"Apa?!"
"Apa yang barusan Dewi katakan?!""Apakah Dewi baru saja memanggil gelandangan itu sebagai Tuan?"Semua orang terkejut dan tidak mempercayainya.Saking terkejutnya, bahkan sampai ada yang menampar pipinya sendiri."Plak!""Auh...sakit! Ini bukan mimpi!""Tidak mungkin! Ini benar-benar tidak mungkin!""Dewiku... Dewi Bell yang selama ini aku puja dan kagumi ternyata memanggilnya Tuan?""Ini... ini... apakah ini Neraka?"....Mengabaikan semua keterkejutan disekitarnya, ekpresi Bella masih hormat dan dengan lembut sedikit melirik gelandangan di sampingnya, dan membuka bibirnya, "Tuan, apakah Anda membutuhkan---""Aku perlu membersihkan diri." Suara ringan dan acuh tak acuh terdengar."Membersihkan diri?" Bella terkejut dan segera mengangkat kepalanya.Tapi wanita itu tidak memiliki waktu untuk terkejut dan harus segera mengejar orang dia panggil "tuan" itu kedalam hotel.Seperti seorang pelayan, Bella menunjukkan jalan kepada pria tanpa identitas itu, dan tidak sekalipun bersuara.Arabella Bella, artis yang selama ini dikagumi banyak orang dan dipuja sebagai Dewi itu ternyata berjalan dibelakang pria asing itu dengan sikap hormat dan tenang.Pemandangan seperti itu, bahkan jika sekarang banyak orang di hotel, tidak ada seorangpun yang bisa mencernanya sama sekali.Semua orang terdiam, dan hanya bisa menyaksikan Dewi mereka pergi begitu saja tanpa bersuara.Hanya ketika Bella dan pria asing itu masuk lift, ledakan ekpresi segera terjadi di antara semua."Woow! Ini benar-benar berita besar!""Dewi Bell yang selama ini dikira banyak orang tidak tertarik pada pria ternyata telah memilih seorang gelandangan!""Selain memilihnya, dia bahkan juga memanggilnya sebagai tuan.""Bukan hanya itu saja! Tapi Bella yang selama ini di panggil Dewi ternyata juga memiliki panggilan akrab "bebek" pada namanya.""Ini... ini... ini benar-benar ledakan besar!""Jika berita seperti ini diterbitkan, besok pasti akan menjadi headline di koran dan telivisi selama berminggu-minggu!".....Di saat yang bersamaan, dalam kantor polisi, seorang pria dengan pangkat yang lebih tinggi dari Arinda telah datang, dan wajahnya tampak merah dan biru.Burhanudin, yang merupakan Komisaris Polisi masih tidak bisa menyembunyikan kilatan-kilatan emosi di mata tua nya.."Sial! Ini benar-benar sangat berani!"Wajahnya yang sudah penuh keriput tapi tegas menunjukkan kemarahan sambil tak henti-hentinya menggertakkan giginya.Melihat ke arah video cctv dan pada Arinda yang masih trauma tanpa bisa berkata di kursi, wajah Burhan tampak sangat frustasi."Sudah cukup dengan semua masalah baru-baru ini, sekarang juga terjadi di kantor polisi. Berandalan mana yang sangat berani melakukan ini semua?" Burhan hampir tidak bisa menahan amarahnya, dan membuat bawahan di sekitarnya ketakutan."Bukan hanya sekedar menyerang kantor polisi, bajingan ini juga berani membunuh tiga polisi dengan sangat kejam!""Bajingan seperti ini, jika kamu tertangkap, bersiap-siaplah untuk mengalami hukuman yang lebih buruk daripada kematian."Dengan kemarahan dihatinya, Burhan melihat tiga orang bawahannya dan berkata, "Cepat pergi, dan cari bajingan ini!"Tiga orang bawahan, yang tampaknya masih muda itu tidak segera pergi, tapi hanya saling memandang selama beberapa waktu.Melihat tiga bawahannya seperti ini, Burhan hampir ingin berteriak dan berkata, "Apa? Kenapa kalian masih disini? Cepat pergi dan cari pelakunya!""Tapi Pak, kita sudah mencari hampir di seluruh sudut kantor polisi, tapi tidak menemukan bukti sama sekali. Bahkan cctv juga tidak bisa menunjukkan apakah itu orang atau hantu. Darimana kita harus mencarinya?" Jawab seorang polisi yang sedikit lebih tua.Komisaris Burhan sudah marah, ditambah dengan jawaban seperti itu, akhirnya dia berteriak, "Apa kalian pikir aku bodoh!? Apa kalian pikir aku tidak tahu apa yang terjadi!? Apa kalian!? Apakah kalian menganggap diri kalian sebagai anjing?""Sebagai polisi, apakah kalian masih membutuhkan petunjuk didepan hidungmu untuk melakukan pencarian! Kalian anjing, sekarang pergi keluar dan jangan kembali ke hadapanku sampai menemukannya!""Jika kalian tidak bisa menemukannya, aku akan segera meminta seseorang untuk membelikan kalian tulang dan kalung anjing!""Tidak pak, terimakasih. Kami tidak membutuhkan tulang atau kalung anjing. Sebenarnya kami lebih membutuhkan kalung emas dan--""Keluar! Keluar sekarang juga!"Emosi komisaris Burhan kali ini tidak bisa lagi ditahan.Dia berteriak sangat keras dan membuat ketiga polisi amatiran itu ketakutan setengah mati segera berlarian keluar tanpa sepatah kata lagi.Tentu saja tidak ada yang tahu kemana mereka akan pergi dan mencari pelakunya.Setelah tiga polisi muda itu keluar, Pak Burhan menghela nafas panjang untuk menenangkan emosinya sambil mengelus keningnya yang mulai terasa sakit."Astaga, kenapa sekolah kepolisian bisa meluluskan tiga orang idiot seperti mereka? Lebih parahnya lagi, kenapa harus aku juga yang harus ditugaskan untuk membimbingnya?"Mengeluh entah pada siapa, Pak Burhan mendatangi Arinda, yang masih linglung di kursi kantornya dengan selimut menutupi tubuhnya, dan ekpresinya yang tak menentu.Melihat wajah Arinda yang tampak pucat disana, ada senyum ramah dan hangat serta penuh perhatian di wajah Burhan."Arin, sebenarnya paman ingin meminta beberapa petunjuk darimu, tapi saat melihat kondisimu sekarang, paman pikir kamu harus pulang dan beristirahat."Saat mendengar kata-kata itu, Arinda yang linglung perlahan menggerakkan kepalanya kearah komisaris Burhan dengan senyum yang dipaksakan dan berkata, "Paman, saya baik-baik saja. Jika paman ingin meminta informasinya, saya bisa menceritakan semuanya.""Tidak perlu," komisaris Burhan segera menggelengkan kepalanya, dan berkata, "Kamu sekarang juga dihitung sebagai korban, dan sudah sangat beruntung untuk tidak kenapa-kenapa. Yang terpenting sekarang adalah beristirahat dan jangan sampai--""Dia seorang pria. Saya tidak tahu pasti berapa umurnya, tapi dia berpenampilan seperti orang gila dan sangat berbahaya...." Arinda tiba-tiba berbicara, dan mulai bercerita.Dimulai saat Arinda pertama kali bertemu dengan pria misterius itu sampai pada akhirnya dia menghilang, Arinda menceritakan semuanya.Entah telah berapa lama Arinda bercerita, wajah Komisaris Burhan tampak menjadi sangat serius dan bermartabat."Gadis, apakah kamu yakin jika dia menanyakan tentang musibah kebakaran rumah kemarin?"Tidak ada yang Arinda sembunyikan, dia mengangguk dan menambahkan, "Dia menanyakannya. Bahkan dia juga tahu bahwa korban yang tewas bukan hanya dua orang."Sampai Arinda menceritakan ini, Komisaris Burhan mulai terdiam dan wajah tuanya tampak berkerut dengan ekpresi yang tak menentu.Melihat diamnya Komisaris Burhan, Arinda merasa ada yang salah, dan buru-buru bertanya, "Paman, apakah ada masalah?"Komisaris Burhan tidak menjawab, tapi dia tampak panik berjalan bolak-balik beberapa langkah didalam ruangan sambil melihat sesuatu dibalik kejauhan, dan menutup pintu.Tingkah laku Pak Burhan yang seperti itu mau tak membuat Arinda semakin penasaran, dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bisa memasang ekspresi serius."Paman masih belum bisa memastikannya, tapi paman harap itu bukan dia. Paman perlu mengumpulkan beberapa bukti lain untuk mengkonfirmasinya."Kedua alis Arinda terangkat dan menyatu, memikirkannya selama beberapa waktu, tiba-tiba kilatan cahaya muncul di kedua matanya."Benar! Sebelum pergi, dia sempat memberikan suatu pesan..." Arinda berhenti disini untuk mencoba mengingat lagi."Sepertinya dia mengatakan sesuatu tentang "red". Aku tidak yakin apa maksudnya, tapi dia berpesan untuk memberitahukan itu kepada atasan." Saat Arinda berbicara, wajah Komisaris Burhan sudah sangat serius. Tanpa kata, dia segera berjalan ke arah jendela kantor polisi, dan menarik korden di semua jendela agar tidak dilihat dari luar.Belum cukup sampai disitu, pria paruh baya itu juga mengunci pintu kantor agar lebih aman.Kemudian kembali melihat ke arah Arinda dengan ekpresi serius, dan dengan nada sangat pelan bertanya, "Red? Apakah kamu yakin itu adalah red dan bukan R.E.D?""Em..." Arinda kembali memikirkan pertanyaan Komisaris Burhan beberapa waktu sebelum dengan ringan menjawab, "Kupikir dia memang mengatakan "RED" dengan di eja. Tapi kenapa, bukankah itu sama saja?""Tidak!"Menjawab dalam satu kata, wajah Komisaris Burhan sudah menjadi merah dan basah dengan butiran-butiran keringat dingin yang mulai membasahi keningnya.Tuan Cheng merasa ragu dengan apa yang Bella berikan, dan mencoba membukanya hanya untuk terdiam saat melihat apa yang ada di dalamnya. Tidak ada bedak atau peralatan kecantikan di dalam wadah kosmetik sepuluh sentimeter persegi itu, melainkan tampilan layar hijau penuh dengan dua titik yang tampaknya berjarak cukup jauh. "Itu adalah radar yang telah aku persiapkan," Bella menjelaskan sambil menunjukkan titik merah kecil di layar, "Titik merah di tengah adalah tempat dimana kita sedang berada, sedangkan titik yang ada di depan adalah Sima Cho berada." "Jadi, sebenarnya...." Tuan Cheng segera mengerti dan melihat kearah dua pria dan wanita di depannya. Bella membenarkan dan sekali menjelaskan, "Kami memang memiliki radar dan tahu dimana Sima Cho berada, dan kemungkinan besar dia akan menuju tempat Sekte Misterius itu berada. Tapi kami tidak tahu medan di pegunungan ini, jadi kami akan meminta Tuan Cheng untuk menunjukkan jalannya." "Jadi begitu...." Tuan Cheng sekali lagi melihat
Pagi hari. Saat cuaca masih dingin, tapi cahaya matahari mulai naik, Tuan Cheng yang masih tertidur di tenda mulai membuka matanya, dan berkedip beberapa kali sebelum melihat sekelilingnya beberapa waktu. "Aduh...." Mengelus tengkuk lehernya yang tiba-tiba terasa sakit, kedua matanya tiba-tiba terbuka lebar dan seketika berdiri. "Benar... Kemarin malam...." Pria paruh baya itu tiba-tiba berlari keluar tenda dan berteriak. "Tuan Red! Tuan Red! Bahaya!" Dengan berteriak dan berlari terburu-buru, Tuan Cheng yang tampak panik segera tiba di tempat Rendy berada. Di sana, Rendy ternyata sudah bangun dan sedang minum kopi, tampak santai dan tenang menoleh ke arahnya. "Baru bangun?" "Ya.. yah!" Menjawab sambil mencoba mengatur nafasnya, Tuan Cheng kembali menjadi panik dan buru-buru berkata, "Itu, Tuan Sima, dia... Dia pergi! Saat saya bangun tadi, saya tidak melihat tanda-tandanya. Selain itu... Saya ingat jika kemarin malam--""Oh... Apakah Tuan Cheng sudah bangun?" Suara Bella memot
"Demi Dewa! Apakah dia Manusia?" Satu penembak jitu di atas tebing tampak terkejut dan tidak percaya saat melihat sosok Rendy melalui teropong. "Jangan banyak bicara! Kita harus cepat pindah lokasi!" Satu sniper lain segera memperingatkannya dan mulai berbalik. Tapi, "bom" segera terdengar dan menghentikannya keduanya untuk bergerak lebih jauh. Berdiri di atas tebing, dua orang itu sangat terkejut dan berhenti bergerak saat menyaksikan sesosok manusia berjalan dari gumpalan awan es. Tapi keduanya segera tersadar dan mengambil pistol. "Dor!""Dor!"Dua tembakan pistol terdengar, tapi sosok Rendy telah menghilang dari hadapan keduanya. "Dimana bocah itu?" "Apakah kita menjatuhkannya?" Keduanya saling bertanya dengan aksen Mandarin, tapi kemudian berhenti saat mendengar suara acuh tak acuh di belakangnya. "Apakah kalian mencariku?" "Kau?" Keduanya kembali terkejut dan berbalik saat mendengar Rendy juga menggunakan aksen Mandarin. Tapi Rendy tidak lagi basa basi dan sudah muncul
Siang hari, kelompok Rendy akhirnya tiba di Kota Babao. "Kota Babao sebenarnya adalah kota yang sudah ada di Pegunungan Qilian. Jika seseorang ingin mendaki gunung, ini adalah titik awal pendakian." Tuan Cheng mulai menjelaskan kepada Rendy. Setelah melakukan perjalan setengah hari bersama-sama, Tuan Cheng mengetahui bahwa pemimpin dari kelompok mereka adalah Rendy. Awalnya dia berpikir bahwa Rendy sedang melakukan pendakian atau berwisata ke Pegunungan, tapi dia menemukan bahwa pria ini tidak terlihat seperti seorang pendaki. Dikatakan sebagai turis juga bukan, meskipun Bella, wanita itu terlihat terlalu cantik untuk menjadi seorang pendaki, dia juga tidak terlihat sebagai orang yang sedang berlibur. Di situlah Tuan Cheng merasa ragu, tapi dia masih menjelaskan hal-hal tentang Pegunungan Qilian sebagai seorang profesional. "Menurut koordinator yang di berikan oleh Tuan Sima Cho, kita akan menuju ke Gunung Qilian yang dikatakan perbatasan akhir ke Gunung Kunlun. Untungnya itu mas
Mengetahui bahwa saat tiba di Kota Xining adalah sore hari, Rendy memutuskan untuk pergi ke Pegunungan Qilian esok hari. Bukan karena dia terlalu lama membuang waktu, tapi ada hal yang perlu dia lakukan untuk saat ini. Mengorek informasi dari Sima Cho, bahwa ada sebuah Sekte budidaya di Pegunungan Qilian, Rendy berpikir bahwa kekuatannya saat ini masih terlalu lemah. Meski tidak bisa di pastikan kebenarannya, Rendy memilih untuk mempersiapkan dirinya sendiri, bagaimanapun itu adalah sebuah Sekte. Jadi, pada malam harinya, Rendy sudah duduk di dalam kamar hotel sambil mengeluarkan kalung yang dia dapatkan dari Dayana. Keluarga Magata mungkin berpikir bahwa kalung warisan Keluarga mereka bukanlah sesuatu yang istimewa, tapi Rendy tahu bahwa itu adalah hal yang langka di bumi. Batu Spiritual. Batu yang memiliki energi spiritual antara langit dan bumi, itu adalah batu yang di gunakan oleh Dayana sebagai kalung. Berbicara tentang batu spi
Wajah Rendy kali ini menjadi dingin, dan membuat tubuh Sima Cho gemetar ketakutan. Benar-benar sangat takut, Sima Cho seketika jatuh ke tanah dengan air kencing yang mulai membasahi celananya. Sima Cho, pria dewasa dan dihormati di manapun berada itu sebenarnya mulai kencing di celana. "Hum?" Ketika Rendy melihatnya, seketika dia mengerutkan keningnya dan berhenti. Tapi dia tidak peduli dengan keadaan Sima Cho dan dengan dingin berkata, "Jangan berpikir bahwa aku akan melupakan semua perbuatanmu." "Bang!" Seketika Sima Cho menjatuhkan kepalanya ke tanah dengan keras dan bersujud kepada Rendy. "Tu-tuan.... Master... Grandmaster... Tuan Yang Agung! Sa-sa-saya... Mengaku salah! Tolong ampuni nyawa saya.... Apapun akan saya lakukan untuk menebus semua dosa-dosaku." "Apa menurutmu nyawamu setimpal dengan semua yang telah kamu lakukan?" Nada suara Rendy terdengar sangat dingin. Mengingat tentang kematian kedua orang tuanya, dan keberadaan adik perempuannya yang tidak diketahui, apa