bayangan seorang gadis di ambang pintu.Abby.Pelayan muda itu mengenakan celemek abu pucat. Begitu menyadari Cleo sedang memandanginya, Abby yang sempat gelagapan akhirnya melangkah maju.

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   81. Kesepakatan Bersama

    …..Ketukan ringan terdengar dari arah pintu. Cleo yang sedang asyik berdandan segera bangkit untuk membukanya sendiri. Wanita itu tampak terkejut melihat siapa yang berdiri di ambang pintu kamarnya. Lady Adelaine Denta Leander datang berkunjung.“Selamat pagi, Lady Austin,” sapanya santun.“Selamat pagi, Lady Denta,” jawab Cleo. “Silakan masuk.”Adelaine mengikuti Cleo dan berhenti tak jauh dari meja teh yang belum dibereskan pelayan. Di tangannya, ia memegang sebuah kotak kayu. Kotak itu tampak tua, tetapi terawat dengan sangat baik.“Saya tahu waktu Anda terbatas,” ujar Adelaine, matanya masih enggan menatap langsung. “Dan saya bukan orang yang pandai bicara. Sebelum Anda berangkat, saya ingin menyampaikan permohonan maaf.”Cleo kembali terkejut. “Ya?”“Jika selama ini saya bersikap kasar atau menutup diri, itu semua bukan karena saya membenci Anda.” Adelaine menyodorkan kotak yang dibawanya. “Ini... untuk Anda. Hadiah perpisahan.”Kotak itu segera diterima Cleo dengan dua tangan.

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   80. Pengumuman Pernikahan Politik

    …..Kicau burung dari kebun bawah berpadu harmonis dengan denting halus cangkir porselen yang disentuhkan Cleo ke piring tatakan. Uap teh beraroma kamomil mengepul pelan di sela mereka.Sander duduk bersandar ringan di kursi berlengan, mengenakan jubah tidur berwarna hitam dan kemeja tipis. Rambutnya masih berantakan, dan satu kancing di bagian atas bajunya dibiarkan terbuka, memperlihatkan sedikit kulit lehernya yang hangat tersentuh sinar matahari pagi. Sorot matanya tertuju pada Cleo yang tampak lebih gelisah dari biasanya, meskipun ia berusaha menyamarkan dengan senyum tenang dan tangan yang terampil menuangkan teh kedua untuknya.Tanpa berkata apa-apa, Sander menyentuh jemari Cleo pelan, membiarkan punggung tangannya menyentuh punggung tangan sang istri. Sentuhan itu ringan—seperti isyarat bahwa ia ada, dan mendengarkan.“Sepertinya sesuatu mengganggumu sejak kemarin,” ucap Sander pelan. Ia tidak menyuarakannya sebagai tuduhan, melainkan sebagai undangan untuk bicara.Cleo menata

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status