…..(BERITA ELINOR MINGGU INI)“PERDAMAIAN YANG DINANTI-NANTIKAN TERWUJUD —ELINOR & VALLENDOR MENGIKAT ALIANSI MELALUI PERNIKAHAN KERAJAAN.”Ibu Kota Elinor — Setelah berbulan-bulan melakukan negosiasi, Kerajaan Elinor dan Kerajaan Vallendor—sekutu penting bekas blok Nesrin—secara resmi mengumumkan kesepakatan perdamaian dan pembentukan aliansi strategis antarnegara.Titik puncaknya adalah pengumuman pertunangan Yang Mulia Pangeran Alden Lysander dari Elinor dengan Putri Isolde, anak kedua dari Raja Vallendor. Pernikahan kerajaan dijadwalkan berlangsung di Ibukota Vallendor pada bulan kedua musim semi ini, dan akan disiarkan serta dirayakan oleh kedua kerajaan sebagai lambang perdamaian dan persatuan.Para analis politik menyebut langkah ini sebagai terobosan penting dalam meredakan ketegangan kawasan ujung Benua Utama. Putri Isolde, dikenal sebagai wanita muda yang anggun, terpelajar, dan aktif dalam diplomasi budaya di kerajaan asalnya, diprediksi akan menjadi sosok penting dalam m
…..Pada puncak musim dingin tahun ini, sebuah badai salju menerjang wilayah perbukitan Dorian yang dekat dengan berbatasan Elinor. Badai putih itu menenggelamkan ratusan atap rumah, membungkam hutan-hutan pinus, menggiring manusia pada rasa takut yang sunyi. Longsor hebat terjadi, menutup jalan utama menuju desa-desanya, menjadikan daerah itu terkepung seperti pulau-pulau kecil di tengah samudra beku. Kabar kelaparan, persediaan makanan yang menipis, dan anak-anak yang menggigil di balik dinding kayu tipis menyebar cepat ke pusat kota.Dorian Manor, meski sedang dalam suasana berkabung, tak tinggal diam. Para pelayan dikumpulkan. Gudang bahan pangan dibuka. Bantuan mulai dikemas dalam peti-peti kayu, kuda dan kereta disiapkan untuk menembus jalur alternatif yang nyaris mustahil untuk dilewati.Di tengah kesibukan dukedom menghadapi bencana besar itu, Cleo Austin kembali menjalankan tugasnya sebagai bagian dari Badan Amal Dorian. Bekerja sama dengan Maylea Lucian dan para anggota yang
…..Sudah genap satu bulan sejak kabar wafatnya Duchess Victoria mengguncang Dorian Manor seperti badai sunyi yang menyesakkan dada dan tak kunjung reda. Duka menyelubungi setiap sudut rumah megah itu, menyelinap masuk ke celah-celah marmer dingin dan menempel di tirai-tirai hitam yang digantungkan di sepanjang lorong utama. Bunga-bunga putih yang telah layu masih bertahan di dalam vas-vas porselen, seolah menolak kenyataan bahwa wanita yang dulu menanam dan memetiknya kini telah tiada. Waktu memang terus berjalan, tetapi bagi penghuni manor ini, hari-hari terasa menggantung tanpa arah.Para pelayan dan anggota keluarga mengenakan pakaian berkabung serba hitam tanpa pengecualian. Tidak ada tawa, tidak ada senandung menyenangkan dari ruang tengah, hanya suara jam dinding tua yang berdetak, mengingatkan bahwa waktu tak berhenti walau hati ingin diam di masa lalu.Duke Adam—yang kini tampak jauh lebih rapuh dari sebelumnya—menyatakan niatnya untuk mengenakan warna duka selama setahun penu
…..Senja belum benar-benar padam saat suara doa terakhir mengalun lembut dari ruang duka. Para pelayan berbaris di sepanjang dinding, kepala mereka tertunduk, mata mereka memerah. Di tengah ruangan, tampak peti Duchess Victoria yang perlahan ditutup.Tak ada suara selain bunyi engsel kayu dan desahan napas tertahan. Sander berdiri tegak di sisi peti, mengenakan pakaian hitam tanpa hiasan. Duke Adam menundukkan kepala dalam diam. Beberapa kerabat jauh meneteskan air mata. Namun, tidak dengan Sander. Wajahnya datar, seperti patung pualam yang dirancang untuk tidak retak. Ketika peti terkunci rapat dan lilin-lilin dimatikan satu per satu, ruangan itu kembali hening.Keesokan harinya, salju turun pelan, menutupi jalan setapak menuju pemakaman Keluarga Dorian di balik bukit. Para pelayat berdatangan dalam kereta-kereta suram, mengenakan pakaian berkabung dalam kabut musim dingin.Sander berdiri paling depan, mewakili keluarga. Ia menyambut setiap tamu, menyalami mereka satu per satu denga
…..Musim dingin belum mencapai puncaknya, tetapi hawa beku telah mencengkeram jalanan berbatu yang membentang ke arah selatan benua. Pohon-pohon berbaris bisu di sepanjang jalan, rantingnya telanjang, dan kabut tipis menyelimuti ladang beku yang tak lagi menyimpan warna. Di tengah lanskap sunyi itu, kereta kuda milik Dorian melaju perlahan, roda-rodanya menggerutu di atas tanah keras yang diselimuti embun beku.Cleo duduk membisu. Selimut wol tebal yang menyelimuti membuat tubuhnya terasa hangat. Rupanya kesedihan lebih ampuh menumpulkan rasa mual akibat mabuk perjalanan yang biasa menyerangnya dalam perjalanan panjang. Kali ini, tak ada mual, tak ada keluhan. Yang tersisa hanya kehampaan.Di hadapan Cleo, Sander terdiam menatap kosong ke luar jendela yang berkabut. Embusan napasnya membentuk uap tipis, tangan kirinya mengepal keras di atas lutut. Mantel panjang Sander berdebu salju tipis, belum sempat dibersihkan. Wajahnya pucat, nyaris tak berekspresi. Ia belum berbicara sepatah kat
…..“Saya tidak percaya Anda sungguh akan melakukannya!” suara Zelda meninggi, nyaris bergetar, tetapi bukan karena takut—melainkan karena amarah. “Baru beberapa minggu kita menikah, dan sekarang Anda hendak pergi ke wilayah konflik?”Alden berdiri membelakangi istrinya, wajahnya tampak tegang. Tangannya bergetar halus saat menyematkan sabuk pada seragam militernya. “Ini tentang keselamatan kerajaan. Tentang tanggung jawabku sebagai pangeran negeri ini.”“Kerajaan?!” Zelda mendesis, matanya menyala. “Bagaimana dengan tanggung jawab Anda sebagai suami?”Alden menoleh cepat, pandangannya tajam dan menusuk. “Kau ingin bicara tentang tanggung jawab? Maka izinkan aku bertanya: Apakah kita sungguh hidup sebagai suami istri, Zelda? Ataukah kita hanya dua nama yang diikatkan bersama demi ambisi keluarga masing-masing?”Pertanyaan itu menghantam jiwa seperti cambuk neraka.Zelda tersentak, tetapi segera menegakkan bahu, enggan menunjukkan ketidakberdayaannya. “Saya berjuang keras, Yang Mulia.
…..Hujan salju turun ringan bagaikan bisikan rahasia di atap kediaman Keluarga Dorian malam itu. Cleo yang masih terjaga memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar mengelilingi lantai dasar mansion, berharap kantuk segera datang menjemput. Ia melangkah santai menyusuri koridor panjang, sepatu rumahnya berketuk lembut di atas lembaran permadani yang membentang di lantai marmer.Ketika hendak menaiki anak tangga menuju lantai dua, suara pintu utama yang terbuka perlahan membuat langkah Cleo terhenti. Di ambang pintu, dengan mantel yang tertutup butiran-butiran salju, berdirilah Sander Dorian. Sorot matanya tampak letih, dan kerutan halus di antara alisnya tidak beranjak, bahkan setelah ia melihat Cleo yang mematung di ujung bawah tangga.“Anda kembali, Lord!” sapa Cleo senang, lalu tanpa ragu menghampirinya, memeluk dan menghangatkan pria itu dari suhu dingin yang menggigit. Diiringi nada ringan yang nyaris menggoda, Cleo melanjutkan, “Rapat parlemen berjalan seru, ya?”Sander menanggalka
…..“Pria matang seperti Duke Muda Sander Dorian,” ucap Countess Green sembari mengaduk pelan tehnya, “semestinya tidak dibiarkan bebas terlalu lama. Pria tampan misterius mudah membuat wanita gelisah. Ditambah lagi, beliau jarang tersandung skandal vulgar seperti teman-teman seumurannya.”Beberapa wanita terkikik pelan. Lady Raspe dari keluarga bangsawan berpangkat baron segera menimpali. “Saya mengamati beliau selama pesta resepsi Pangeran Alden dan Lady Adler. Kala itu, Duke Muda Dorian tengah meladeni perwakilan dari Kerajaan Ferrosia. Dari cara memperlakukan lawan bicaranya, beliau sangat menghargai orang lain.”“Ah, berbeda sekali dengan Pangeran Alden,” celetuk Lady Ophelia, terkenal dengan komentarnya yang selalu mengundang tawa. “Pangeran kita itu pesona berjalan. Wajah tampan, tubuh atletis, dan selalu tahu bagaimana membuat seorang wanita merasa diperlakukan spesial.”“Benar,” sahut Lady Raspe, tersenyum geli, “tetapi justru karena itulah, pesonanya terasa terlalu umum. Sem
…..Menjelang pertemuan bangsawan di Gedung Parlemen Elinor, para pegawai istana harus menahan dinginnya cuaca—berlalu-lalang menyiapkan dokumen dan memanaskan ruang sidang. Di pelantaran gedung, tampak dua sosok berdiri terpisah dari kerumunan bangsawan yang mulai berdatangan memenuhi panggilan raja.Mereka adalah Duke Joar Leander dan Duke Muda Sander Dorian.Dengan kedua tangan bersedekap di belakang, raut wajah Duke Joar—ayah dari Carl, terlihat keras dan kaku setiap waktu. Mata hitamnya yang sunyi memandangi langit yang kelabu bersalju. Di sampingnya, Sander menikmati ketenangan itu dengan penuh pengendalian diri.“Bagaimana kabar Carl, Duke? Meskipun saya tahu watak putra Anda, hidup saling kenal tetapi berjauhan seperti ini terkadang membuat saya mengkhawatirkan kondisinya.”“Carl baik-baik saja, Duke Muda. Mental dan fisiknya kuat.” Duke Joar menepuk bahu Sander, cukup meyakinkan. “Sejak kecil, Carl sudah dilatih untuk menggantikanku. Pelan-pelan, dia akan mengambil alih semua